Spanduk Selamat Datang. Dok Pribadi |
Berbeda dengan Pulau Tidung yang sudah ramai, Pulau
Pari belum terlalu ramai. Pengelolaan wisatanya pun masih di kelola
secara kekeluargaan. Maksudnya, pengunjung menginap di rumah
keluarga-keluarga yang tinggal di pulau itu. Keuntungan dari sistem itu
adalah biaya liburan yang murah . Memang “murah” selalu menjadi daya
tarik para pelancong yang dananya kembang-kempis hehehe … Ketika itu
kami berangkat dari Muara Angke, menyeberang dengan kapal besar yang
akan mengantarkan ratusan penumpang ke berbagai pulau di kawasan Pulau
Seribu. Cukup Rp. 30.000 saja …
Setibanya disana, kami disambut oleh seorang warga
yang menyewakan rumahnya untuk pengunjung, namanya Pak Udin. Pak Udin
mulai menjelaskan kegiatan-kegiatan yang bisa kami lakukan selama tiga
hari itu. Mulai dari menikmati matahari terbenam di Pantai Pasir
Perawan, mengunjungi LIPI, snorkeling, dan barbeque di malam terakhir.
Rumah tempat kami menginap memiliki dua ruangan yang sudah dilengkapi beberapa kasur. Maka kami
langsung membagi ruangan menjadi kamar cewek dan kamar cowok. Ada satu
kamar mandi besar dan satu ruang utama tempat semua peserta bisa
berkumpul. Rumah itu juga langsung menghadap ke laut, sehingga kami
bisa bermain-main di tepi pantai kapan pun kami mau.
Sore pertama di pulau itu kami habiskan di Pantai
Pasir Perawan. Pasirnya putih bersih, enak untuk dipakai bermain. Ketika
kami disana, air laut sedang pasang sehingga kami tidak boleh bermain
terlalu jauh, tapi tetap menyenangkan. Puluhan pengunjung juga sedang
menikmati pantai itu. Tidak terlalu ramai. Kami di pantai itu sampai
matahari terbenam.
Pagi hari di hari kedua kami gagal melihat matahari terbit karena cuaca
tidak bersahabat. Seharusnya kami bisa menikmatinya dari pinggiran
dermaga tempat kami tiba. Sekitar sepuluh menit dari rumah penginapan.
Akhirnya kami menghabiskan pagi itu dengan menikmati pemandangan laut
dan langit yang begitu akrab. Biru bertemu biru.
Siang hari kami berangkat untuk ber-snorkeling. Pak Udin memiliki alat yang lengkap untuk kami semua. Ada kapal yang
disewakan menuju tempat itu. Untuk kegiatan itu kami membayar Rp.
200.000 saja. Saya memang bukan penikmat biota laut, maka saya hanya
sibuk berenang ketika teman-teman saya menikmati pemandangan bawah laut.
Beda selera hehehe …
Setelah selesai snorkeling kami melanjutkan
acara dengan mengunjungi sebuah pulau kecil tak berpenghuni. Dulunya
pulau itu sempat menjadi tempat wisata, tapi tampaknya kurang promosi
sehingga akhirnya tidak ada lagi penghuninya.
Sisa-sisa bangunan masih
terlihat disana. Untuk mencapai pulau itu, kami harus berjalan melintasi
pasir yang dihuni banyak bulu babi. Huffhhh … harus hati-hati …
Sebenarnya saya ingin sengaja menginjak binatang itu, maklum saja, baru kali ini saya melihat binatang bernama bulu babi. Tapi, teman saya segera melotot dan mengatakan bahwa saya bisa mati kalau menginjak binatang itu. O-ow … gak jadi deh …
Pintu masuk LIPI. Dok pribadi |
Sebenarnya saya ingin sengaja menginjak binatang itu, maklum saja, baru kali ini saya melihat binatang bernama bulu babi. Tapi, teman saya segera melotot dan mengatakan bahwa saya bisa mati kalau menginjak binatang itu. O-ow … gak jadi deh …
Tiba di penginapan, kami sudah teler hehehe…
Istirahat hingga malam hari. Malamnya kami bermain-main di dermaga
karena ternyata disana cukup ramai. Beberapa kelompok barbeque dan
kelompok lain bernyanyi-nyanyi. Sayang, malam itu tidak ada bintang.
Padahal saya sangat ingin melihat bintang…
Hari ketiga kami habiskan di kawasan LIPI. Lembaga
pemerintah untuk melakukan penelitian. Ternyata tempatnya tidak terlalu
luas dan bisa dikunjungi siapa pun. Namun karena hari itu menjelang
Lebaran, maka kantornya tutup. Kami hanya sempat mengamat-amati dari
luar. Saya cukup kaget melihat tempat itu tidak terlalu terawat. Sangat
sulit membayangkan hasil-hasil penelitian Indonesia di teliti disana …
Malam terakhir di pulau itu, kami habiskan dengan
bakar-bakaran. Beberapa ayam disiapkan untuk kami nikmati. Pak Udin
memang koki yang hebat, dia bisa memasak beragam masakan. Yaaa, dulunya
Pak Udin adalah koki di sebuah restoran di Jakarta. Memilih menetap di
Pulau Pari karena melihat peluang bisnis. Kami cukup menikmati malam itu
…
Ketika teman saya terlelap, saya memilih keluar
rumah. Duduk di teras sambil menghadap kelaut. Sejenak menikmati udara
malam sebelum besok pagi kembali ke Jakarta. Menikmati udara sejuk yang
tidak akan saya dapatkan di Jakarta. Mungkin inilah hukum alam. Orang
kota menikmati keheningan yang langka di kotanya…
Saya tetap belum menemukan bintang. Benda langit
yang selalu membuat saya terpesona itu, tidak kunjung datang. Kecewakah
saya ? Sedikit. Apa yang saya nikmati di pulau itu cukup mengobati
kerinduan saya terhadap bintang. Mungkin saya akan melihat bintang di
lain waktu.
Keesokan paginya kami hanya sarapan dan segera
bersiap-siap untuk pulang. Kapal penjemput akan datang sekitar pukul
10.00 pagi. Setelah beberes, bendahara kami bertransaksi dengan Pak
Udin. Untuk biaya selama disitu, kami membayar sekitar Rp. 100.000 per
orang. Murah kan ? hehehe … Berarti, untuk liburan kali ini, kami hanya
bermodal sekitar Rp. 250.000 untuk empat hari …. Sangat murah untuk
ukuran libur panjang ke sebuah pulau. Mau mencoba ? silahkan …
kunjungilah tempat-tempat di seluruh Indonesia karena selalu ada tempat
indah untuk mereka yang ingin liburan hemat hehehe …
Sumber : kompasiana