Ada
Pulau Untung Jawa, biasanya orang-orang kesitu. Terus disebelahnya ada
Pulau Rambut, tapi untuk masuk harus ada ijin dulu dari Pemerintah
Kota Jakarta, karena pulau ini adalah cagar alam yang ditetapkan
Pemerintah Kota Jakarta. Satu lagi pulau Bidadari, pulau ini memang
tujuan wisata tapi lokasinya agak jauh sehingga biaya untuk menyebrang
kesanapun lumayan.
Sebagai perbandingan, Pulau
Untung Jawa yang bisa ditempuh 20 menit dengan menggunakan perahu
bermotor dari Tanjung Pasir sedangkan pulau bidadari bisa memakan waktu
40 menit dari Pulau Untung Jawa, berarti 1 jam dari Tanjung Pasir.
Setelah lumayan lama kami
berpikir Pulau mana yang akan kami kunjungi, akhirnya kami memutuskan…
…Pulau Bidadari… Alasannya jauh… lagipula kami belum pernah kesana.
Untuk informasi, menyebrang ke
Pulau Untung Jawa ongkosnya Rp 15.000/orang sedangkan ke Pulau Bidadari
Rp 35.000/orang (setelah tawar menawar karena sebelumnya Rp
40.000/orang) keduanya ongkos pergi-pulang dan dibayarkan waktu pulang.
“Ayo naik anak-anak, perahu mau berangkat”
Perjalanan
laut pun dimulai bersama dengan penunmpang lain yang tujuannya Pulau
Untung Jawa, karena kami akan transit dulu di Pulau ini sebelum
melanjutkan ke Pulau Bidadari. Perjalanan ini pun terasa lama karena
kami sudah tidak sabar untuk sampai di tujuan. Setelah transit di Pulau
Untung Jawa perahu motor melaju melanjutkan sisa perjalanan 40 menit
berikutnya. Hanya ada kami 8 orang dan 4 orang awak perahu. Dari
kejauhan terlihat 2 pulau kecil diujung cakrawala, Pulau Bidadari dan
Pulau Onrust.
“Pulau Bidadari dan Pulau Onrust”
Sampai di Pulau Bidadari ada petugas yang menyambut terus mengantar ke lobi penerimaan tamu. Di lobi ini sudah ada penjaga yang siap membantu kita untuk mengetahui seluk beluk Pulau ini. Tiket masuk Pulau Bidadari Rp 25.000 untuk tiap orangnya. Disini di jelaskan semua mengenai Pulau, sampai peta pulau pun dikasih (panduan supaya nggak nyasar ya..)
Suasana Pulau ini terasa sejuk dan indah
pemandangannya karena gedung-gedung tinggi di Jakarta masih bisa
kelihatan dari sini. Pantainya pun bening dan tak sekeruh pantai-pantai
di Jakarta, walaupun nggak memungkinkan untuk snorkling. Ada
beberapa fasilitas juga yang disediakan di Pulau ini, ada penginapan
(disebutnya Lanai), mulai dari yang berbentuk rumah biasa ataupun rumah
panggung (ada yang diatas daratan, ada juga yang diatas laut). Seru
kali ya kalau nginap di sini…oya, selain itu ada lapangan Volli pantai,
lapangan basket, pingpong, dan arena bermain anak-anak juga.
“Menara Martello”
“Sunset di Pulau Bidadari”
Karena
pemandagan disini cukup bagus. Mulai dari pantainya, terus ada hutan
tropis ditengah pulau, ada pohon yang usianya kurang lebih 200 tahun,
ada juga Menara Martello peninggalan Belanda (digunakan untuk
menyimpan amunisi), sehingga banyak orang yang datang kesini untuk,
wisata sejarah, bernostalgia (apalagi kalau sunset, suasana
tambah romantis), foto-foto, bahkan untuk foto pre wedding ataupun
untuk acara pernikahan. Elang Bondol yang jadi maskot Kota Jakarta juga
ada disini.
“uuuhh,,,,romantisnya”
Kali
ini bahasannya masih tentang Pulau Bidadari. Sedikit mengenai sejarah
Pulau Bidadari dan lingkungannya. Kawasan pulau ini memang
diperuntukkan untuk resor wisata, jadi nggak ada penduduk yang tingga
disana. Karena nggak begitu luas, jadi untuk mengelilingi pulau ini
dengan berjalan kaki bisa menghabiskan waktu nggak lebih dari 60 menit.
Sejarah
Pulau Bidadari nggak lepas dari masa kolonial Belanda. Sehingga masih
terdapat bangunan peninggalan Belanda disini, yaitu Menara Martello. Pada
abad ke-17 Pulau Bidadari digunakan sebagai penunjang aktifitas Pulau
Onrust yang terletak di sebelah selatan. Pulau Bidadari sempat bernama
Pulau Sakit, karena pernah dibagun rumah sakit lepra pada tahun 1679
yang dibangun oleh VOC. Pulau ini sempat hancur karena serangan Inggris
sekitar tahun 1800 kemudian dibangun lagi oleh Belanda tahun 1803.
Serangan
Inggris kembali menghancurkan Pulau Bidadari tetapi lagi-lagi Belanda
membangunnya pada tahun 1827. Bangunan yang dibangun waktu itu adalah
asrama haji yang sampai tahun 1933 masih berfungsi. Setelah asrama haji
nggak difungsikan lagi, Pulau Bidadari sempat kosong, nggak berpenghuni
dan nggak pernah dikunjungi orang sampai tahun 1970.
“Menara Martello si Gudang Amunisi”
Sekarang
Pulau ini telah berubah menjadi kawasan wisata yang ramai dikunjungi
orang karena lokasinya yang nggak begitu jauh dari daratan Jakarta.
Kawasan pantai sebelah timur Pulau Bidadari sangat bagus untuk
foto-foto, atau sekedar duduk bersantai menikmati lembutnya pasir putih
dan sejuknya angin pantai.
“Keceriaan”
Tapi
agak disayangkan karena explorasi manusia yang berlebihan jadinya
pulau ini agak sedikit mulai tercemar. Mungkin karena jarak yang dekat
dengan daratan Jakarta sehingga banyak orang yang datang dan banyak
juga aktifitas yang dilakukan. Seperti sampah-sampah yang menumpuk di
bagian belakang pulang ini. Sehingga harus di bakar untuk mengurangi
sampah tersebut. Sisi baiknya adalah sampah tersebut nggak dibuang ke
laut sehingga nggak mencemari ekosistem laut, sisi baik lainnya adalah
adanya pelestarian mangrove yang ada disebelah timur pulau ini dan
adanya hutan “konservasi” tropis tepat ditengah pulau ini yang
merupakan habitat elang bondol.
“Asap pembakaran sampah”
“Mangrove penahan abrasi pantai”
Tapi
diluar itu semua, Pulau Bidadari tetap menyimpan pesona yang unik.
Pesona alamnya patut untuk dinikmati tetapi dengan tetap memperhatikan
keasrian lingkungan dan menjaga kelestarian alam.
“Mengawasi sang anak”
“Dermaga penantian”
Pengirim / Sumber : dhartodar.wordpress.com