Para pemukim pemula di gugusan Pulau Seribu ini, seperti juga halnya Batavia, berasal dari berbagai suku bangsa. Mulai dari Bugis, Makasar, Madura, Jawa, Banten, dan bahkan juga orang-orang Melayu yang juga cukup lama telah tinggal di Batavia. Mereka ini kemudian beranak-pinak di beberapa pulau di Kepulauan Seribu hingga kini.
Pendatang Yang Mengarungi Samudra
Para pendatang itu pada mulanya adalah nelayan-nelayan yang mengarungi samudra Nusantara. Letih mereka menempuh perjalanan jauh, membuat mereka awalnya sekadar singgah untuk melepas lelah.
Namun tidak sedikit orang yang kemudian menjadi pemukim tetap. Mewarnai unsur baru penduduk yang bermukim di 11 pulau pemukiman yang ada di Kepulauan Seribu kini.Adapun potret paling kontemporer penduduk Kepulauan Seribu, secara relatif tidak jauh berbeda dengan penduduk di daratan Jakarta.
Beberapa galur etnis yang masih nampak nyata, meskipun sebagian besar diantaranya telah melarut adalah etnik Betawi, Bugis, Banten, Madura, dan Jawa. Basis norma pergaluan yang dijadikan acuan penduduk di wilayah ini adalah Islam.Sementara itu, perkawinan diantara penduduk di Kepulauan Seribu masih cenderung berkisar pada kawasan itu sendiri. Baik di dalam pulau maupun antar pulau pemukiman yang ada di wilayah ini.
Tata cara perkawinan memiliki kemiripan dengan daerah daratan Jakarta dan Tangerang. Diawali dengan lamaran dan diakhiri dengan resepsi pernikahan. Adapun keramaian yang dianggap penting dan seremonial oleh masyarakat Kepulauan Seribu adalah Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Sekali lagi, ini sekadar penegas dari representasi keagamaan yang dianut masyarakat Kepulauan Seribu, dari dulu hingga kini. Yakni, Islam (Red)
Para pendatang itu pada mulanya adalah nelayan-nelayan yang mengarungi samudra Nusantara. Letih mereka menempuh perjalanan jauh, membuat mereka awalnya sekadar singgah untuk melepas lelah.
Namun tidak sedikit orang yang kemudian menjadi pemukim tetap. Mewarnai unsur baru penduduk yang bermukim di 11 pulau pemukiman yang ada di Kepulauan Seribu kini.Adapun potret paling kontemporer penduduk Kepulauan Seribu, secara relatif tidak jauh berbeda dengan penduduk di daratan Jakarta.
Beberapa galur etnis yang masih nampak nyata, meskipun sebagian besar diantaranya telah melarut adalah etnik Betawi, Bugis, Banten, Madura, dan Jawa. Basis norma pergaluan yang dijadikan acuan penduduk di wilayah ini adalah Islam.Sementara itu, perkawinan diantara penduduk di Kepulauan Seribu masih cenderung berkisar pada kawasan itu sendiri. Baik di dalam pulau maupun antar pulau pemukiman yang ada di wilayah ini.
Tata cara perkawinan memiliki kemiripan dengan daerah daratan Jakarta dan Tangerang. Diawali dengan lamaran dan diakhiri dengan resepsi pernikahan. Adapun keramaian yang dianggap penting dan seremonial oleh masyarakat Kepulauan Seribu adalah Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Sekali lagi, ini sekadar penegas dari representasi keagamaan yang dianut masyarakat Kepulauan Seribu, dari dulu hingga kini. Yakni, Islam (Red)