”Kalau mau mengamati burung, datanglah ke Pulau Rambut,” cetus Ani Mardiastuti dengan mimik serius. Pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini tidak sedang berbasa-basi. Kepada sekitar empat puluh orang peserta gelaran ” Mengamati Burung di Suaka Margasatwa Pulau Rambut” pada Sabtu (24/5) di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Kepulauan Seribu perempuan berkacamata ini juga menjamin kalau burung-burung itu bisa dilihat setiap saat. Apa iya betul pulau di Teluk Jakarta itu pantas dipromosikan seperti itu? Buat penggemar burung, sebuah jawaban yang keluar tak perlu diragukan, Yap!. Namun untuk pecinta lingkungan, julukan surga itu rasanya akan luntur. Sebab, lingkungan Pulau Rambut tak pantas untuk dinikmati. Nyaris sepanjang tepi pantainya ditebari sampah buangan manusia.

Daftar kekayaan burung yang bisa dilihat memang tak main-main. Menurut data, paling tidak ada 49 jenis. Malah, BirdLife Indonesia punya angka yang lebih besar lagi. Daftar cek burung bagi peserta acara mengamati burung, mereka melansir 59 jenis yang bisa diintip. Ini sudah termasuk jenis-jenis yang langka dan unik, seperti elang bondol, pecuk ular, raja udang biru kecil, cekakak, cangak abu, kuntul perak kecil, bluwok dan lainnya. Saking banyaknya, jangan heran kalau Birding Indonesia –-rujukan khusus bagi pengamat burung keluaran Periplus, Hong Kong—sampai harus memasukkan lokasi ini dalam daftar lokasi pengamatan yang wajib dikunjungi para pehobi. ” Sebuah panorama yang dramatis dari koloni burung akan Anda temukan di sini,” sebut buku itu pada bab ” Birding Jakarta Where Birds Survive in The Megacity”.

Kondisi hutan Pulau Rambut memang jadi salah satu alasan kenapa banyak burung merandai dan migran betah kongkow-kongkow di pulau ini. ” Pulau ini punya hutan mangrove yang ternyata cocok sebagai habitat dari beberapa jenis burung air,” ujar Ani Mardiastuti. Selain mangrove, di sini kita pun bisa menjumpai hutan campuran sekunder dan hutan pantai. Selain menarik dikunjungi buat pengintip burung, lokasi yang ditetapkan statusnya menjadi Suaka Margasatwa lewat SK Menhutbun No. 275/Kpts-II/1999 ini juga nyaman untuk pehobi fotografi. Para mat kodak itu bisa seenaknya menjepret tingkah polah burung-burung air yang melakukan kegiatan persarangan di pucuk-pucuk pohon. Apalagi tersedia sebuah menara pengamat yang jadi lokasi nyaman untuk berburu foto burung-burung yang jarang sekali kita temui di daerah perkotaan.

MENONTON

Buat pengintip burung tulen, birdwatching di Pulau Rambut merupakan sajian ” enak” yang disiap dilahap. Mereka umumnya betah untuk diam selama beberapa lama. Sayangnya, tak banyak orang model begini yang hidup di Indonesia. Masih langka dan komunitasnya pun itu-itu saja.

Usaha memopulerkan birdwatching sebagai hobi memang sudah dirintis BirdLife Indonesia. Soal ini, bolehlah lembaga konservasi burung terdepan di dunia berbangga diri. Namun untuk mengemas acara rasanya mereka kudu belajar banyak. Ini terlihat dari beberapa kali gelaran bertajuk pengamatan burung yang lewat. Tiap kali ada kegiatan dengan lokasi yang berbeda, kemasannya masih terkesan monoton, termasuk ke Pulau Rambut ini. Walau yang terakhir ini bisa dibilang lumayan. Dari pengamatan, tiap kali selesai kegiatan sebagian besar peserta masih memasang wajah tak puas. Energi yang sudah dikeluarkan tampaknya tak sebanding dengan apa yang diharapkan. Ganjalan ini yang selalu mengganggu pikiran.

Kalau boleh usul, BirdLife Indonesia perlu mengirimkan beberapa host-nya untuk magang ke event organizer kegiatan alam terbuka. Boleh jadi, hasilnya bisa bermanfaat untuk kemasan acara yang lebih menarik, terutama kemasan yang bisa dinikmati seluruh anggota keluarga. Tapi kalau melongok ke dalam, ada beberapa staf BirdLife yang sebetulnya punya kemampuan untuk itu. Sayangnya, potensi terpendam itu tak bisa muncrat keluar ketika acara birdwatching digelar.(Achmad Ridho Luckyansyah - guide)
 
 

Text Widget

Popular Posts

Recent Posts

Sample Text

Unordered List

Pulau Seribu