

Salah
satu isu yang disepakat dalam pertemuan APEC ketiga dan dimuat dalam
Deklarasi Paracas adalah isu kelautan terhadap keamanan pangan. Salah
satu jenis ikan yang permintaan mengalami peningkatan secara signifikan
adalah ikan karang hidup (seperti ikan kerapu), terutama pasar
internasional. Sementara itu, perdagangan ikan karang hidup secara
berkelanjutan merupakan salah satu komponen penting di dalam
melaksanakan keamanan pangan. Disampaikan Dr.Gellwynn Jusuf selaku
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan sekaligus Lead Shepherd-APEC Fisheries Working Group pada saat membuka secara resmi workshop internasional bertajuk "market-based improvement on live reef fish food trade" di Hotel Sanur Paradise, Bali hari ini (1/3).
Lebih
lanjut Gellwynn menyampaikan bahwa pengaturan perdagangan ikan karang
hidup harus dilakukan dengan pendekatan yang konperhensif untuk
meyediakan akses masyarakat terhadap pangan, perdagangan, keamanan
lingkungan dan keberlanjutan sumberdaya. Keberadaan lingkungan "sehat"
diyakini dapat meningkatkan populasi dan kelangsungan ikan karang.
Harga ikan karang hidup di pasaran jauh lebih tinggi dibandingkan ikan
sejenis yang telah diolah, bahkan ikan karang hidup dari alam lebih
banyak diminati dibandingkan ikan karang hasil budidaya. Untuk itu,
forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC) sangat berperan dalam
menyelaraskan perdagangan ikan karang hidup secara lestari, mengingat
sebagian besar yang terlibat dalam perdagangan ikan karang hidup adalah
anggota APEC, tegas Gellwyn.
Sementara
itu, Dirjen P2HP, Dr. Victor Nikijuluw dalam sambutannya yang
disampaikan Sesditjen P2HP, Dr. Syafril Fauzi menekankan pentingnya
dukungan dan kolaborasi dunia internasional dalam penyelamatan
kelestarian ikan karang hidup, khususnya dalam hal pengaturan
perdagangannya. Menurutnya, saat ini kelestarian perdagangan ikan
karang hidup terancam karena beberapa hal, yaitu: praktek penangkapan
ikan ilegal dan destruktif (bom, sianida dll), penangkapan ikan
berlebih (over fishing), menangkap ikan berukuran kecil, dan
tingginya permintaan ikan karang hidup dari alam serta anaknya yang
setiap tahun mengalami peningkatan. Forum ini diharapkan dapat mengatur
mekanisme perdagangan ikan karang hidup sehingga keberlanjutan
sumberdaya ini terjaga.
Permintaan
ikan karang hidup sejak tahun 1998 terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Hal ini memberikan dampak serius terhadap kelestarian ikan
karang hidup. Saat ini, Hongkong tercatat sebagai importir utama
komoditas ikan karang hidup, dengan nilai sekitar Rp 1,4 triliun pada
tahun 2008 dan Indonesia menjadi salah satu negara eksportir terbesar
ke negara tersebut, yakni sebesar 25 persen atau masih dibawah Filipina
yang berkontribusi sebesar 28 persen.
Penyelenggaraan
workshop dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
bekerjasama dengan sekretariat APEC dan organisasi lingkungan hidup World Wildlife Fund
(WWF). Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari (1-3 Maret 2011)
dihadiri oleh 122 peserta dari 12 negara anggota APEC, yaitu:
Indonesia, Amerika Serikat, Kanada, Thailand, Vietnam, Peru, Rusia,
Filipina, Hongkong, Australia, Papua Nugini, dan Malaysia. Kegiatan ini
bertujuan untuk membangun kesadaran bersama dari para anggota APEC
mengenai pentingnya pengelelolaan perdagangan ikan karang hidup secara
berkelanjutan, disamping bertukar pengalaman para negara anggota
sehingga dapat menjadi proses pembelajaran negara lainnya.
Untuk
keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Dr. Yulistyo Mudho, M.Sc,
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, (HP. 0811836967)