Pulau Panggang terletak di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kelurahan Pulau Panggang dengan luas pulau 9 hektar. Akses transportasi laut untuk menuju pulau ini dapat melalui dermaga Muara Angke melalui perahu/kapal ojek.

Berdasarkan jumlah penduduk, pulau Panggang merupakan pulau pemukiman terpadat di Kepulauan Seribu. Jumlahnya mencapai 2.289 jiwa, dimana terdapat rata-rata 400 jiwa/hektar. Kondisi ini sebenarnya sudah tidak sebanding dengan luas wilayahnya. Penyebabnya antara lain kuatnya ikatan kekerabatan dan adanya anggapan perbedaan karakter ekonomi-budaya dengan warga di pulau pemukiman lainnya sehingga mendorong masyarakat Pulau Panggang sulit di relokasi ke pulau pemukiman lainnya.

Walaupun sebagaian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan, namun ada pula yang mencoba peruntungan di bidang lain, seperti di bidang pertukangan, peternakan, pendidikan, perdagangan dan lain-lain.

Dampak yang timbul akibat kepadatan penduduk dan persebaran penduduk yang tidak merata adalah terjadi degradasi kualitas lingkungan relatif besar seperti pencemaran perairan laut, kerusakan habitat terumbu karang, abrasi dan reklamasi sporadis.

Sebagai upaya dalam mengatasi masalah kepadatan penduduk ini, berdasarkan kajian yang ada, pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu berupaya mencari solusi yaitu seperti perencanaan pembangunan rumah panggung yang dilakukan, dimana program ini memanfaatkan Reeflat atau gosong yang ada untuk dijadikan lahan baru untuk pemukiman dengan pengembangan rumah panggung. Sebagai gambaran, apabila musim angin barat/timur terjadi pasang surut air laut, areal reeflat di pulau ini menjadi hamparan daratan yang luasnya mencapai ± 60 Ha.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pengembangan rumah panggung menjadi salah satu altematif yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten saat ini, meskipun dalam pelaksanaan sangat diperlukan pendekatan persuasif kepada masyarakat akan pentingnya sanitasi bagi keturunan selanjutnya. Di masa mendatang Pemerintah diharapkan mampu mengembangkan solusi alternatif yang lebih baik dalam rangka mengatasi permasalahan kepadatan penduduk di Pulau Panggang.

Meskipun demikian, Pulau Panggang memiliki bangunan bersejarah yang sampai saat ini masih digunakan sebagai Kantor Lurah Pulau Panggang, bangunan bersejarah ini harus tetap dilestarikan. Di lain hal pada setiap tahunnya, event Festival Pulau Panggang sudah menjadi kalender tahunan yang sangat atraktif dan perlu dilestarikan dan dikembangkan dalam rangka tatap menjaga budaya asli.

Ilustrasi-Berangkat Melaut /admin (KOMPAS)KINI, nelayan di Kecamatan Utara dan Kecamatan Selatan, Kepulauan Seribu, tidak lagi menggunakan racun potassium dan bom ikan untuk mencari ikan di laut. Mereka sudah sadar tentang bagaimana mendapatkan ikan dengan cara tetap ramah pada lingkungan.

“Sekarang ini kami sudah sadar setelah banyak menerima binaan dari dinas perikanan dan LSM,” kata Pak Halimun, nelayan yang tinggal di RT 3/2, Kelurahan Pulau Panggang.

Ketika ketemu Pak Halimun, dia banyak bercerita kepada saya. Pemahaman nelayan tentang bahaya racun potassium dan bom ikan dewasa ini sudah lebih maju dibandingkan sebelum 1997. Mereka tahu kalau sering-sering memakai racun di laut, akibatnya yang punah bukan hanya bibit ikan, melainkan juga terumbu karang dan khusunya merugikan para nelayan pancing.

Kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan racun, bukan hanya sesaat saja. Tapi akan berlangsung sangat lama, mengingat bibit-bibit ikan pun ikut habis. Itu sebabnya, mereka telah berkomitmen untuk ikut melestarikan alam.

Nah, alternatif yang ditempuh nelayan agar proses pencarian ikan bisa ramah lingkungan dan mereka bisa tetap bisa memenuhi penghidupan, yakni menggunakan alat-alat berupa jaring atau jala, pancing, dan tumbak.

Sejak nelayan memakai peralatan yang ramah terhadap lingkungan, mereka tidak lagi kehabisan ikan untuk memenuhi permintaan pembeli di Jakarta.

Kecamatan Utara dan Kecamatan Selatan terdiri dari enam kelurahan. Yakni, Kelurahan Untung Jawa, Kelurahan Pari, dan Kelurahan Kidung (Kecamatan Selatan). Serta Kelurahan Panggang, Kelurahan Kelapa, dan Kelurahan Harapan (Kecamatan Utara). Kota kabupaten dari dua kecamatan ini terletak di Pulau Pramuka.

Penduduk di sana, rata-rata bermata pencaharian sebagai pemancing ikan, penjaring gurame, keramba, budidaya ikan hias, dan karang hias.

Belum lama ini, Liliek Litasari Kepala Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu mengatakan indikasi dari berkurangnya pemakaian potasium dan bom ikan adalah dengan munculnya beberapa jenis ikan yang sebelumnya nyaris punah.

Dijelaskannya, dari sepuluh jenis ikan yang nyaris punah, setahun belakangan sudah ada beberapa jenis yang muncul seperti, Ikan Office, Sonang Rambut, Keletuk Peliding, dan Gepe Monyong.

Nasib Nelayan Pulau Seribu, Kini

Berbagai persoalan kini tengah membelit sebagian besar warga Kepulauan Seribu. Terutama yang menetap di Kecamatan Selatan dan Kecamatan Utara yang terdiri dari enam kelurahan. Masalah yang dihadapi, di antaranya ialah tidak lancarnya usaha mereka dalam memenuhi penghidupan yang layak.

Mereka harus mati-matian untuk mengadakan fasilitas agar mata pencaharian seperti memancing ikan, menjaring gurame, keramba, budidaya ikan hias, dan karang hias tetap berjalan. Terkadang karena tidak mampu menyediakan sarana dan prasarana, mereka terpaksa harus berhenti bekerja untuk sementara. Belum lagi kalau cuaca memburuk.

Seperti yang dialami Pak Halimun itu. Nelayan pancing betul-betul menghadapi masalah besar. Yaitu kesulitan membeli harga bahan bakar solar yang kini mencapai Rp 7 ribu per liter.

Akhirnya mereka harus mengakali masalah ini. Salah satu caranya dengan menghutang solar dulu kepada penjual bahan bakar. Nanti hutang ini akan dibayar setelah hasil dari mencari ikan di laut berhasil dijual.

Tapi, persoalan tidak berhenti sampai di situ. Mereka sering sulit membayar hutang karena ternyata hasil laut tidak sesuai dengan jumlah pengeluaran. Kalau sudah begitu, biasanya mereka akan mencicil hutang kepada penjual solar.

Selain masalah bahan bakar, nelayan jaring juga harus berhadapan dengan nelayan modern dari Jakarta yang sering datang di waktu malam hari. Peralatan nelayan dari Jakarta jauh lebih lengkap, misalnya lampu-lampu besar untuk menarik perhatian ikan di laut.

Sementara nelayan tradisional atau yang sering disebut nelayan mayang yang hanya memiliki fasilitas minim, terpaksa harus gigit jari. Dan penghasilan mereka menjadi berkurang banyak. Padahal sebelum banyak nelayan modern, pendapatan mereka masih terbilang lumayan.

Sebenarnya, masalah ini sudah agak teratasi setelah ada semacam aturan bersama bahwa nelayan modern dilarang masuk ke area nelayan tradisional.

Apabila nelayan Jakarta terlalu dekat dengan daratan pulau (maksimal lima mil), maka nelayan tradisional akan mengingatkan mereka. Hanya saja bukan berarti masalah nelayan tradisional selesai, mereka tetap sulit karena masalah fasilitas yang sangat kurang itu.

Menurut Halimun, sebenarnya nelayan tradisional pada 2008 dulu pernah mendapat subsidi dari pemerintah untuk pengadaan peralatan. Namun entah kenapa, pada 2009 bantuan itu dihentikan. Padahal, bagi nelayan tradisional subsidi berupa alat-alat melaut sangat dibutuhkan.

Kemudian budidaya ikan hias. Nelayan juga sering kesulitan memasarkan ikan dengan harga pas. Sebab, sebagian pembeli ikan di Jakarta seenaknya menentukan harga. Kalau sudah begini, biasanya mereka terjepit dan tidak punya pilihan, ikan harus dijual agar mereka tetap hidup, sedangkan harga ditentukan oleh bos ikan hias di Jakarta.

Itulah sebabnya warga di Kecamatan Selatan dan Kecamatan Utara meminta perhatian serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Mereka minta agar pemerintah juga mau bekerjasama, misalnya dalam hal pemasaran atau subsidi alat nelayan.

Nelayan agak kecewa dengan pemerintah karena mereka selama ini telah mengikut imbauan pemerintah, misalnya untuk budidaya menangkap ikan tidak boleh lagi menggunakan potassium. Semua harus dilakukan dengan ramah lingkungan.

Nah, semua itu sudah dilaksanakan nelayan. Kini, nelayan hanya minta agar pemerintah pun mendengar dan ikut terlibat secara konsisten dan serius terhadap masalah mereka.

 
Sumber : kompasiana.com 
 
 

Dalam rangka memeriahkan World Ocean Day yang jatuh setiap tanggal 8 Juni 2008, Komunitas Planet Indonesia sebagai inisiator dan Balai Taman Nasional Laut Kep. Seribu sebagai pembimbing dan penanggung jawab kegiatan mengadakan Trip Konservasi Edukasi Bahari di Taman Laut Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka, Jakarta.

Kegiatan yang bertemakan pendidikan wisata bahari ini dimaksudkan sebagai media pengenalan kehidupan bahari yang dilaksanakan pada obyek wisata bahari yang beragam dan berkualitas tinggi baik ditinjau dari aspek keilmuan, ketradisionalan dan juga sebagai alternatif lain untuk rekreasi keluarga sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekitar kita, dimana informasi bahwa Jakarta sebagai satu-satunya ibukota di dunia yang memiliki Taman Laut Nasional, menyimpan segudang potensial dan sumber daya alam yang patut dijaga dan dilestarikan sehingga layak untuk diperkenalkan kepada masyarakat awam.

Bahwa pengenalan kegiatan ini nantinya diharapkan dapat menjadi bagian dari pembentukan kesadaran atas kepedulian dan kecintaan kita untuk turut menjaga dan melestarikan kehidupan bahari.

Sebanyak 50 orang peserta yang terdiri dari 18 org penyelam dan 33 non penyelam, turut aktif mengikuti setiap sesi kegiatan dengan tertib dan teratur.

Hari Pertama kegiatan diisi dengan Pengenalan Pelestarian Penyu Sisik dan penjelasan singkat mengenai manggrove dan lamun, sementara para penyelam mendapat penjelasan singkat mengenai pengenalan kegiatan Reef Check. Dalam kegiatan pengenalan reef check ini, hanya 1 rekan penyelam, Sdr. Bonar Sitohang, yang telah mengikuti kegiatan Reef Check di Wakatobi tahun lalu, sementara yang lainnya belum pernah mengikuti kegiatan ini. Dalam RC ini, penyelam dibagi menjadi 3 group, yakni, Group Ikan, Group Karang, Group Inverbrata. Karena ini adalah kali yang pertama bagi kami, maka data-data yang diambil ternyata belum layak untuk diserahkan kepada Reef Check Indonesia (RCI), satu lembaga yang memantau dan memeriksa karang2 yang ada di perairan Indonesia yang berkantor pusat di Pulau Dewata. Selagi para penyelam melakukan pengenalan kegiatan Reef Check ini, non penyelam melakukan wisata snorkling di Pulau Air.

Malam hari, saat makan malam bersama, kami menyaksikan film-film dokumentasi mengenai kehidupan bahari dan Reef Check yang diputar dalam layar lebar.

Hari Kedua, setelah sarapan, acara dimulai dengan pelepasan tukik (baby turtle) dan transplantasi karang kemudian dilanjutkan dengan Reef Check di Utara Pulau Semak Daun bagi para penyelam dan snorkeling bagi non divers.

Kenapa Pulau Semak Daun? Yes, tujuan RC kali ini di Pulau Semak Daun adalah karena pulau ini pernah diklaim sebagai pulau paling bagus dan sehat dalam gugusan Kepulauan Seribu. Kami pun ingin membuktikan dengan melakukan Reef Check ini. Ternyata setelah selesai pendataan, benar adanya, Pulau Semak Daun ini masih layak disebut sebagai pulau yang masih sehat dan indah. Karang-karang beraneka ragam dan sehat mulai soft coral dan hard coral, sementara ikan-ikan juga lumayan beragam dan bervariasi walaupun masih kecil-kecil. Seorang rekan penyelam yang baru saja berpetualangan di Ambon dan Komodo, Ms. Erica, malah menemukan Pinnate Spadefish dari golongan Batfish yang baru ajah ditemuinya di Ambon. wuuahhh hebat kann.. ternyata penghuni laut di Pulau Semak Daun ini tidak kalah juga dengan Ambon ya. Data yang berhasil diambil hari ini oleh Mas Yohanes akan diserahkan ke RCI.

Setelah puas melaut, kami pun diajak mengunjungi budidaya ikan di tengah laut, kami pun bisa membeli berbagai ikan segar beku yang sudah dikemas dengan baik sehingga cocok sebagai oleh-oleh.

Usai sudah kegiatan penuh makna yang telah masuk dalam The Ocean Project (http://www.theoceanproject.org/wod/2008events.php#Indonesia) dan Majalah Femina No. 25, tanggal 19-25 Juni 2008 dan bagi para peserta dan pembimbing pelaksaan kegiatan mendapat Certificate Recognized dari Project Aware Asia Pasific dan Project Aware akan memuat kegiatan ini pada The Undersea Journal edisi berikut, diharapkan dengan adanya kegiatan ini, informasi mengenai kehidupan bahari yang utuh dan benar akan tersebar lebih luas dan mampu menggugah kesadaran kita akan menjaga dan melestarikan kekayaan maritin kita.
 Sumber : goblue.or.id


sukun-00

Sukun, Ragam Khasiat dalam Satu Pohon


Zaman sekarang orang biasa bergegas menemui dokter jika mempunyai keluhan penyakit. Tak jarang, setelah banyak uang melayang, penyakit yang diderita tak kunjung hilang. Karena itulah cara pengobatan alternatif pun kerap dilirik. Selain lebih murah, bahannya pun alami dan tersedia di sekitar kita. Salah satunya adalah sukun, herba ajaib yang ampuh sembuhkan aneka penyakit.
Oleh Yulia Permata Sari | Artikel ini diterbitkan pada edisi 04 Vol. 3 Tahun 2008

Gaya hidup tidak sehat yang dijalani masyarakat perkotaan saat ini membuat berbagai macam penyakit setia mengantri. Sempitnya waktu yang tersisa karena setumpuk aktivitas membuat orang kurang berhati-hati memilih makanan. Gerai fast food pun akhirnya menjadi langganan, entah karena doyan atau sekadar ikut-ikutan. Padahal, selain menyebabkan obesitas, fast food yang mengandung kadar gula, garam, dan lemak tinggi itu juga berisiko memicu penyakit jantung (penyebab kematian nomor satu di dunia yang menewaskan sekitar 17 juta orang per tahun) serta hipertensi (faktor risiko besar penyakit jantung). Siapa sangka, berbagai penyakit yang biasa disebut “penyakit makan enak” itu ternyata bisa diatasi dengan tanaman sukun, yang buahnya lekat dengan cap “makanan kelas bawah”.
Kebanyakan orang mungkin telah mengenal sukun sebagai salah satu penganan yang sedap dinikmati bersama teh manis atau kopi di sore hari. Buah sukun biasanya diolah menjadi cemilan dengan cara digoreng, direbus, dikukus, atau dibakar. Tapi barangkali hanya segelintir orang yang tahu bahwa tanaman sukun, mulai dari buah, daun, bunga, kulit batang hingga getahnya, memiliki segudang manfaat, termasuk untuk mengobati berbagai macam penyakit.
“Pohon sukun biasanya tumbuh di daerah tropika lembab bertemperatur 20-40º C dengan curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun dan kelembaban udara 70-90%”
Sukun sesungguhnya merupakan jenis yang terseleksi sehingga tidak memiliki biji. Sementara kerabatnya yang berbiji dan dianggap setengah liar lebih dikenal sebagai “timbul” atau “kelur”. Bahasa Jawanya: keluwih. Anda sendiri mungkin pernah menyantap timbul yang telah diolah menjadi sayur lodeh, sayur asam, atau ditumis dengan cabai. Timbul yang dipetik biasanya yang masih muda, sedangkan biji timbul yang tua sering direbus, digoreng, atau disangrai untuk dijadikan makanan ringan.
Baik sukun maupun timbul memiliki nama ilmiah yang sama yaitu Artocarpus Altilis (bersinonim dengan Artocarpus Communis dan Artocarpus Camansi) dan termasuk dalam famili Moraceae. Orang Eropa menyebut sukun sebagai “buah roti” (broodvrucht dalam bahasa Belanda atau breadfruit dalam bahasa Inggris), sebab pada buah sukun terdapat bagian empuk yang mirip roti setelah dimasak.
Secara fisik, buah sukun berbentuk bulat agak lonjong dengan warna kulit buah hijau muda hingga kuning kecoklatan. Ketebalan kulitnya berkisar antara 1-2 mm. Permukaan kulit buah sukun kasar ketika muda dan menjadi halus ketika tua. Tekstur buah saat mentah keras dan menjadi lunak setelah matang. Daging buah bewarna putih, putih kekuningan, atau kuning tergantung jenisnya. Rasa buah agak manis saat mentah dan menjadi manis setelah matang dengan aroma yang spesifik. Berat buah bisa mencapai 4 kg dengan panjang tangkai buah (pedicel) berkisar antara 2,5-12,5 cm tergantung varietas.

 
Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan salah satu perwakilan kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km sebelah Utara Jakarta.
Terdapat 78 pulau besar-kecil dengan ketinggian tidak lebih dari tiga meter dpl., dan semuanya merupakan gugusan pulau karang.
Pada ratusan tahun yang lalu, pulau-pulau karang itu terbentuk di atas koloni binatang karang yang sudah mati. Koloni ini pada awalnya tumbuh pada dasar laut yang dangkal, dan lapisan atasnya muncul ke permukaan laut serta mengalami pelapukan. Kemudian di atas daratan karang itu, tumbuh jenis pioner berupa semak, beberapa jenis pohon dan terjadilah daratan. Daratan yang ada di pulau-pulau tersebut tidak sama dengan daratan yang terdiri dari tanah. Demikian juga dengan kekayaan tumbuhan dan satwanya.
Umumnya, tumbuhan yang terdapat di Taman Nasional Kepulauan Seribu didominasi oleh tumbuhan pantai, seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), waru (Hibicus tiliaceus), pandan (Pandanus sp.), cemara laut (Casuarina equisetifolia), cangkudu (Morinda citrifolia), butun (Barringtonia asiatica), bogem (Bruguiera sp.), sukun (Artocarpus altilis), ketapang (Terminalia cattapa), dan kecundang (Cerbena adollam).
Kekayaan kehidupan laut taman nasional ini terdiri dari karang keras/lunak sebanyak 54 jenis, 144 jenis ikan, 2 jenis kima, 3 kelompok ganggang seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan Phaeophyta, 6 jenis rumput laut seperti Halodule sp., Halophila sp., dan Enhalus sp., serta 17 jenis burung pantai.
Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan tempat peneluran penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu sisik dan penyu hijau yang merupakan satwa langka dan jarang ditemukan di perairan lain terutama pantai Utara Pulau Jawa, ditangkarkan di Pulau Semak Daun.
Penangkaran tersebut dimaksudkan untuk memulihkan populasi penyu yang nyaris punah. Kegiatan penangkaran meliputi penetasan telur semi alami dan perawatan anak penyu sampai siap untuk dilepas ke alam.
Sebagian besar pantai-pantai di taman nasional ini dilindungi oleh hutan bakau, dimana hidup biawak, ular cincin emas dan piton.
Dibalik fenomena dan rahasia alam, sebenarnya gugusan Kepulauan Seribu menyimpan keindahan alam yang sangat menawan. Simponi pulau-pulau mungil yang hijau, deburan ombak, sinar matahari yang bewarna keemasan pada waktu senja; tentunya akan menentramkan hati pengunjung yang berada di Taman Nasional Kepulauan Seribu.
 
Pulau Kotok

Beberapa pulau/obyek yang menarik untuk dikunjungi:

Pulau Pramuka, Pulau Semak Daun, Pulau Kelapa dan Pulau Panggang: Melihat penangkaran penyu, pengamatan satwa dan wisata bahari.
Pulau Pramuka, Pulau Opak, Pulau Karang Congkak. Wreck diving kapal-kapal yang karam.
Pulau Panjang, Pulau Putri, Pulau Pelangi dan Pulau Perak: Wisata bahari yang dikelola oleh swasta.
Pulau Semut, Pulau Karang Congkak, Pulau Karang Kroja, Pulau Kotok Besar, Pulau Kotok Kecil dan Pulau Gosong Laga: Untuk kegiatan menyelam dan snorkeling.
Bulan November sampai dengan Februari setiap tahunnya sering terjadi ombak yang besar (berbahaya), dan cuaca tidak begitu bagus biasanya terjadi pada bulan Mei sampai dengan Agustus.
Musim kunjungan terbaik: bulan Maret s/d Mei setiap tahunnya.
Cara pencapaian lokasi: Dari Marina Jaya Ancol setiap hari ada kapal khusus melayani pengunjung yang ingin melihat obyek-obyek wisata bahari, dengan waktu tempuh antara 1-2 jam. Atau dari Muara Angke ke Pulau Pramuka menggunakan kapal fery sekitar 2,5 jam.
  Kantor: Jl. Salemba Raya 9, Jakarta Pusat 10440
Telp. (021) 3915773; Fax. (021) 3103574
E-mail: tnlks@indo.net.id
Dinyatakan Menteri Pertanian, tahun 1982
Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No.162/Kpts-II/95
dengan luas 108.000 hektar
Ditetapkan Menteri Kehutanan, SK No. 6310/Kpts-II/2002
dengan luas 107.489 hektar
Letak Provinsi DKI Jakarta
Temperatur udara 21° - 34° C
Curah hujan Rata-rata 3.000 mm/tahun
Ketinggian tempat 0 – 2 meter dpl
Musim Barat November - Februari
Musim Timur Mei - Agustus
Letak geografis 5°23’ - 5°40’ LS, 106°25’ - 106°37’ BT

Text Widget

Popular Posts

Recent Posts

Sample Text

Unordered List

Pulau Seribu