Perjalanan ke Kepulauan Seribu adalah ‘trigger’ setelah lama menjadi orang rumahan. Hampir dua tahun hanya ‘kuliah-pulang’, membuat hidup terasa standar saja. Sampai akhirnya saya membuka sebuah situs jejaring sosial dan menemukan thread ‘Trip Kepulauan Seribu’ dari Backpacker Community Jabodetabek, membuat hati rindu sensasi berpetualang.

Akhirnya, 11-13 Maret 2011, dengan trip ini saya akhiri masa ‘orang rumahan’ dan menjadi ‘orang yang tidak pernah di rumah’. Be Brave to explore yourself!

Pada hari Jum’at yang telah ditentukan, saya berangkat dari Bandung dengan dua teman yang baru berkenalan, Yanstri dan Tinton. Sesuai rencana, saya berangkat lebih awal menuju Stasiun Hall Bandung, satu-setengah jam lebih awal dari jadwal keberangkatan kereta Argo Parahyangan.

Namun, hingga 5 menit setelah kereta berangkat, teman-teman belum juga datang. Kami tertinggal kereta, hangus sudah tiket yang sudah dipesan. Akhirnya kami bertiga berangkat menggunakan bus menuju Jakarta. Awal yang tidak cukup bagus, tapi tidak membuat semangat turun, berusaha menjaga mood hingga akhir perjalanan.

Sampai di Jakarta sekitar pukul 11 malam (lupa tepatnya kami berhenti di mana). Kami bertemu dengan salah satu teman yang telah menunggu di meeting point. Tidak jauh berjalan, kami bertemu dengannya, Pak Suhendi.

Setelah menghubungi panitia acara dan mengetahui mereka berkumpul di Kota Tua, kami memutuskan untuk langsung menuju Muara Angke saja. Malam itu, kami tidak kesulitan mencari angkot menuju Muara Angke dari tempat itu. Berganti dua kali angkot dan akhirnya kami turun tepat di depan Polsek Muara Angke.

Suasana masih ramai meski jam sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari. Pasar Ikan sudah ramai oleh penjual dan pembeli yang lalu-lalang. Saya dan Tinton berjalan mencari tempat untuk istirahat. Berjalan menjauhi keramaian pasar menuju pemukiman penduduk hingga akhirnya kami menemukan masjid dan memutuskan untuk istirahat di sana. Kami menggelar sleeping bag di pelatarannya dan segera tertidur pulas.

Menuju Pulau Kelapa
Pukul 4 pagi kami terbangun dan segera merapikan bawaan. Kami kembali menuju meeting point yaitu Polsek Muara Angke. Tidak lama menunggu, teman-teman yang berjumlah 20 orang akhirnya sampai dengan menggunakan angkot. Setelah berkenalan satu sama lain, kami bergerak menuju dermaga kapal.

Untuk menuju tempat kapal ditambatkan, kami harus melewati pasar ikan Muara Angke. Jalanan becek dan kotor tidak membuat kami heran. Dari jauh saja sudah tercium bau asin ikan. Pedagang yang menawarkan jualan tidak kami hiraukan. Tidak ingin berlama-lama, kami berjalan dengan cepat.

Kapal yang akan kami tumpangi langsung menuju Pulau Kelapa dan berhenti sekadar untuk menaikkan penumpang di beberapa pulau. Sebelum berangkat, kami diberikan life vest untuk mengantisipasi musibah yang mungkin terjadi.

Perjalanan menuju Pulau Kelapa sekitar 3-4 jam tergantung arus laut dan cuaca. Penumpang semuanya tertidur dan hanya beberapa yang berfoto-foto di geladak belakang. Saya pun tidak ketinggalan berjemur hingga kulit menghitam.

Sampai di Pulau Kelapa, kami disibukan dengan memindahkan bawaan ke dermaga. Cuaca sangat cerah membuat sinar matahari terasa sangat panas. Kami segera berjalan menuju tempat istirahat di pulau ini, yaitu rumah Pak Iman.

Di perjalanan saya membeli es buah untuk penyegar dan melupakan panas saat itu. Jalan yang kami lalui berupa paving block dan rumah warga di sisi kanan-kiri.

Kami makan siang di rumah Pak Iman dengan hidangan ikan dan sayur asem serta sambal yang tidak kalah hot. Setelah semua siap, kami bergerak ke dermaga dan kembali berperahu menuju Pulau Kayu Angin Bira, pulau kecil tujuan kami.

Perjalanan kali ini cukup singkat, hanya sekitar 1 jam perjalanan. Menggunakan kapal kecil kapasitas 25 orang, kami sesekali tersiram ombak yang menerjang.

Snorkeling di Pulau Bira Kecil
Pulau Kayu Angin adalah pulau tak berpenghuni yang luasnya hanya 500 meter persegi. Pantainya berpasir putih lembut dengan hutan di tengah pulau. Benar-benar terasa hanya kami yang berada di pulau ini.

















Ketika sampai, kami harus berbasah-basahan untuk bisa ke daratan karena kapal tidak bisa bersandar terlalu dekat. Kami harus ekstra hati-hati karena banyak bulu babi di sela-sela karang. Dari atas kapal saja sudah jelas terlihat duri-duri hitam beracun mencuat.

Setelah mendirikan lima tenda di tepi pantai dan sebuah toilet darurat, kami kembali ke kapal untuk menikmati laut, snorkeling. Kami ke Pulau Bira Kecil yang masih dalam gugusan Pulau Bira. Memakai peralatan yang telah disediakan, kami satu-persatu berenang menikmati laut.

Arus laut sore itu cukup tenang membuat kami bisa dengan santai menikmati karang. Karang di pulau ini cukup bagus meskipun tidak terlalu jauh dari Jakarta. Saya berenang mengikuti Pak Iman menuju sisi pulau lain. Ia menjelaskan sedikit tentang jenis karang dan bintang laut.

Sesekali ia menyelam dan mengambil contohnya. Saya pun penasaran dan ikut menyelam hanya menggunakan google. Pengalaman pertama saya snorkeling di laut cukup menarik dan mengasyikan.

Menikmati malam di Pulau Kayu
Ketika sore menjelang kami kembali ke Pulau Kayu, bersiap untuk hidangan makan malam. Awalnya saya kira akan disuguhi dengan ikan mentah kemudian akan ber-BBQ ria, tapi ternyata yang dimaksud Pak Iman dengan BBQ ada ikan bakar yang siap dimakan. Acara batal tapi kami tetap saja makan sepuas hati. Acara makan-makan yang menyenangkan, sambil foto dan menikmati sunset tentunya.

Malam tiba, kapal sudah kembali ke dermaga Pulau Kelapa. Api unggun dinyalakan dan senter disiapkan. Langit sangat cerah, namun di ujung horizon terlihat sesekali kilat menyambar. Kami harap malam ini  akan terus cerah.

Sambil berbincang mengelilingi api, kami menikmati malam itu. Suasana tepi pantai sungguh menenangkan pikiran. Suara ombak dan sesekali suara ayam terdengar dari dalam hutan. Lewat tengah malam, kami baru mengantuk dan bergerak ke tenda masing-masing.

Sekitar satu jam sebelum subuh, hujan turun tiba-tiba. Kami berharap air tidak pasang melewati batas dan mencapai tenda. Syukurlah, hujan tidak berlangsung lama tetapi awan mendung masih menggantung dan menutupi matahari terbit. Pagi itu matahari hanya tampak putih dan ombak tidak terlalu besar. Kami segera berbenah tenda dan packing. Tidak lupa sepotong roti dan susu menjadi sarapan pagi itu.

Pulau Bira Besar
Kapal datang, kami segera mengangkat bawaan dan memindahkannya. Kapal bergerak menuju Pulau Bira Besar dan bersandar di dermaga. Kali ini kami snorkeling cukup melompat saja dari atas dermaga. Hujan tadi pagi membuat arus laut dari arah timur cukup beras. Kami harus ekstra hati-hati agar tidak tergores karang. Karang di Pulau Bira sudah cukup rusak, mungkin karena kapal yang bersandar di dermaga menabrak karang di bawah laut. Tidak apa, saya masih bisa menikmati main air dan loncat dari atas dermaga.

Setelah semua selesai dengan kegiatan masing-masing, kapal bergerak menuju Pulau Pramuka, ibukota Kabupaten Kepulauan Seribu. Butuh sekitar satu jam setengah untuk sampai di pulau ini.

Kembali ke Muara Angke
Kami menunggu kapal menuju Muara Angke. Sambil menunggu, kami berkeliling pulau dan berfoto-foto. Di pulau ini terdapat rumah sakit, masjid, dan kantor pemerintahan. Sekitar jam 2 siang, kapal yang kami tunggu datang dan bergerak dengan muatan penuh.

Kami yang sudah kelelahan tertidur, tapi beberapa teman main kartu dan berteriak-teriak membangunkan penumpang lain. Merasa lengket karena uap air laut dan terik matahari, saya tidak bisa tidur. Setelah perjalanan pulang menuju Jakarta yang terasa lama, akhirnya kami sampai di Muara Angke. Sekitar jam 5 sore kapal merapat di dermaga.

Kali ini pasar tidak terlalu ramai oleh pedagang karena masih sore. Mungkin lepas tengah malam baru kembali ramai. Kami berjalan keluar dermaga dan disambut sopir-sopir angkot. Setelah menego harga yang sesuai, kami bergerak menuju halte busway terdekat. Perjalanan berakhir, tapi kami berempat masih harus kembali ke Bandung menggunakan kereta dari Stasiun Gambir.

Perjalanan singkat ini adalah awal dari perjalanan setahun ini. Singkat tapi merupakan titik awal kembali hidup dalam dunia jalanan, nomaden, kuliah-jalan. Setelah dua minggu dari trip ini, saya mendaki gunung Tampomas dan gunung-gunung lainnya.

Perjalanan boleh tertunda namun tidak akan berhenti dengan mudah. Hati selalu rindu menikmati indahnya alam ini. Pikiran terus terbayang pemandangan indah Indonesia. Dari perjalanan ini pula saya berkenalan dengan orang-orang ‘gila jalan’ yang sulit untuk disembuhkan. Rela untuk tidak sembuh lebih tepatnya.

Sumber : republika.co.id 

 

Jika kota diibaratkan sebagai rumah, maka ia mesti membutuhkan taman belakang yang terpisah dari ruang kerja, bahkan ruang keluarga,  sebagai tempat para penghuninya mencicipi udara segar dan meretas kebosanan dengan pemandangan alam. Beruntungnya, Jakarta termasuk kategori rumah yang ideal. Jauh di utaranya, rumah Jakarta dianugerahi ‘taman belakang’ yang super indah oleh Sang Arsitek. Tak cuma hijau tanaman yang bisa kita cicipi, sebentang luas laut biru nan jernih, pantai berpasir putih lembut dan udara segar hembusan angin sepoy siap  jadi sepaket wahana rekreasi di gugusan taman Kepulauan Seribu. Pulau Pari adalah salah satu petak tamannya yang saya kunjungi kemarin, Rabu-Kamis, 22-23 Agustus 2012.   

Lewat pintu utara Jakarta yang berlabel Muara Angke, kita bisa menumpang kapal-kapal kayu dengan ongkos Rp 26-30 ribu. Tak butuh waktu lama, cukup dengan satu jam setengah kita sudah bisa mendaratkan langkah pertama di surga dunia seluas 94,57 hektar yang menjadi bagian dari kecamatan Kepulauan Seribu Selatan itu.




Nuansa Desa KKN rasa FTV

Pak Iyan, warga setempat yang kami utus sebagai tour-guide dan penyedia tempat tinggal beserta akomodasinya pun menyambut setibanya kami di sana. Enam sepeda mini berkeranjang depan disuguhkan kepada. Tanpa perlu dikomando, kami pun langsung mengambil dan mengayuhnya. Menyusuri deretan rumah tak bertingkat yang tersusun rapih dan asri, menuju rumah Pak Iyan.  

Untuk kita yang semasa kuliah mengikuti program KKN (Kuliah Kerja Nyata), saya jamin suasana Pulau Pari akan memutar balik memori kita. Nuansanya sangat mirip, apalagi dengan desa tempat saya KKN di Jampang Kulon, Sukabumi sana. Saking merasa miripnya, di awal-awal kedatangan saya acap kali menyapa warga dengan bahasa Sunda. Haha. Padahal di sana, bahasa elu-gua lah yang dipakai.

Suasana desa nan asri, sepeda mini dan pertemuan masyarakat urban dan sub-urban. Kita pemirsa setia SCTV di jam-jam pulang kuliah siang pasti sepakat kalau situasi tersebut persis seperti yang sering ditampilkan di FTV. Haha. Jadi, tak heran kalau saya pun jadi berkhayal kedatangan gadis pujaan hati, berbocengan naik sepeda dan malu-malu bercerita tentang perasaan. Pulang bawa jodoh!


We are friend in the ship. Yes we're in friendship. Perkenalkan, ini adalah teman-teman saya. Empat di antaranya adalah kawan dari redaksi tempat saya kerja. (dari kanan ke kiri: Lilyk, Adhi, Rian dan Nanda). Nah, yang paling kanan itu adalah sohib sehari-hari saya. Namanya Hira..
  





Mengintip laut di siang bolong, menyapa perawan di kala senja.
Rangkaian acara sudah diagendakan oleh Nanda, teman saya yang mengutus dirinya sendiri sebagai komandan upacara perayaan libur lebaran ini. Snorkeling adalah hal pertama yang dijadwalkan seselesainya kami mencicipi es buah welcoming drink, dan merapihkan barang bawaan di rumah. Tak lupa, saya pun menyiapkan alat pemotong ruang dan waktu untuk dibawa: kamera analog dengan tiga roll film ASA 100-200 dan kamera pocket kelas prosumer.

Lengkap dengan rompi pelampung, google, dan sepatu katak kami naik ke kapal, mengarah ke tengah laut yang entah di mana. Kalau saja yang kami naiki adalah banana boat atau perahu arung jeram, maka kami akan dijatuhkan dengan sengaja atas nama keseruan. Tapi ini bukan. Kegiatan yang kami lakukan adalah snorkeling. Perahu berhenti di tengah laut. Lalu kami menceburkan diri ke sana. Merangkak di permukaan, mencelupkan wajah ke dalam air, mengintip isi hati laut. Kalau kalian iseng, kalian juga bisa membuktikan ungkapan ‘’dalamnya lautan bisa diukur, tapi hati orang siapa yang tahu’’. Silahkan selami itu laut, dan ukur kedalamannya. Niscaya kalian akan lebih memilih untuk membelek mayat di RS Cipto dan mengukur hati manusia dengan penggaris gopean yang beli di warung.

Tapi, andaikan laut itu manusia, maka hatinya selalu riang pastinya. Warna-warni ikan selalu menghidupi birunya. Sinar matahari yang malu-malu bertamu ke kedalamannya membuat hati laut hangat adanya.

Tak lama, akhirnya saya tahu, ternyata tengah laut itu adalah bagian dari jalan  kami ke Pulau Tikus. Jangan tanya kenapa namanya begitu, saya tidak tahu dan tidak sempat bertanya karena saat melihatnya dari jauh sudah terlanjur dimabuk oleh pemandangan yang aduhai. Pasir putih dan mengkilap yang memantulkan cahaya matahari, pepohonan yang menjalar di sekujur tubuhnya yang kecil itu, serta karang beserta ranting-ranting pohon mati yang menjadi gapura yang menyambut tiap pengunjung. Sontak kami pun turun dari perahu dan menghampirinya. Tapi sial, keindahan itu hanya terasa dari kejauhan, Pulau Tikus ini jauh-genic. Ternyata banyak sekali sampah bertaburan, kotor, persis seperti tikus. Untungnya, tikus ini adalah tikus putih yang masih lucu untuk dipelihara. Hehehe. Jadi kita masih bisa mengabaikan kotornya dan menikmati sisa keindahannya. Tak banyak ritual yang bisa kita lakukan di sana kecuali mengoleksi kerang dan mendokumentasikan memori alias berfoto.




Usai snorkeling dan berplesir ke pulau tikus kami pulang ke rumah. Saat itu adalah pukul satu siang. Hari begitu bolongnya sehingga seluruh sinar matahari bisa masuk menyerang begitu saja. Itulah mengapa tidur siang menjadi perlindungan yang kami pilih. Hingga akhirnya, di pukul empat sore, saya terbangun dan menyesal. Liburan kok tidur. Dengan terburu-buru, saya pun mengambil sepeda, menyusul Hira, sohib yang sangat piawai dalam hal berlibur, ke Pasir Perawan, pantai bagian barat ujung Pulau Pari.
   
“Mirip Pulau Sempu ya, ki,” itu adalah kata sambutan Hira setibanya saya di sana. Saya pun mengiyakannya. “iya, private dan jernih banget yah. Setengahnya Pulau Sempu lah, Ra,” jawab saya. Seperti halnya perawan, pantai ini memang sangat menggoda untuk dijamah tiap inchi keindahannya. Tak hanya pemuda saja yang suka, anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak pun begitu riang bermain. Ada sebidang lahan yang disulap menjadi lapangan bola dan voli, area air tak berombak dan cetek tempat bocah-bocah main banjir-banjiran, dan sampan-sampan yang menepi siap untuk disewa mengelilingi kawasan perairan. Kami pun menjajalnya. Menyewa dua perahu untuk menjauh sedikit dari tepi menghampiri matahari yang akan pergi tenggelam dari cakrawala. 
    
Tak puas hanya menyapa di kala senja, malam harinya pun kami kembali ke Pasir Perawan. Keindahan visual yang tertutupi gelap malam ternyata masih bisa diimbangi oleh angin sepoy yang menemani obrolan hangat kami. Apalagi semangkuk indomi dan kelapa muda yang menjadi cemilan kami melangkahi waktu hingga lewat pukul sembilan.
   
“Asal muasal nama perawan ini adalah dari cerita seorang gadis perawan yang menghilang saat ia kabur ke sini. Dulu, daerah ini isinya pepohonan, baru dua tahu lalu dipangkas dan dijadikan objek wisata,” Pak Iyan pun ikut meramaikan suasana dengan cerita-ceritanya.
   
Tidur nyenyak pun menjadi hadiah Tuhan sepulangnya kami mengencani si Perawan. Tak ada mimpi hingga kami serentak bangun di pukul lima pagi demi menyambut matahari yang datang.
   
Menggelar red carpet matahari hingga ke Padang Lamun
   
Bukit Matahari, tak jauh dari dermaga tempat kapal-kapal berlabuh menjadi tujuan kami. Sepetak jalan berpondasi karang seoalah menjadi red carpet yang manjadi jalan untuk matahari bangkit disambut kami, para pemujanya.
   
Terpaksa puas dengan warna matahari yang muram itu, kami pun hengkang menuju barat pulau. Menyusuri rumah-rumah warga lagi, lalu masuk ke jalan setapak yang didampingi ilang-ilalang di kanan-kirinya. Sejurus kemudian, tiba lah kami di Padang Lamun. Tak begitu jelas tempat apakah itu, ada halaman air yang ditumbuhi tanaman – sepertinya bakau – dan jalanan seperti setapak di Bukit Matahari. Tak jauh di seberang sana, kita bisa melihat tepian pulau tetangga yang sepertinya sedang sibuk dibanguni resort.
   
Cukup banyak menit yang kami habiskan di sana untuk bermain-main. Mengeksplor biota tepi pantai, menertawakan sampah-sampah yang ajaib ragamnya: dari mulai kasur, botol obat kuat, sandal, hingga celana dalam bisa kita temui nyangkut di karang atau tenggelam di air. Pastinya, ritual berfoto pun kami lakukan atas nama keabadian memori dan perasaan senang.

Tepat pukul sepuluh pagi, setelah untuk berpamitan ke Pasir Perawan, saya dan rombongan pun naik ke kapal pulang. Kali ini kami duduk di tingkat dasar, tidak di tingkat dua seperti saat di kapal berangkat. Alhasil, guncangan kapal pun begitu pekat tarasa. Dipadu dengan hawa gerah yang membahana, guncangan itu sukses mengundang mabuk laut di tubuh ikut meramaikan acara. Hahaha…

Mungkin wajar saya jadi mabuk. Terlalu banyak kesenangan yang saya teguk di sana. Biar imbang, mungkin perlu dimuntahkan beberapa. :D

"Karena semua aliran air, akan berujung ke laut" kutipan dari film Perahu Kertas. 


Sumber : terlalurisky 



WELCOME………PULAU PRAMUKA :)

gerbang selamat datang @ pulau pramuka

papan iklan pulau pramuka
PULAU PRAMUKA adalah IBUKOTA nya seluruh gugusan kepulauan seribu dibawah administrasi PEMKOT JAKARTA. :)
itu yg pertama kali saya ucapkan begitu melihat dari kejauhan kalau pulau itu yg saya n rombongan tuju.

pulau pramuka dari kejauhan
2,5 jam perjalanan dimulai dari jakarta yakni muara angke tepatnya terombang-ambing dilautan dengan menggunakan kapal kayu nelayan. Oo…ya sebelumnya saya akan menceritakan secara detail perjalanaan menuju ke sana sampai pulang kembali kerumah.
Saya dgn rombongan berangkat dr rumah sekitar jam ½ 5 tepat azan subuh berkumandan. Ini adalah perjalanan pertama kali saya menuju ke kepulau seribu yakni pulau pramuka tepatnya. Untungnya saya dgn rombongan berangkat di antar dgn mobil salah satu rekan rombongan. Kami semua belum ada yg pernah ke muara angke, jadi dgn niat serta modal tanya penduduk disana maka kami yakin kalau kami tidak akan nyasar. Krn rumah saya dekat dgn akses tol jagorawi maka salah satu akses perjalanan yg mudah n menyingkat waktu. Meski masih subuh dan orang pasti beranggapan kalau jam segitu pasti tidak akan terkena macet.  Bukan masalah macetnya tapi saya mengejar waktu krn dr cerita-cerita yg pernah ke kepulauan seribu jgn sampai ketinggalan kapal tuk menuju ke masing-masing pulau. Jam keberengkatan mereka adalah jam 7 pagi. So…setidaknya saya harus sampai di muara angke jam 6 pagi. Mempersiapkan ini itu….karena kebetulan rombongan saya terbagi 2. Makanya harus siap sedini mungkin untuk mempersatukan rombongan kami. Benar saja ternyata utntuk perjalanan ke muara angke tidak semudah yg diperkirakan. Apalagi sekaliber kami biarpun banyak orang tapi tidak ada satupun yg punya pengalaman ke sana. Sebenarnya seh bisa saja selain ke muara angke kita bisa naik kapal dari marina ancol. Cuma kalo di pikir-pikir masuk ke marina ancol mesti bayar pintu gerbang menuju ancolnya. Wah biaya lagi, oh…iya sambi menginggatkan saja perjalanan saya n rombongan ini ala sedikit backpaker. Sebisa mungkin sedikit biaya yg di keluarkan maklum jalan-jalan bareng mahasiswa. Rombongan kami adalah asisten lab yg terbilang mahasiswa dari universitas swasta yakni GUNADARMA so pasti tau lah hanya bisa dgn budget yg terbatas. Tiap tahun saya dgn beserta asisten ini selalu melakukan repesing jalan-jalan menyambut libur panjang yg dimulai dari bulan juli sampai bulan september. Kasian mereka penat dgn tugas-tugasnya sebagai asisten. Karennya saya sebagai koordinatornya mengajak mereka untuk jalan-jalan represing. Ini tahun ke-2 kami represing, sebelumnya di tahun pertama kita jalan-jalan dan menginap di PANTAI CARITA-ANYER BANTEN.
Nah sekarang di tahun ke-2 kami pergi ke PULAU PRAMUKA-KEPULAUAN SERIBU JAKARTA.
Kembali lagi ke cerita saya menuju muara angke. Ternyata untuk masuk ke dermaga muara angke kita harus melewati pasar ikan muara angke. Saya menginggatkan untuk menyiapkan tisu basah yg beraroma atau minyak kayu putih.

Karena kalau tidak kuat dgn bau pasar ikan yg di hasilkan kan pasti akan muntah-muntah. Saya termasuk tipikel orang yg tidak jijikan ato santai saja lah. Tapi dengan bau yg di timbulkan di pasar ikan muara angke, saya nga kuat bau nya. Mual serasa…maaf mau  muntah, karena nya saya anggap ini bau nya sudah keterlaluan. Tidak ada satu orang pun yg ada di rombongan saya yg tidak mual baik laki-lakinya yg ada dalam rombongan saya. Karennya mungkin harus hati-hati untuk anda yg agak jijikan pasti akan nyusahin diri sendiri……heheheee.

Tepat jam 6 pagi saya tiba di pom bensin muara angke yg menjadi basecamp kita tuk nantinya menuju ke kapal. Ternyata bukan hanya rombongan saya saja, tetapi banyak sekali orang-orang yg ingin menuju ke pulau seribu baik pulau pramuka maupun pulau tidung. Rencan nya kami sampai di muara angke ingin menunaikan ibadah sholat subuh karena sedari di rumah belum sempat menunaika sholat subuh. Alhasil kita akan menunaikan sholat subuh di mushola pom bensin yg telah di sediakan. Hanya saja yg saya sayangkan adalah masalah  untuk mengambil wudhu.

suasan peminat pengunjung ke pulau tidur or pulau pramuka
Toilet yg dioperasikan hanya 1 buah, Itu pun hanya toilet pria saja. Sudah pasti kita ngantri panjang hanya untuk menggunakan fasilitas toiletnya saja. Selesai dari situ saya menuju kapal yg akan mengantarkan kita ke masing-masing tujuan. Jadi arahnya kalau dr pom bensin itu kita menuju ke kanan pom bensin ada lorong besar tuk menuju ke kapal. Memang terpencil letaknya Cuma nga jauh dr pom bensin itu mereka bersebelahan saja hanya di batasi dengan tembok saja (sayang saya tidak sempat mengabadikan pom bensin yg dimaksud). Melihar deretan kapal bersandar saya sempet bingung kapal mana yg akan berangkat mengantarkan kami. Ternyata di sana sistemnya seperti terminal tinggal tanya saja awak-awak, kapal mana yg menuju ke masing-masing pulau seribu. Jangan sampai salah krn sepertinya rutenya berbeda-beda. Karena yg sedang banyak dikunjungi pelancong yg masih menjadi favorit adalah “pulau pramuka” dan “pulau tidung”. Salah satunya saya ke pulau pramuka dan ternyata beda kapalnya antara pulau pramuka dgn pulau tidung. Untung kami bertanya dulu kapal yg akan menuju pulau pramuka. Sesampainya di kapal ternyata posisi penumpang yg di atas kapal sudah penuh tinggal tersisa yg di bawah. Alhasil kami semua romboangan mengambil posisi duduk yg di dalam kapal. Ada 2 hal yang saat itu yg terlintas di pikiran saya, pertama adalah kapalnya lumayan besar untuk menganggut penumpangnya. Dan yang kedua kok kami masing-masing penumpang tidak dilengkapi dengan pelampung saat kapal sudah meninggalkan dermaga. Berbeda jauh sekali dengan apa yg kami lihat dari pelayanaan yg di pampang di internet. Untuk saya orang yg tidak bisa berenang ini menjadi ke khawatiran tersendiri. Selama perjalanaan saya Cuma bisa berdoa meminta untuk selamat sampai di tujuan. 2,5 jam bukan waktu yg sedikit dgn terombang-ambing dilaut lepas tanpa mengenakan baju pelampung. Setegah perjalanan mual mulai melanda. Apalagi kalau ada ombak besar…waduh seramnya minta ampun dan parahnya ternyata dgn berada di dalam kapal hantaman air ombak begitu terasa. Tidak sedikit banyak yg pusing-pusing. Banyak yg menyiasati dgn tidur di dlm kapal dan ada beberapa oarang tua yg tidak henti-hentinya membaca ayat-ayat suci al-quran. Tapi saya kagum dan terheran-heran dgn ada beberapa orang tua yg mau dan berani mengarungi lautan dgn fasilitas seadanya, merekapun tidak rewel. Untuk saya  tidur tidak membantu malah dgn tidur  saya merasakan hantaman air laut makin terasa. Yg ada saya berdiri memandang di luar jendela memperhatikan satu dua pulau yg terlintas selama perjalanaan. Itu tidak membuat bete saya dalam perjalanan. Sistem bayar ongkos kapalnya pun tidak beda dgn naik angkot. Selama perjalanan ada 2 orang kru kapal yg menarik ongkos sebesar Rp 30.000,- / orang. Ongos yg terbilang murah dgn lama perjalanan 2,5 jam. Lama-lama berkutak save-atao tidak membuat saya jadi ngantuk padahal tidak berapa lama saya akan sampai ditujuan. Pulau pramukapun terlihat dan dermaganya pun sudah banyak di penuhi orang. Kebanyakan mereka adalah guide lokal yg akan menjemput para tamu, salah satu nya adalah guide.
selama perjalanan kita banyak melewati pulau2 kecil yg juga masuk ke dalam gugusan kepulauan seribu diantaranya :

pulau onrust

pulau bidadari

pulau untung jawa

pulau rambut


























kekhawatiran di lautan pupus sudah setelah melihat perairan lautan pulau pramuka begitu bening dan jernih. Kalau sampah seh wajar saja masih ada di perairan pulau pramuka karena itu biasanya sampah-sampah dari jakarta dan akhirnya sampai di perairan pulau pramuka ini.yg menjemput rombongan kami. Alhamdulilah begitu kami menapakan daratan di pulau pramuka Sesampainya di pulau pramuka saya dan rombongan di sambut oleh guide setempat untuk menuju tepat penginapan. Penginapan yang sama pilih berupa home stay yg tarif permalam nya berkisar antara Rp 300.000 s/d Rp 450.000,-. Penginapan yg kami pilih berharga Rp 400.000,- yg bisa menampung 15 s/d 20 orang. Kamarnya seh Cuma 2 kamar tapi kamar satunya besar bisa masuk 5-8 orang ditambah ruang tamu lumayan besar, karenanya kami siasati dengan menambah ekstra bed saja. 2 kamarnya di lengkapi dengan AC. Memang seh 1 Ac di isi untuk 2 kamar jadinya tembok penghubung antara kamar satu dgn kamar satunya di jebol seukuran AC. Di ruang tamu disediakan aqua galon dgn mesin dispensernya, TV dan kipas angin.
Saat itu kami tiba di pulau seribu sekitar jam 9 an tapi panasnya sudah seperti jam 12 siang. Sinar matahari menyengat kulit, sembari berjalan menuju home stay yg kami booking sebelumnya. Penginapannya seh tidak berview lautan tp masih masuk ke dalam pemukiman penduduk, Cuma nga terlalu jauh seh klo lurus keluar rumah lautan bebas sudah kliatan. Selama perjalanan menuju penginapan saya melewati kantor pemerintah pulau seribu dan yang pasti di depan dermaga ada rumah sakit besar dan bersebelahan dgn kantor pos. Saya jadi berfikir ternyata tidak udik-udik banget lokasinya ya pulau seribu ini masih ada tempat layanan publik. Banyak jg rumah-rumah penduduk yg yg di sewakan untuk menjadi homestay.
Sesampainya di penginapan saya langsung menuju kamar untuk beristirahat. Saking panas n gerahnya saya ingin menyalakan AC kamar. Tapi sayang saya baru ingat kalau listrik di pulau ini beroperasi dari jam 4 sore s/d jam 7 pagi. Jadi bisa di bayangkan kalau jam 9 an sudah pasti gilirannya listrik mati. Gerah dan panas yg saya rasakan, berbeda dgn laut-laut yg pernah saya sambangi. Ternyata di pulau pramuka ini angin lautnya tidak sampai ke pemukiman penduduk di mana saya tinggal. Ombak lautnya pun datar-datar aja tidak ada hempasan gelombang tidak seperti laut-laut pada umumnya.
Karena saya dgn rombongan tidak ikut paket wisata yg di tawarkan di pulau seribu ini, guide kami menawarkan hiburan berupa snorkling dan kunjungan-kunjungan ke beberapa penangkaran ikan. Snorkling di kenakan biaya Rp 40.000/ orang nya yg terdiri dari jaket pelampung alat sorklingnya dgn beberapa sepatu selam. Plus sewa kapal nelayan untuk ketengah laut seharian dgn biaya Rp 350.000,-.
Kalau dgn rombongan banyak begini patungan untuk sewa kapal tidak berasa mahal. Seperti tidak ada  letih nya setelah sholat zuhur dan makan siang ( menu : sayur asem + ikan asin + ayam goreng + sambal terasi + lalapan + kerupuk udang ) kami langsung berangkat menuju tempat penangkaran ikan plus sekalian snorkling. Menuju ke kerambah2 apung ga lama, Cuma hitungan menit, 15-an menit lah udah sampai. Selama diperjalanan laut nya bersih bgt biru.


Akhirnya sampai juga dikerambah apung nya milik nelayan. Disandaran pertama kita berlabuh di dpn resto terapung pula. Berjalan menyusuri jalanan papan yg dipasang rapi dengan dibawahnya si air laut,

@penangkaran ikan hiu
kerambahan pertama adalah kolam nya si ikan hiu . Ikan hiu nya seperti nya jinak, tapi klo ditantang suruh nyebur kesana biar jinak sekalipun nga deh…..takuttt….hahahahaa :) ) ).




Kemudian disebelahnya ada kerambah apung nya ikan kakatua dll (ga tau nama2 ikan nya :D ). Airnya juga jernih.

Jalan menyusuri jalan setapak ke kerambah lainnya ada ikan bandeng. Ikan nya banyak bgt dan gede2, ikan-ikan piara nelayan itu lah yg nantinya akan dibawa dan dijual ke pasar2 di  jakarta. Begitu di kasih makan berupa pelet, mereka muncul kepermukaan berebutan makanan. Pemandangan yang indah :D . jalan disini mesti hati-hati, nyasar sedikit nyemplunglah kita kedalem laut. Dalem loh laut nya di sekitar kerambah bisa bikin nyelem dah….hehehehe ;) )

Selesai dikerambah saat nya bersnorkling ria menuju pulau aer. Tapi eitt……sebelum ke snorkling yg sessungguhnya. Kita dikasih brefing dulu sama guide yg melayani kita seharian penuh ini.

breafing time
Lupa nama pulaunya….pasir nya putih plus ga dalam. Maklum tuk belajar dulu gimana caranya snorkling. Karena kita2 baru pertama kali neh ikutan snorkling. Ternyata awalnya susah, tapi kita cepet belajar. So ga butuh waktu lama sekitar 20 menit-an kita sudah dipercaya guide nya untuk keacara yg sebenarnya.

Ternyata pulau tsb dikhususkan untuk belajarnya para amatiran di snorklingers.

Karen klihatan banyaknya orang2 beserta kapal2 sewaan yg bersandar. Selesai brefing kita menuju pulau untuk bersnorkling. Oyaa…ada yg lupa, saat menggunakan kacamata snorkling kyk nya karet yg dipake gw udah mulai kendor ato emang udah sobek. Begitu dipake malah sobek beneran….sial deh gw. Eh…disuruh ganti deh bayar 50.000. lah kaga diapa2in ko bisa putus….nga ngerti deh…..hahahhaa  :)) )

Wawww….pemandangannya pulau yg bagus diapit 2 pulau kecil membentuk gerbang, seolah-olah menyambut kita dalam bentuk gerbang selamat datang.





Rombongan para snorklinger sudah banyak yg ngumpul di sana, termasuk kapal-kapal yg bersandar di sana seolah-olah mencari tempat spot yg sangat bagus. Dasar karangnya sudah terlihat dr atas kapal. Ikan-ikan kecilpun sudah bisa terlihat dengan mata telanjang.

Ga berapa lama….byurrrrrr……berenang lah gw dengan pelampungnya. Begitu kaki ke dasar ternyata ga seberapa dalam. Toh sebatas leher orang dewasa begitu kita pijak dibatu karang tadi. Hati berdiri diatas karang tsb, salah posisi sedikit aja bisa-bisa kaki yg tergores luka…perih lah
Pake kacamata menyelam akhirnya menyelam klo sesekali sesak muncul kepermukaan. Begitu capek naek keatas  kapal……..bbbrrrrr dinginnnn…..baju basah plus angin laut……dinginnya sampe bisa ngemeretakin gigi. Dr pd kedinginan diatas kapal mending nyebur lagi. Malah air lautnya hangat dibanding keatas kapal tertiup angin :D

Setelah dari pulau aer si guide nya nyarain ke tempat spot snorkling yg lain. Ternyata begitu sampai di situ udah banyak juga rombongan yang lain. Begitu nyemplung…………..bbrrrrr…………KAGA DEH….gw langsung keatas kapal lagi. Ternyata dalem tuh spot kita tuk snorkling. Nyemplung kaki ga bertapak pada apapun, beda saat dipulau aer tadi. Begitu nyelam pake kacamata snorkling kaga keliataan dasarnya. Semua nya gelap meski ada beberap ikan yg lewat. Tapi spot yg kali ini nga berani deh gw. Ternyata anak2 yg lain jg ga lama disitu, karena dalem jadi mereka perlu ekstra berenang disitu. Satu persatu nyusul keatas kapal :D


Ga berapa lama kita sepakatin untuk kembali kedaratan,







Karena akan menanti adanya sunset. Dari kejauhan kelihatan sunset akan menyajikan pemandangan yg spektakuler. Langit mulai kelihatan jingga. Menikmati sunset semuanya dalam keadaan basah habis snorkling tadi. Klo langsung ke penginapan sayang meninggalkan momet sunset di lautan, cuek lah….heheheee

Balik kepenginapan untuk mandi bersih-bersih trus sholat magrib deh. Abis gt serempak menuju pinggiran  pantai pramuka untuk makan malam.

Karena makan malam ini kita pake menu ikan bakar yg sudah dimasakin oleh penduduk setempat. Duduk2 kumpul dipinggir pantai pakai tikar untung nga hujan, acara lesehan ceritanya :D …..asap bakaran ikan tercium mengenakan,

perut serasa sangat lapar ingin menyantap hidangan si ikan bakar tadi. Ikan di pilih tuk dibakar salah satunya ikan kakatua yg banyak diperairan pulau pramuka ini. Ga berapa lama……tararaaaaaa……..menu bakar an ikan sudah siap disantap plus sambal nya yg 2 jenis, ada sambal kecap dengan sambal terasi. Mantaafff……malam2 dingin begini makan makanan yang baru matang terhidang. Semuanya lahap dengan menup pilihannya masing-masing.

Dengan orang yg sebanyak itu dan ikan yg terhidang begitu membuat makanan yg terhidang nga abis. Alhasil makanannya dibawa ke penginapan kalo2 ada yg lapar malam2. Acara makan malampun selesai kita kembali lagi ke penginapan tuk acara bebas. Mau istirahat tidur juga boleh….hehehhee…itu kegiatan yg gw pilih. Waktunya tidurrrr……jam menunjukan sekitar jam 22.30 malam. SelaMat MalAm…..:)



Keesokan paginya bangun jam 5 pagi sholat zuhur trus menikmati sunrise di pulau
pramuka sambil jalan2 pagi melihat kesibukan pendudukan setempat. Semuanya mulai sibuk dengan yg berjualan sampai penduduk yg bersiap menyediakan sarapan untuk para tamu2 dari masing penginapan. Salah satu nya di penginapan saya. Menyusuri pagi dipulau pramuka sungguh menyenangkan sepanjang perjalanan kita selalu menempatkan moment berupa foto untuk diabadikan. Shot sana….shot sini ;) Berfoto2 ria di pelabuhan sisi barat dari pelabuhan hilir mudiknya kapal2.

ekpresi nya :D






terus singgah di penakaran penyu sisik. ke tempat ini kita cuma jalan kaki menuju sana ga terlalu jauh seh.




























disana banyak anak2 penyu ato tukik2 kecil yg lucu. hasil dari penangkaran penduduk setempat untuk melestarikan penyu sisik. masuk ke tempat ini gratis alias nga bayar. HEBAT….bravo tempat wisata nga dipungut bayaran :)

Ga berapa lama perut mulai berontak….lapar, mesti sarapan dulu. Puas berfoto-foto kembali ke penginapan untuk menyantap hidangan sarapan yg sudah tersajikan dari orang yg bertanggung jawab menyediakan logistik makanan. Karena bepergian kali ini menggunakan travel jadi tinggal bayar aja…So duduk manis tinggal menikmati. Menu sarapan kali ini bermenu nasi goreng telor ceplok plus kerupuk ditemanin teh manis hangat. Setelah makan terus siap-siap rapi’in pakaian untuk cekout pulang menuju jakarta kembali.
Siang itu mulai angin dan ombaknya serem juga. Melihat ke kejauhan….widiwwww…….serasa ga berani pulang….hehehheee. dipelabuhan sudah banyak tamu yg siap2 pulang ke jakarta juga. Jangan sampai ga kebagian kapal neh kyk gini….ga lucu aja ga bisa pulang. Tapi apa jadinya klo neh kapal kelebihan penumpang. Karena yg nunggu dipelabuhan banyak banget orang nya. Kira2 mereka ngitung isi penumpang ga ya ??? dicocokkan kapasitas jumlah maks penumpang kapal ga yaa??? Wididwwww…..serem klo mikirnya begitu
Bismilaaahhhhhh aja deh…….selama perjalanan meninggalkan pulau pramuka menuju jakarta menunggu jeda waktu 2,5 jam enaknya diisi dengan tidur aja.

Toh….duduk aja dikibas2 angin membuat mata kantuk. Ya tidur lah kita semua…………. :D
Byeeee…………Byeeee………..Pulau Pramuka…..
Wasalammualaikum wr wb
Moga bermanfaat :)

Sumber : rose3sv


Text Widget

Popular Posts

Recent Posts

Sample Text

Unordered List

Pulau Seribu