Di saat wisata Pulau Tidung sedang marak, aku dan teman-temanku memilih
Pulau Pari sebagai tempat kami berakhir pekan. Masih bagian dari
Kepulauan Seribu, Pulau Pari termasuk salah satu pulau yang bisa
dibilang belum terlalu banyak wisatawan yang datang. Masih sepi peminat.
Entah karena namanya yang belum bergaung kencang, atau mungkin karena
konsep pulau ini yang jauh lebih sederhana dibandingkan pulau Tidung
atau pulau Pramuka.
Berangkat dari Muara Angke, bersama dengan para backpacker lainnya yang akan menuju pulau-pulau lainnya. Tampaknya berwisata ke Kepulauan Seribu memang sedang trend,
terbukti dari banyaknya rombongan yang akan berangkat. Ternyata
keramaian ini tidak hanya terjadi pada hari itu saja, tapi juga pada
pekan-pekan sebelumnya.
Kapal motor yang kami tumpangi memiliki 2 lantai. Jika tidak ingin masuk
angin, sebaiknya duduk manis di lantai 2 dan terlindung oleh dinding
kapal. Peserta yang akan menuju Pulau Pari diangkut dengan kapal yang
sama dengan peserta yang akan ke Pulau Pramuka. Kami beda kapal dengan
peserta Pulau Tidung. Sekitar 2 jam kami terombang-ambing di laut Jawa
dengan tetap menggunakan pelampung selama berada di kapal. Untung warna
laut hanya tampak kebiruan, tanpa buih. Buih menandakan bahwa ombak
sedang tinggi. Kondisi yang tidak diharapkan bagi aku yang mudah mabuk
laut.
Kapal sempat merapat sejenak di Pulau Pramuka. Beberapa penumpang turun,
membuat kami bisa sedikit bergerak dengan leluasa. Tidak lama
kemudian, kami pun merapat di dermaga kecil Pulau Pari dan disambut
oleh beberapa pemandu yang akan siap memandu kami selama 2 hari.
Sejenak aku melayangkan pandang ke arah lautan. Hijau bening. Sederhana
dan tampak alami. Aku begitu bersemangat. Ini kali pertama aku
menjelajah pulau. Kami diantar ke salah satu rumah penduduk yang sudah
disewa untuk kami bermalam. Tak ingin membuang waktu, kami langsung
pergi menjelajah pulau. Dengan membonceng sepeda, kami pergi menuju
salah satu sisi pulau. Lalu kami berjalan kaki menapaki jalan berbatu
membelah lautan. Wow!! Dari tempat kami berdiri, bisa terlihat
pulau-pulau tetangga.
Perut yang lapar membuat kami harus kembali ke rumah. Menikmati hidangan
pertama di pulau itu. Yummy! Nasi, lauk, dan kerupuk, kami habiskan
untuk menambah tenaga. Karena setelah ini kami akan melanjutkan
petualangan bawah air, SNORKELING!
Uh! Aku jadi was-was lagi. Saat memutuskan untuk ikut ke Pulau Pari, aku
sudah tau konsekuensi yang akan aku hadapi. Snorkeling salah satunya.
Aku tidak bisa berenang, tapi karena diiming-imingi ada pelampung, aku
pun menurut. Ingin mencoba sesuatu yang baru dan berusaha menaklukkan
rasa takutku sendiri.
Menjelang sore, kami kembali ke dermaga. Perahu motor kecil yang akan
membawa kami ke lokasi snorkeling, sudah menanti. Wuuuz! Kami pun mulai
membelah perairan. Aku duduk di ujung depan perahu, dan merasakan
betapa aku sangat kecil di tengah lautan yang luas terhampar.
Cuaca sangat baik sore itu, tidak panas dan tidak juga hujan. Perahu
kami mulai melambat. Sang pemandu mulai menentukan posisi melempar
jangkar. Ku tengokkan kepala ke pinggir perahu. Di balik air laut yang
bening kehijauan, aku mampu melihat ada keindahan terumbu karang di
bawah sana. Perlengkapan snorkeling sudah melekat di badan. Rasanya
ingin segera melompat dari perahu. Tapi sang pemandu mencegah. Dia
bilang ini masih terlalu dangkal. Maka dia pun membawa perahu ke area
laut yang lebih dalam. Ahh, sial.
Kami melaju beberapa meter ke depan, dan akhirnya sudah menemukan spot
yang bagus untuk snorkeling. Kedalaman laut sekitar 4 meter. Ok! Aku pasrah saja. Dari awal aku sudah meminta teman-temanku untuk menjagaku di laut, kalau-kalau aku mendadak terbawa arus.
Sudah tahu tidak bisa berenang, tapi aku termasuk yang paling awal
menceburkan diri ke laut. Huuuft! Dingiiiin!! Beberapa detik aku sempat
merasa hilang arah. Ternyata benar aku terbawa ombak. Untung temanku
dan sang pemandu langsung mendekat dan menyelamatkanku. Hehehe. Payah
sekali aku ini!
Kemudian aku pun mulai perlahan mengarungi lautan sambil tetap
berpegangan dengan temanku. Kutelungkupkan wajahku ke dalam air untuk
melihat pesona alam yang terbentang. Aku pun terayun-ayun menikmati sore
di laut lepas, hingga tak menyadari bahwa perahuku mulai menjauh.
Sumber : kompasiana.com