Beberapa pulau dilewati, mulai dari yang paling dekat Pulau Bidadari, Pulau Untung Jawa, Pulau Rambut, dan entah pulau apalagi namanya. Sekitar jam 11 siang perahupun merapat di dermaga Pulau Pramuka, sudah banyak orang-orang dermaga itu, ada yang berjualan ada juga yang mungkin akan berangkat ke pulau tetangga yaitu pulau panggang. Di pulau ini aku merasa seperti ada di miniatur sebuah kota, karena di pulau ini sebagian besar bangunan perkantoran, dan rumah tidak sebesar di Jakarta. Ada kantor pos yang hanya sebesar kamar kos, rumah sakit umum daerah yang tidak begitu besar, dan pagar-pagar rumah pun tidak setinggi pagar rumah yang ada di Jakarta. Sampai gerobak tukang jualan keliling pun hanya setinggi lutut orang dewasa tanpa adanya penutup diatasnya, kalau di Jakarta mungkin seperti gerobak pemulung, tapi tidak setinggi itu.   





Pagi itu jam 7 pagi di dermaga Muara Angke aku dan beberapa teman sudah berada diatas perahu ojeg yang akan menuju Pulau Pramuka. Menunggu penumpang sekitar setengah jam sebelum perahu berangkat dan sepertinya ini adalah perahu yang kedua yang akan berangkat. Untuk sampai ke Muara Angke kami sewa angkot dari Terminal Grogol dengan biaya yang super murah karena disamakan dengan tarif umum (bukan tarif charter) yaitu IDR 5.000,-

Selama 2 jam 50 menit aku berada diatas perahu yang kurasa jalannya sedikit lambat, mungkin kalau di samakan dengan motor kecepatannya kurang lebih 30 km/jam. Perahu ojek umum dengan ongkos IDR 30.000 per orang dan bukan speed boat yang mungkin ongkosnya bisa ratusan ribu sekali jalan. Tips untuk menggunakan perahu, jangan duduk diatas perahu yang nggak ada atapnya, apalagi kalau jadwal berangkatnya siang. Carilah tempat yang ada terpal/atapnya, karena perjalanan di laut kurang lebih 3 jam.


Pulau Karya

Masjid Pulau Pramuka

Warna air laut yang bening kehijauan membuat sadar bahwa masih ada tempat tidak jauh dari Jakarta dimana kita bisa menemukan air laut yang jernih. Tidak seperti air laut yang ada di pantai pinggiran Jakarta yang airnya coklat kehitaman karena terlalu banyak polutan.

Karena hari itu Jumat dan rencananya pada malam harinya kami akan mendirikan tenda di pulau lain, akhirnya kami mampir ke warung yang ada di samping kanan dermaga tepat berada di depan kantor pos dan masjid pulau itu. Si ibu yang cukup “welcome” dengan kami yang baru sampai dari Jakarta bercerita dengan gamblang mengenai pulau ini, akupun berusaha untuk mendapatkan beberapa informasi yang mungkin berguna untuk perjalananku kali ini. Dari si ibu yang aku lupa namanya itu, aku mendapat beberapa referensi untuk menyewa perahu untuk berangkat ke pulau lain, tempat untuk menyewa peralatan snorkeling, kantin yang ada di pulau ini, sampai tempat untuk mendirikan tenda jika akhirnya kami harus mendirikan tenda di pulau pramuka dan bukan di pulau lain.

Sholat Jumat pun tiba, kami menitipkan tas di warung si ibu. Jumat itu masjid di penuhi orang yang mungkin para wisatawan dari Jakarta karena sepertinya banyak dari mereka bukan seperti orang pulau. Uniknya di pulau ini, sebelum sholat jumat akan dibunyikan bedug sebanyak 3 kali. Yang pertama adalah pagi hari sebagai pemberitahuan bahwa hari ini adalah hari Jumat jadi akan ada sholat Jumat, kemudian yang kedua menjelang siang sebagai pemberitahuan untuk mandi sebelum sholat, dan yang terakhir adalah bunyi bedug sebelum adzan sholat. Informasi ini pun aku dapatkan dari pemilik warung tadi.
Kemping di Pulau

Usai makan siang dan sholat ashar kami berangkat ke pulau tetangga untuk kemping, kurang lebih selama 30 menit naik perahu ojek Pak Sangin dengan harga sewa IDR 350.000 antar jemput selama 2 hari. Bermalam di tenda di pulau yang tidak berpenghuni, bekal makanan dan minuman kami bawa dari Pulau Pramuka. Ternyata malam di pulau itu banyak perahu yang berada di perairan yang diapit oleh beberapa pulau kecil buatan, mungkin sebelum berangkat mencari ikan atau sekedar bersandar untuk mencari kepiting atau bahkan hanya sekedar lewat saja. Yang pasti beberapa perahu lalu lalang malam itu.

Hari Kedua
Snorkeling

Pagi itu setelah membereskan tenda, sekitar jam 6 pagi kami langsung menuju pantai yang persis berada di bagian depan pulau, karena disana ada dermaga dan beberapa bangunan tempat peristirahatan, sementara tempat kemping kami di bagian samping pulau. Sekitar jam 8.30 pagi Pak Sangin datang dengan kapal ojeknya bersama bapaknya yang juga merupakan pejaga pulau itu. Kami sarapan dengan Nasi Uduk yang dibeli Pak Sangin dari Pulau Pramuka. Lumayan juga untuk mengisi perut di pagi hari sebelum snorkeling di Semak Daun. Nasi Uduk seharga IDR 8.000,- dengan isi telur semur dan bakwan menjadi hidangan pagi itu. “Harganya naik jadi 8000, biasanya sih cuma 5000, soalnya banyak tamu yang dateng” ujar Pak Sangin.

Usai sarapan, tujuan selanjutnya adalah Pulau Semak Daun. Dari pulau tempat kami kemping ke Pulau Semak Daun sekitar 30 menit dengan perahu ojek milik Pak Sangin. Dari kejauhan Pulau Semak Daun terlihat tidak begitu besar, banyak tenda jenis dome yang berdiri di tepi pantai dengan satu bangunan rumah yang terletak di pojok belakang pulau. Pulau ini luasnya hanya 4 Hektar, mungkin kurang lebih seperti lapangan bola ya. Ternyata Pulau Semak Daun tempat favorite untuk kemping dan untuk berenang ataupun belajar snorkeling, terlihat dari banyaknya perahu yang bersandar di dermaga pulau ini.

Pintu Masuk Homestay Laylad

Sayangnya karena banyaknya pengunjung yang menyewa alat snorkeling, tidak tersisa satupun untuk kami pagi itu, padahal hari sebelumnya kami sudah pesan.  walhasil jatah sewa untuk kami akan ada siang hari dan kami bergantian menggunakan kacamata renang milik Pak Sangin. Setelah puas berenang disekitar pantai dan berkeliling pulau yang tidak sampai 20 menit dan bermain-main pasir dengan memendam badanku di dalam pasir, kamipun kembali ke Pulau Pramuka untuk mengambil alat snorkeling jatah sewa kami serta untuk cek in penginapan serta makan siang dan beristirahat sebentar sebelum snorkeling sesungguhnya di sekitar gugusan karang dekat Pulau Air. Sebelum meninggalkan Pulau Semak Daun, biasanya para pengunjung memberikan uang kepada Bapak Tua penjaga Pulau Semak Daun IDR 20.000 per perahu.

Homestay Laylad

Sekitar jam 3 sore setelah cek in di Homestay Laylad milik Ibu Januati yang juga sering di panggil sebagai Ibu Wakil, karena beliau istri mantan wakil camat, kami berangkat menuju koral untuk snorkeling. Homestay yang kami sewa permalamnya IDR 350.000,- dengan 2 buah kamar seukuran kurang lebih 4×3 meter sebuah ruang tamu dan sebuah ruang keluarga yang juga berukuran sama serta sebuah kamar madi yang berada di dalam rumah. Ada sebuah TV di ruang keluarga dan masing-masing sebuah AC di setiap kamar yang hanya bisa digunakan setelah jam 4 sore hingga jam 7 pagi. Karena memang di Pulau ini listrik masih menggunakan Genset yang berada di bagian belakang Pulau dekat Lapangan Bola.

Diatas perahu Pak Sangin selama 45 menit, akhirnya sampai juga di lokasi koral tempat favorite untuk senorkeling. Langsung saja dengan peralatan snorkeling kami menceburkan diri kelair laut yang terlihat biru cerah dengan karang-karang indah di dalamnya. Banyak ikan barwarna warni disekitar koral ini, banyak juga enis koral yang mirip bentuknya mirip tentakel-tentakel gurita tetapi keras, ada juga bentuk karang yang mirip dengan bentuk otak manusia, ada yang mirip dengan bentuk kipas, dan masih banyak lagi. Sayangnya aku tidak punya kamera underwater untuk mengabadikan gambarnya.

Yang sangat disanyangkan adalah ketidaksadaran para snorkelers ataupun para nelayan yang tidak seringa merusak karang-karang indah ini. Di beberapa bagian koral terlihat karang-karang yang sudah mati. Kata Pak Sangin banyak para nelayan yang menggunakan racun untuk menangkap ikan sehingga banyak karang yang mati, dan sekarang pendapatan mereka dari ikan semakin berkurang karena banyak ikan yang tidak lagi tinggal di karang-karang tersebut. Sedangkan para wisatawan yang melakukan snorkeling, mungkin sengaja atau tidak terkadang sering sering menginjak karang-karang ini untuk berdiri diatas karang untuk difoto. Kerusakan dari para snorkelers ini terlihat dari banyaknya karang-karang hidup yang patah bagian atasnya. Sayang sekali, andai saja kita para pengunjung secara sadar snorkeling tidak untuk merusak karang tetapi untuk melihat  keindahan alam.

Sunset di Pulau Pramuka

Malam harinya setelah membayar kekurangan ongkos perahu IDR 150.000,- dengan Pak Sangin kami mencari makan makam di kantin-kantin yang berada di bagian tengah Pulau Pramuka. Ternyata sudah banyak orang yang memesan makanan dari siang hari, hasilnya kami menunggu cukup lama sekitar 30 menit untuk dapat menikmati pecel ayam seharga IDR 14.000 per porsinya. Menu lain yang ada di warung ini ada bandeng bakar tanpa tulang dan macam-macam lauk hasil laut lainnya.

Hari Ketiga
Minggu jam 6.30 kami sudah meluncur ke lokasi belakang pulau dekat lapangan bola untuk melihat matahari terbit. Sayang sekali kabut menutupi sinar matahari pagi itu. Tidak seperti bagian depan Pulau Pramuka yang terdapat dermaga dengan perahu-perahu yang bersandar, bagian belakang pulau ini banyak sekali terdapat sampah limbah rumah tangga dan pengunjung. Beberapa meter dari pantai ada pos pengolahan sampah kompos dengan logo salah satu institut di Bogor berukuran 2×2 meter yang tidak terawatTempat Pelestarian Penyu dan terlihat beberapa tenda dilapangan bola tepat sebelum pos dengan beberapa orang yang masih tidur di luar tenda. Memang lapangan bola ini merupakan tempat diperuntukkan bagi backpacker untuk mendirikan tenda, tetapi tentunya dengan ijin dari ketua RT/RW setempat. Masih berdekatan dengan lapangan bola ada genset yang masih beroperasi karena pagi itu belum genap jam 7 pagi. Masih di dekat situ ada sebuah bangunan milik departemen pertanian dan jika terus berjalan mengikuti jalan berkonblok kearah selatan ada tempat pemeliharaan penyu sisik yang dikelola Pak Salim.

Tempat Pemeliharaan Penyu
Tempat Pemeliharaan Penyu

Siangnya setelah packing, lalu kami mencari makan siang untuk persiapan sebelum kembali ke Jakarta dan sekalian mampir ke tempat pemeliharaan penyu yang pagi harinya telah kami lewati. Ternyata di depan pintu masuk sudah ada beberapa orang yang menunggu pintu dibuka. Di dalam bagunan kayu dengan jendela dengan kawat ada 10 bak biru berukuran sekita 2×1 meter tempat penyu-penyu sisik di letakkan. Antar penyu yang masih kecil dengan usia sekitar 3 bulan dipisahkan dengan penyu yang sudah agak  besar. Dikiri pintu masuk bangunan ini ada kotak tempat memasukkan uang bagi pengunjung yang ingin berkontribusi dalam pelestarian penyu, sedang di sisi kanan terdapat beberapa botol berisi cairan bening dengan isinya tukik-tukik yang sudah mati. Ada juga bayi biawak yang diawetkan.
Disamping bangunan itu ada tempat penetasan telur penyu yang diambil sendiri oleh Pak Salim malam sebelumnya di pantai Pulau Pramuka. Masih dibangunan ini ada kolam tempat penyu-penyu cacat dipisahkan dari yang sehat. Dibagian luar bangunan ada tempat pembibitan mangrove yang nantinya jika suah siap akan ditanam di pantai bagian belakang pulau pramuka yang lokasinya hanya beberapa meter dari lokasi tempat pemeliharaan penyu ini.
Setelahnya kami mencari sarapan pagi, tepat di depan rumah Bu Wakil ada serang ibu pedagang keliling yang menjual miehun, bakwan, tahu goreng, kentang dan telur rebus yang harganya antara IDR 500,- sampai IDR 1.000,-. Ada satu jenis makanan yang mungkin tidak kami temui di Jakarta, orang pulau menyebutnya “selingkuh” yakni longtong rebus dengan isian daging ikan kembung yang kalau di Jakarta isinya oncom atau sayuran kentang dan wortel. Setelah kutanyakan ke Pak Wakil yang juga kebetulan sedang duduk santai di depan rumahnya yang atapi pohon bougenvil mirip seperti tenda orang hajatan, “kenapa namanya selingkuh pak?” tanyaku. “Orang selingkuh itu kan terselubung dan rasanya enak, sama juga dengan makanan ini isinya ikan yang terselubung nasi dibungkus dengan daun pisang dan rasanya juga enak, makanya dinamakan selingkuh” cerita Pak Wakil dengan bahasa Indonesia berlogat Pulau yang menurutku mirip logat orang Sulawesi. Cukup lama kami mengobrol di bawah “tenda” bougenvile dengan Pak Wakil dan abangnya (mungkin) dengan seteko teh hangat yang di suguhkan Bu Wakil ditemani dengan suara Nike Ardilla yang disetel keras-keras, mumpung, sebelum listrik mati.
Gerbang Pulau PramukaSiang itu sebelum adzan dzuhur sudah terlihat banyak sekali orang yang berdiri mengantri di dermaga Pulau pramuka untuk bisa naik ke atas perahu ojek Kasaksak yang hari itu menjadi jadalnya untuk ke Muara Angke. Aku sudah was-was tidak kebagian tempat di perahu karena beberapa orang teman masih ada yang mandi, kutelpon Bu Wakil untuk melunasi pembayaran penginapan yang masih tersisa IDR 150.000. Kata Bu Wakil, “Santai aja to, masih ada kapal di samping sana yang juga mau berangkat ke Muara Angke, nanti Ibu kasih tau kalo udah mau berangkat, tenang aja…”. Baik sekali ibu ini, seperti sudah kenal lama saja, padahal baru 2 hari kami bertemu. Akhirnya setelah sholat dzuhur kami naik ke perahu ojek Peson Alam yang sedang masih bersandar di dekat Tempat Pelelangan Ikan, baru ada beberapa penumpang diatasnya.
Perahu Ojek ke Muara Angke
Pesan Bu Wakil adalah cari tempat duduk diatas dek, tepat ditengah supaya lebih sejuk dan tidak kena panas matahari yang siang itu sangat terik. Sekitar jam 13.20 perahu berangkat menuju Muara Angke dengan kecepatan yang lebih cepat dibanding perahu waktu pertama kali kami berangkat. Jarak Pulau Pramuka – Muara Angke dengan jalur yang sama ditempuh dalam waktu kurang dari 2 jam 30 menit. “Sampai jumpa lagi Pulau Pramuka dilain waktu”


Sumber : dhartodar 

 

Related Posts:

  • Tips & Trik Berkemah (camping) di Pantai Pantai ternyata tidak hanya bisa dinikmati pada pagi dan siang hari saja. Bermalam di pantai bisa jadi pengalaman baru yang seru. Namun ada beberapa hal yang harus disiapkan dan diperhatikan sebelum Anda berkemah di tepi pa… Read More
  • Snorkeling di Pulau Pramuka Beberapa pulau dilewati, mulai dari yang paling dekat Pulau Bidadari, Pulau Untung Jawa, Pulau Rambut, dan entah pulau apalagi namanya. Sekitar jam 11 siang perahupun merapat di dermaga Pulau Pramuka, sudah banyak … Read More

Text Widget

Popular Posts

Recent Posts

Manusia jauh melebihi ciptaan lain, perlu senantiasa berubah, diperbaharui, dibentuk kembali dan diampuni. Jagan pernah kucilkan seseorang dari hatimu, ingatlah senantiasa suatu ketika Anda butuh pertolongan. Akan senantiasa ada tangan terulur untukmu dan seiring waktu Anda akan semakin mensyukuri telah diberi dua tangan; satu untuk menolong diri sendiri dan satu lagi untuk menolong orang lain. (Asta Qauliyah)

Sample Text

Unordered List

Pulau Seribu