9-10 Juli 2011 adalah kali kedua saya pergi ke pulau Bira Besar,
pulau yang masuk dalam gugusan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu,
saya dan rombongan sengaja memilih pulau -yang
kepemilikannya oleh PT Patra Jasa- tersebut sebagai tempat menginap
karena sudah mengenal petugas pengeolanya (sekaligus guide), relatif
sepi, dan penginapan cukup lega untuk kami berduabelas.
Berbeda
dengan tahun lalu dimana kami berangkat dari Marina-Ancol, kali ini
kami memilih berangkat dengan kapal motor dari muara angke, dengan biaya
Rp 35.000,-. Begitu penumpang penuh, sekitar jam 6.30 kapal di
berangkatkan, disini terpaksa dua teman yang datang terlambat kami
tinggalkan, untuk kemudian mereka menyusul dengan KM selanjutnya. Tujuan
akhir kapal ini adalah Pulau Harapan -sekitar 4 jam dari
Muara Angke-, sebuah pulau berpenduduk yang terlihat lumayan rapi dan
teratur. Pantai bersih, hanya saja toilet di dermaga nya tak berfungsi.
Disini kapal kayu yang akan menjemput kami ke pulau bira sudah siap,
kami tidak langsung berangkat, beberapa menit kami jalan-jalan seputaran
dermaga pulau harapan, sambil menunggu indra dan wiwik yang ketinggalan
kapal.
Karena
tak kunjung sampai, petugas pengantar memberikan opsi untuk kami
menunggu temen kami saja di penginapan pulau Bira, sambil makan siang
yang telah mereka persiapkan, dan mereka akan balik lagi ke pulau
Harapan setelah mengantar kami untuk menjemput kawan kami. Kami setuju.
Selanjutnya meluncurlah ke pulau Bira.
Tak
kurang dari satu jam kami sampai, kondisi yang saya temui tak jauh beda
dengan tahun lalu. Masih rindang, air di sekitar dermaga dan depan
penginapan masih jernih.
Agenda
pertama setelah makan siang, kami main main air di pantai yang hanya
berjarak 20 meter dari penginapan. Tak berapa lama, dua teman yang
ketinggalan sudah sampai, dan mereka segera bergabung untuk selanjutnya
dengan menggunakan kapal kayu kami berkeliling di pulau pulau seputaran
Bira.
Petugas
pengantar, cukup mengenal lokasi langsung membawa kami ke laut yg
karangnya bagus dan banyak ikan di sekitaran pulau sepa untuk ber-’snorkeling’. Dan memang ’taman laut’ ini dengan ikan dan karang warna warni lumayan untuk menyegarkan mata kami.
Selepas
bersnorkeling, ”guide” mengajak kami ke laut pulau perak, asli tempat
ini seperti kolam renang dangkal di tengah laut, air jernih, dan pijakan
kami bukan karang tapi pasir jadi cukup bersahabat untuk kaki. Karena
airnya jernih, kami berpuas dengan foto di dalam airnya.
Hari
menuju sore, sekali lagi guide menunjukkan kinerja yang maksimal, dia
membawa kami ke pulau yang mereka sebut sebagai pulau gosong. Saya
terkesima, di tengah laut ada pulau kecil yang isinya pasir putih yang
lembut dan di sekelilingi air warna biru tosca, sementara matahari mulai
menyingsing indah dipandang dari pulau ini.
Pulau gosong akhirnya menjadi tempat terakhir perjalanan di hari pertama, selanjutnya kembali ke penginapan di pulau bira.
*
Hari
kedua, sarapan sudah disiapkan petugas di jam 7. Tak seperti tak tahun,
dimana saya sempet bangun untuk melihat matahari terbit di salah satu
dermaga di Bira, tahun ini saya melewatkan dengan tidur, karena malam
nya bira diguyur hujan.
Di
hari kedua ini kami tidak terlalu bisa lama2 bereksplorasi krn kapal
motor rute pulau harapan – muara angke berangkat jam 12.00, jadi tujuan
kami hanya di pulau kayu angin.
Seperti
tahun lalu, pulau ini cukup memenuhi hasrat kami ”bernarsis”
foto-fotoan. Pulaunya lebih besar daripada pulau gosong, tapi pasir
putihnya tak kalah lembut, pantainya landai dan bersih sehingga kami
bisa berenang sepuasnya. Memang sih, kalau dirasa tidak ada
puas-puasnya, sedikit berat hati buat saya untuk menyudahi bermain2 di
sekitaran Bira ;)
Selesai
dari pulau kayu angin, kami segera kembali lagi ke penginapan untuk
beberes dan makan siang dan kembali ke pulau harapan.
*
Dengan
35.000 ribu perorang kami naik KM Dolphin untuk menuju ke pulau Pramuka
sebelum ke Muara Angke. Ada kritik untuk KM ini karena penumpang terus
di jejali ke dalam kapal, sesak pastinya. Saya pikir awak kapal tidak
terlalu perhatian dengan persyaratan kapasitas penumpang
4 Jam kemudian kami tiba di Muara Angke, ya ya pelabuhan ini memang jorok dan bau tapi untungnya tak cukup menganggu ’memori’ perjalanan
sekelilingan di pulau Bira dengan alam yang indah dan teman-teman yang
menyenangkan, dengan hanya bermodal Rp 300.000,- untuk dua hari satu
malam. Setidak saya masih percaya masih ada pulau ”surga’ yang bisa di nikmati DKI Jakarta
***
Sumber : wisata.kompasiana.com