Sebelumnya
memang sudah dapat beberapa informasi kalau di hari Sabtu dan Minggu
kapal yang berangkat ke Pulau Pramuka dan Pulau Tidung pasti ramai.
Bahkan boleh dikatakan kalau perbandingan antara jumlah penumpang dengan
ketersediaan kapal tidak seimbang. Dalam hal ini jumlah kapal yang ada
masih kurang banyak.
Kurang banyaknya berapa, saya sendiri tidak tahu,
mesti melihat standarnya dulu untuk jenis-jenis kapal yang berbeda
sesuai dengan peraturan yang berlaku dari instansi terkait. Begitupun
rombongan saya ketika tiba di Pelabuhan Muara Angke Sabtu jam 7 pagi.
Ratusan orang terlihat mengantri disamping kapal, baik kapal dengan
tujuan ke Pulau Pramuka ataupun Pulau Tidung. Walaupun tidak sampai
berebut namun melihat kondisi kapal pagi itu membuat hati saya agak
miris. “ Overload” itulah kesan yang ada dalam hati ketika tiba di atas
kapal, namun bagi saya dan rombongan tidak ada jalan lain
kecuali harus naik kapal. Apalagi ketika bertanya kepada beberapa
petugas yang pagi itu berada di sekitar kapal, “ Ini kapal terakhir ke
Pulau Pramuka Pak, tidak ada lagi setelah ini,”. Kata petugas yang ada di sekitar kapal.
Nampaknya
biaya yang relatif murah, hanya Rp 30.000,- /orang sepertinya menjadi
magnet tersendiri kenapa orang-orang lebih memilih ke Pelabuhan Muara
Angke daripada ke pelabuhan Marina Ancol. Bayangkan kalau orang pergi ke
Pulau Pramuka lewat pelabuhan Marina Ancol harus mengeluarkan ratusan
ribu rupiah untuk biaya tiket kapal saja per orangnya. Mengikuti hukum
pasar, harga lebih murah berkali lipat, waktu tempuh hanya beda satu
jam, pastilah orang lebih memilih berangkat ke Pulau Pramuka dan Tidung
lewat Muara Angke dengan harga yang lebih murah walaupun kualitas
keamanan perahunya agak meragukan “dengan kondisi muatan overload”.
Setelah
menunggu beberapa saat akhirnya kapal yang saya tumpangi pun
diberangkatkan, pelan-pelan meninggalkan pelabuhan Muara Angke menuju
Pulau Tidung dan Pulau Pramuka. Pagi itu udara cukup cerah, sehingga
ombak tidak begitu besar dan kapal pun melaju dengan tenangnya. Namun
kondisi penumpang yang terlihat berlebih tak ayal membuat goyangan kapal
sangat terasa, bahkan kalau diperhatikan secara seksama kapal terlihat
sedikit miring ke kiri. Rasa khawatir sempat terbesit dalam hati, namun
karena cuaca cerah dengan bentangan langit yang biru membuat
kekhawatiran saya hilang berganti dengan kepuasan menikmati keindahan
alam.
Bahkan
selama di atas kapal saya sempatkan ngobrol dengan Damien, si English
Teacher dari UK (United of Kingdom) yang mengajar di Jakarta, bersama
dengan 3 orang teman-temannya. Ah..si Damien rupanya sudah seringkali ke
Pulau Pramuka untuk menghabiskan liburan akhir pekannya. ,” Pramuka is
very nice island for spending our weekend,” Kata Damien sembari
tersenyum. Tak terasa, sudah hampir 2 jam lamanya saya berada di atas
perahu dan jembatan yang menghubungkan pulau Tidung besar dan pulau
Tidung kecil kelihatan begitu cantik. Tak berapa lama kemudian kapal
yang saya naiki merapat di dermaga Pulau Tidung.
Ternyata
hampir delapan puluh persen penumpang yang ada mempunyai tujuan ke
Pulau Tidung. Setelah hampir satu jam berhenti dan menurunkan penumpang,
kapal pun melanjutkan perjalanan ke Pulau Pramuka yang terletak saling
berdekatan (kurang lebih dapat ditempuh dalam waktu setengah jam dengan
menggunakan perahu besar). Ketika perahu melewati ruas sempit, seperti
lorong, saya mendapati pemandangan yang sangat cantik sekali. Lorong
yang mempunyai luas sekitar 100 meter dan panjang kurang lebih dua
kilometer menampilkan pemandangan yang keren banget. Setelah melalui
lorong jalan tersebut barulah dermaga Pulau Pramuka terlihat dari
kejauhan.
Waktu
menunjukkan pukul 12.15 ketika saya tiba di dermaga Pulau Pramuka. Yang
pertama saya cari adalah tempat penginapan, karena memang dari rencana
saya dan rombongan tidak menginap, namun mengingat waktu yang tidak
memungkinkan untuk kembali ke Jakarta siang itu, maka saya
dan rombongan memutuskan menginap di Pulau Pramuka. Beruntung sekali
ketika bertanya ke penduduk dimana penginapan yang kosong, ternyata pas
dirumah tempat saya bertanya juga ada dua kamar kosong lengkap dengan AC
nya dengan tarif Rp 300.000,- / malam. ,” Rupanya saya berjodoh dengan
Pak Syaiful, si pemilik rumah tersebut, “ Gumam saya dalam hati.
Setelah
beres-beres dan makan siang di warung nasi Padang yang lokasinya tidak
jauh dari vila Pak Syaiful, maka saya melanjutkan petualangan
berikutnya. Yaitu naik ojek kapal dengan ongkos Rp 3.000,-/orang dan
melihat keindahan Nusa Resto. Sebuah restoran kayu yang menjajakan aneka
seafood dengan posisi meja dan kursi yang menghadap ke lautan, romantis
banget. Pas sekali buat anda yang sedang dimabuk asmara..he..he..
Selain
restoran, kolam ikan yang berada di sampingnya juga menjadi hiburan
tersendiri, Ikan-ikan yang lumayan besar dengan berbagai jenisnya begitu
menggoda untuk dipandangi dan dipegang. Puas menikmati keindahan Nusa
Resto, saya dan rombongan kembali naik ojek kapal dengan ongkos Rp
3.000,- per orang menuju Pulau Karya untuk mandi snorkelling. Pulau
Karya adalah gugusan pulau yang terletak berdekatan dengan Pulau Pramuka
selain Pulau Panggang. Asyik sekali mandi di Pulau Karya, walaupun
pasirnya tidak begitu lembut namun beningnya air laut ditambah dengan
ikan-ikan kecil yang sering menepi merupakan keasyikan tersendiri mandi
di Pantai Karya ini.
Hampir
satu setengah jam lamanya saya dan rombongan mandi di Pantai Karya
sebelum akhirnya kembali ke Pulau Pramuka karena waktu sudah sore.
Setelah membersihkan badan di penginapan, saya dan rombongan pun
berkeliling ke Pulau Pramuka sekaligus melihat penangkaran penyu sisik
(Eretmochelys imbricate). Rupanya tempat penangkaran penyu hanya tempat
penetasan saja, penyunya sendiri tidak mendarat di pulau ini. Penyu
merupakan hewan yang sangat unik, tubuhnya terbungkus oleh karapas keras
yang pipih, dan dilapisi zat tanduk. Karapas ini berfungsi untuk
melindungi diri dari predatornya. Sedangkan di bagian bawah, dada dan
perut dilindungi dengan yang disebut plastron. Penyu juga memiliki alat
dayung (fliper) pada bagian depan, dan fliper bagian belakang sebagai
kemudi. ,”Saya sudah hampir lima belas tahun disini ngurusin ini penyu,”
Kata Pak Salim si penjaga Penangkaran penyu dengan tampang cuek. Selain
Pak Salim, sore itu kami ketemu juga dengan mahasiswi dari Universitas
Pajajaran yang sedang PKL disana, yaitu Echa dan Ulin.
Puas
menikmati penangkaran penyu saya dan rombongan kembali melanjutkan
perjalanan mengelilingi pulau sambil jalan kaki. Pulau yang berpenduduk
sekitar 1.020 jiwa ini selesai kami kelilingi (untuk sisi selatan) pas
ketika magrib tiba. Selepas maghrib langsung kami lanjutkan dengan makan
malam bersama di salah satu warung nasi penduduk yang lokasinya tak
jauh dari tempat kami makan siang tadi. Untuk makanan ternyata harganya
tidak terlalu mahal, jadi anda boleh makan sepuasnya tanpa takut dengan
uang di kantong.
Malam
harinya kami lanjutkan dengan duduk-duduk di Dermaga sembari menikmati
taburan bintang-bintang di langit. Di Dermaga ternyata banyak orang yang
hanya sekedar nongkrong ataupun mancing di dermaga. Penyewaan alat
pancing pun tersedia di dermaga malam itu, jadi kalau anda suka
memancing namun tidak membawa alat pancing tinggal sewa saja. Tidak
hanya peralatan pancing saja, peralatan snorkeling dan diving juga
banyak yang menyewakan. Setelah puas duduk-duduk di dermaga, akhirnya
kami semua ke peraduan untuk beristirahat.
Pagi
harinya jam 4 pagi, kami semua bangun dan segera bersiap karena kembali
ke Jakarta dengan kapal yang berangkat jam 7.30 pagi. Setelaj semuanya
mandi, dalam suasana yang masih gelap mencari-cari warung yang menjual
nasi. Setelah bertanya pada penduduk setempat, nasi uduk yang berlokasi
dekat dengan masjid menjadi tujuan kami untuk sarapan pagi itu. Hanya
dengan 5000 ribu rupiah per bungkus kami semua sudah kenyang dengan
sajian nasi uduk yang disajikan.
Selesai
makan pagi kami langsung bersiap-siap menuju dermaga untuk ikut kapal
yang berangkat pertama kali pagi itu dari Pulau Pramuka ke Muara Angke.
Kurang lebih jam 7.30 pagi kapal yang akan membawa tiba dan sudah
membawa penumpang dari Pulau Panggang. Nampaknya muatan kapal dari Pulau
Panggang sudah hampir penuh, apalagi dengan tambahan penumpang yang
baru saja naik dari Pulau Pramuka, kelihatannya menjadi overload. Saya
dan rombongan menempati ruangan deck kapal bagian bawah atau lantai
bawah, dengan kondisi ruangan yang betul-betul sudah sangat penuh,
Akhirnya setelah mojok sana dan mojok sini semua rombongan dapat posisi
duduk.
Ketika
kapal baru berjalan 15 menit kami mulai was-was karena setiap kali ada
ombak seakan kapal mau ambruk karena sepertinya muatan penumpang di atas
terlalu banyak. Apalagi bunyi sambungan kayu di tiang penyangga yang
bergesekan, setiap saat membuat hati tambah deg-degan. Beberapa orang
ibu-ibu yang membawa anak-anaknya yang mengaku orang pulau Panggang
terlihat sangat was-was dengan kondisi kapal. Bahkan terlihat mulut para
ibu tersebut selalu komat-kamit berdoa. Saya sendiri sempat menegur
nahkoda agar laju kapal dikurangi untuk mengurangi gesekan kayu yang
ada. Namun tetap saja bunyi kayu itu terus membuat kami semua khawatir
sebelum akhirnya berkurang setelah menurunkan beberapa penumpang di
Pulau Untung Jawa. Selain itu karena ombak yang ada tertahan pulau
sehingga sudah tidak begitu besar lagi.
Seiring
dengan kecilnya ombak, bunyi kreteg..kreteg dari tiang penyangga lantai
atas kapal pun mereda. Tak lama kemudian pelabuhan Muara Angek terlihat
dari jauh. Syukur kami semua selamat kembali ke Jakarta. Buat
rekan-rekan yang mau berlibur ke Pulau Pramuka atau Pulau Tidung dari
pelabuhan Muara Angke sebaiknya membawa pelampung sendiri, dan jangan
memaksakan diri kalau memang kondisi kapal sudah penuh. Selamat
berlibur!
Sumber : mlancong.com