Banyak cerita yang bisa dipetik dari
perjalanan suatu wilayah seperti di Pulau Panggang. Diarea seluas 62,10
hektar, berkembang cerita heroik yang penuh patriotisme dari seorang
yang gagah berani dalam menghalau gerombolan perompak. Meski cerita ini
tidak tercatat diatas kertas, namun sebagian besar masyarakat Pulau
Panggang mempercayainya dengan menjaga peninggalan makam kuno yang
diyakini tempat bersemayamnya sang legenda tersebut.
Mengenai kehidupan di Pulau Panggang, pulau ini bisa disejajarkan dengan pulau-pulau di daerah lainnya. Patut diakui, dengan penduduknya yang sebanyak 5.443 jiwa membuat pulau tersebut terlihat sesak. Biar begitu, pola pikir nelayan yang modern, membuat mereka tak terlalu bergantung dengan hasil tangkapan di laut. Pasalnya, sebagian besar kehidupan nelayan disana kini mengandalkan penghasilan pada budidayakan ikan disekitar perairan dangkal.
Sekujur tubuh dari orang tersebut terdapat teritip (semacam kerang yang hidup di benda yang lama di laut). Setelah orang itu diangkat ke geladak dan teritip di cabut dari tubuhnya keanehan pun terjadi. Bekas cabutan keluar cairan putih yang diyakini warga adalah darah. Dari keanehan itulah warga sepakat menyebut orang terdampar itu Pendekar Darah Putih.
Kehidupan nelayan di Pulau Panggang yang kini terlihat nyaman dan tentram, bukannya tanpa perjuangan. Sebelumnya, pulau ini kerap dijadikan sasaran para perompak dan bajak laut. Berkat keberanian salah seorang penduduk pendatang, akhirnya pulau tersebut kini terlihat seperti sekarang. Memang tak ada tinta yang mencatat perjalanan pendekar penyelamat Pulau Panggang ini, namun beberapa makam tua yang ada diyakini masyarakat sekitar sebagai tempat peristirahatan terakhir "pahlawan" tersebut.
Pada masa itu seorang gagah berani yang disebut pendekar darah putih terdampar di pulau yang saat itu belum memiliki nama. Mengenai nama pendekar darah putih sendiri terdapat dua versi cerita yang diyakini warga. Pertama, konon pendekar tersebut terdampar di pantai Pulau Paniki yang tak jauh dari Pulau Panggang. Warga Pulau Panggang yang secara kebetulan sedang mencari ikan menemukannya terdampar dipantai dalam kondisi tak sadarkan diri.
Sedangkan versi kedua menyebutkan, Pendekar Darah Putih berasal dari Mandar, Sulawesi. Kedatangannya ke Pulau Panggang hendak mencari kerabatnya yang berada di pulau tersebut. Warga sendiri menggambarkan kalau Pendekar Darah Putih adalah sosok lelaki gagah yang memiliki ilmu kanuragan (beladiri) tinggi. Hal itu diketahui, setelah Pendekar Darah Putih bersama warga berhasil mengusir dan menangkap segerombolan perompak yang waktu itu akan merampok harta benda warga Pulau Panggang.
Soal nama darah putih dalam versi kedua ini, dimulai ketika Pendekar Darah Putih bertarung dengan belasan perompak. Dalam pertarungan yang tidak imbang itu, perompak berhasil melukai lengannya. Dari luka tersebut, bukannya darah merah yang keluar namun darahnya berwarna putih. Sejak saat, itu gelar Pendekar Darah Putih disandangkan oleh warga.
Dalam cerita yang diwarisi turun temurun, keberadaaan Pendekar Darah Putih ini berkaitan dengan nama Pulau Panggang. Setelah Pendekar Darah Putih yang dibantu warga berhasil mengalahkan gerombolan perompak, bahkan berhasil menawan tiga orang dari belasan perompak. Agar para perompak tersebut tak kembali lagi, pendekar ini mencari siasat, disuruhnya warga membuat perapian (Pemanggangan).
Api yang berkobar besar dari pemanggangan itu menyiutkan nyali perompak yang ditawan karena warga berteriak agar perompak itu dipanggang hidup-hidup. Selanjutnya, mata para tawanan itu ditutup dengan kain kemudian salah seorang warga bersandiwara untuk berteriak kepanasan seperti terbakar hingga teriakan terhenti seakan sudah meregang nyawa.
Mendengar teriakan itu, tawanan yang diliputi kepasrahan makin ciut nyalinya. Mereka menganggap, salah satu rekannya telah meregang nyawa diatas bara api. Pasalnya, disamping teriakan kepanasan, bau daging terbakar tercium oleh para tawanan ini. Padahal bau itu berasal dari seekor kambing yang sengaja dibakar oleh Pendekar Darah Putih. Setelah siasat itu selesai, dua perompak dilepas dan yang lainnya ditawan disuatu tempat tang tidak diketahui dua perompak yang dilepas itu.
Pendekar Darah Putih mengatakan kepada dua perompak yang dilepas itu agar jangan kembali ke Pulau Panggang atau nasib mereka akan sama dengan teman mereka yang dipanggang hidup-hidup. Sejak saat itu, Pulau Panggang aman dari perompak dan warga mengucapkan terimah kasih kepada Pendekar Darah Putih. Sejak itu, Pendekar Darah Putih menjadi satu bagian sejarah tersendiri bagi masyarakat pulau tersebut. Sedangkan peristiwa pemanggangan itu merupakan cikal-bakal disebutnya pulau itu sebagai Pulau Pemanggang atau sekarang lebih dikenal Pulau Panggang.
Peninggalan sejarah Pendekar Darah Putih berupa beberapa makam kuno sampai sekarang masih dijaga oleh warga Pulau Panggang. Warga meyakini salah satu makan itu adalah makam Pendekar Darah Putih. Pada bulan Maulud di hari tertentu biasanya warga tidak ada yang berani kelaut karena angin dan gelombang kadang-kadang menjadi tak terduga. Peristiwa itu diyakini sebagai waktu Pendekar Darah Putih mensucikan diri dan tidak boleh diganggu. Karena semasa hidupnya, pendekar ini memiliki kebiasaan mensucikan diri dengan bersemedi ditengah laut. Menurut para sesepuh Pulau Panggang, hingga kini keturunan darah putih masih ada di pulau ini. Namun, mereka tidak bersedia menyebutkan keturunan Pendekar Darah Putih karena dikhawatirkan akan terjadi sesuatu pada keturunannya. (puser)
Mengenai kehidupan di Pulau Panggang, pulau ini bisa disejajarkan dengan pulau-pulau di daerah lainnya. Patut diakui, dengan penduduknya yang sebanyak 5.443 jiwa membuat pulau tersebut terlihat sesak. Biar begitu, pola pikir nelayan yang modern, membuat mereka tak terlalu bergantung dengan hasil tangkapan di laut. Pasalnya, sebagian besar kehidupan nelayan disana kini mengandalkan penghasilan pada budidayakan ikan disekitar perairan dangkal.
Sekujur tubuh dari orang tersebut terdapat teritip (semacam kerang yang hidup di benda yang lama di laut). Setelah orang itu diangkat ke geladak dan teritip di cabut dari tubuhnya keanehan pun terjadi. Bekas cabutan keluar cairan putih yang diyakini warga adalah darah. Dari keanehan itulah warga sepakat menyebut orang terdampar itu Pendekar Darah Putih.
Kehidupan nelayan di Pulau Panggang yang kini terlihat nyaman dan tentram, bukannya tanpa perjuangan. Sebelumnya, pulau ini kerap dijadikan sasaran para perompak dan bajak laut. Berkat keberanian salah seorang penduduk pendatang, akhirnya pulau tersebut kini terlihat seperti sekarang. Memang tak ada tinta yang mencatat perjalanan pendekar penyelamat Pulau Panggang ini, namun beberapa makam tua yang ada diyakini masyarakat sekitar sebagai tempat peristirahatan terakhir "pahlawan" tersebut.
Pada masa itu seorang gagah berani yang disebut pendekar darah putih terdampar di pulau yang saat itu belum memiliki nama. Mengenai nama pendekar darah putih sendiri terdapat dua versi cerita yang diyakini warga. Pertama, konon pendekar tersebut terdampar di pantai Pulau Paniki yang tak jauh dari Pulau Panggang. Warga Pulau Panggang yang secara kebetulan sedang mencari ikan menemukannya terdampar dipantai dalam kondisi tak sadarkan diri.
Sedangkan versi kedua menyebutkan, Pendekar Darah Putih berasal dari Mandar, Sulawesi. Kedatangannya ke Pulau Panggang hendak mencari kerabatnya yang berada di pulau tersebut. Warga sendiri menggambarkan kalau Pendekar Darah Putih adalah sosok lelaki gagah yang memiliki ilmu kanuragan (beladiri) tinggi. Hal itu diketahui, setelah Pendekar Darah Putih bersama warga berhasil mengusir dan menangkap segerombolan perompak yang waktu itu akan merampok harta benda warga Pulau Panggang.
Soal nama darah putih dalam versi kedua ini, dimulai ketika Pendekar Darah Putih bertarung dengan belasan perompak. Dalam pertarungan yang tidak imbang itu, perompak berhasil melukai lengannya. Dari luka tersebut, bukannya darah merah yang keluar namun darahnya berwarna putih. Sejak saat, itu gelar Pendekar Darah Putih disandangkan oleh warga.
Dalam cerita yang diwarisi turun temurun, keberadaaan Pendekar Darah Putih ini berkaitan dengan nama Pulau Panggang. Setelah Pendekar Darah Putih yang dibantu warga berhasil mengalahkan gerombolan perompak, bahkan berhasil menawan tiga orang dari belasan perompak. Agar para perompak tersebut tak kembali lagi, pendekar ini mencari siasat, disuruhnya warga membuat perapian (Pemanggangan).
Api yang berkobar besar dari pemanggangan itu menyiutkan nyali perompak yang ditawan karena warga berteriak agar perompak itu dipanggang hidup-hidup. Selanjutnya, mata para tawanan itu ditutup dengan kain kemudian salah seorang warga bersandiwara untuk berteriak kepanasan seperti terbakar hingga teriakan terhenti seakan sudah meregang nyawa.
Mendengar teriakan itu, tawanan yang diliputi kepasrahan makin ciut nyalinya. Mereka menganggap, salah satu rekannya telah meregang nyawa diatas bara api. Pasalnya, disamping teriakan kepanasan, bau daging terbakar tercium oleh para tawanan ini. Padahal bau itu berasal dari seekor kambing yang sengaja dibakar oleh Pendekar Darah Putih. Setelah siasat itu selesai, dua perompak dilepas dan yang lainnya ditawan disuatu tempat tang tidak diketahui dua perompak yang dilepas itu.
Pendekar Darah Putih mengatakan kepada dua perompak yang dilepas itu agar jangan kembali ke Pulau Panggang atau nasib mereka akan sama dengan teman mereka yang dipanggang hidup-hidup. Sejak saat itu, Pulau Panggang aman dari perompak dan warga mengucapkan terimah kasih kepada Pendekar Darah Putih. Sejak itu, Pendekar Darah Putih menjadi satu bagian sejarah tersendiri bagi masyarakat pulau tersebut. Sedangkan peristiwa pemanggangan itu merupakan cikal-bakal disebutnya pulau itu sebagai Pulau Pemanggang atau sekarang lebih dikenal Pulau Panggang.
Peninggalan sejarah Pendekar Darah Putih berupa beberapa makam kuno sampai sekarang masih dijaga oleh warga Pulau Panggang. Warga meyakini salah satu makan itu adalah makam Pendekar Darah Putih. Pada bulan Maulud di hari tertentu biasanya warga tidak ada yang berani kelaut karena angin dan gelombang kadang-kadang menjadi tak terduga. Peristiwa itu diyakini sebagai waktu Pendekar Darah Putih mensucikan diri dan tidak boleh diganggu. Karena semasa hidupnya, pendekar ini memiliki kebiasaan mensucikan diri dengan bersemedi ditengah laut. Menurut para sesepuh Pulau Panggang, hingga kini keturunan darah putih masih ada di pulau ini. Namun, mereka tidak bersedia menyebutkan keturunan Pendekar Darah Putih karena dikhawatirkan akan terjadi sesuatu pada keturunannya. (puser)
Sumber : PulauSeribu.co