Hari masih gelap ketika kami berempat (aku, Ijah,
Salmul, dan Patrick) berjalan menuju jalan raya dan mencegat 1 taksi
yang lewat. Kawasan Menara Peninsula di subuh hari yang tenang dan sepi.
Karena hari yang masih pagi itu, maka kami tidak perlu berurusan
dengan macetnya Jakarta yang sangat terkenal di seantero jagat raya ini
(lebay*mode on). Sekitar jam 6 lebih kami tiba kembali di Muara Angke.
Berasa Deja Vu karena kami
datang dengan personel yang sama, dengan pakaian yang sama, dan dengan
tujuan yang sama dengan sehari sebelumnya. Hari dimana kami ketiban sial
hingga memunculkan cerita panjang tersendiri. Kesialan yang berujung
dengan pertemanan. :)
Beruntunglah bagi orang2 yang bisa pergi pagi dini hari, karena yang
jelas ongkos taxi akan lebih murah. Menara Peninsula-Muara Angke,seharga
Rp.50.000,-. Di Darmaga yang sama dengan hari sebelumnya, Muara Angke,
kami segera menaiki kapal yang telah bersandar dari hari sebelumnya,
dan berfoto2 sebentar. Sekedar pelengkap diary kalau nantinya aku
berniat menuliskannya di blog (seperti yang sekarang ini aku lakukan).
Matahari mulai menampakkan sinar keemasan di belakangku, di antara
gedung apartemen yang menjulang dan kapal2 tua yang bersandar di
seberang pelabuhan.
Aku, Ijah, Salmul, dan Pet segera mencari tempat yang sesuai dengan selera kami, yaitu di dek atas, dan di bagian depan. Posisi yang enak untuk menikmati perjalanan, meskipun akan segera menjadi lahan yang tepat untuk berjemur. Yaaa… Panas datang dengan cepat bossss. Beruntunglah kami adalah anggota mapala yang gaul dan trendy, jadi selalu menyediakan payung cantik untuk mengantisipasi panas dan hujan. Halaaaahh….. :p
Penumpang semakin bertambah banyak saja, termasuk juga sebuah motor
besar yang di ikat di bagian depan kapal. Akhirnya, kapal mulai
bergerak, mencari celah untuk keluar dari persandaran, dan melaju
membelah laut. Perjalanan yang cukup panjang akan kami tempuh selama
kurang lebih 3 jam, dengan cukup membayar biaya Rp. 30.000 di atas
kapal. Aku sangat suuuukkkaaaa…. Norak-ku jika bertemu dengan laut
kumat lagi… hehehe
Beberapa ombak besar sempat kami rasakan, namun untungnya tidak sampai
membuat kami terusir dari dek atas. Jumlah asupan makanan yang masuk ke
perut rupanya cukup berpengaruh terhadap reaksi dari ombak yang
meliuk2. Aku sedikit merasa mual karena memang nasi goreng yang aku
makan saat sarapan sangat sedikit. Namun semua berlalu begitu saja
karena aku berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan rasa mual itu. :)
3 jam kemudian, kapal kami merapat di sebuah pulau, yang pada awalnya
disangka Pulau Untung Jawa oleh Ijah. Namun yang benar adalah Pulau
Pramuka. Pulau inilah yang menjadi tempat tujuan kami, oleh karenanya,
kami bergabung dengan para penumpang yang turun. Setelah turun dari
kapal, kami berjalan ke arah kiri menuju sebuah darmaga kecil yang ada
di ujung pulau. Rupanya, saat itu sedang ada rombongan yang melakukan
persiapan selam di sana, sehingga kami mengurungkan diri untuk menuju
kesana. Kamipun beristirahat di halaman sebuah villa. Teduh dan nyaman
untuk berkemping nampaknya. hehehehe
Kemudian,
datanglah seorang bapak2 yang mendekat dan menebarkan senyuman yang
(kelewat) ramah. Awalnya, si bapak sepertinya mengira bahwa kami adalah
anak2 muda yang sudah membuat janji dengannya (sepertinya lho).
“Lho, sudah lama atau baru datang nih?” tanyanya (sok) akrab. Kami bingung… :p
“Baru datang pak…. tapi kami belum bikin janji lho sama bapak…” kata kami. hehehhe
“Ya nggak papa….” katanya
“Ya sudah kalau nggak papa…. kita ngobrol aja kalau gitu.” kata kami hingga membuat si bapak duduk bergabung bersama kami. :p
“Baru datang pak…. tapi kami belum bikin janji lho sama bapak…” kata kami. hehehhe
“Ya nggak papa….” katanya
“Ya sudah kalau nggak papa…. kita ngobrol aja kalau gitu.” kata kami hingga membuat si bapak duduk bergabung bersama kami. :p
Kamipun berkenalan dengan beliau. Namanya Pak Jamal. Beliau adalah
salah satu orang yang menjaga villa di Pulau Pramuka itu. Beliau
memberitahu bahwa Bapak Rahmat (kenalan si Ijah) sedang membawa
rombongan Ringgo Agus Rahman. Yang artis itu lho….. Mereka pergi
menyelam. Si Pak Jamal ini adalah orang yang suenaang
sekali bercerita. Saking banyaknya, kami hanya menangkapnya separo2.
Cukup untuk menggali informasi seputar kegiatan wisata di Pulau Pramuka
itu. Untuk info tambahan mengenai siapa dan sepenting apa beliau, sudah
aku skip karena kurang penting sepertinya. hehehehe *ngumpet dulu aaaahhh*
Kami sekaligus meminta ijin untuk mendirikan dome di tempat kami
mengobrol itu kepada Pak Jamal. Beliau merekomendasikan kepada bapak2
yang bersih2 tempat itu, dan ipada akhirnya kami boleh mendirikan tenda
di situ. good.… :0
Sore itu, kami berencana akan melakukan kegiatan snorkling di sekitar
darmaga saja, sekedar menyenangkan hati Salmul. Salmul tidak akan
tinggal dan menginap bersama kami di Pulau Pramuka malam itu, karena dia
sudah berjanji pada temannya yang lain untuk bertemu di rumahnya.
Sayang sekali bukan?
Dan kamipun segera menitipkan barang ke villa yang di gunakan oleh Pak
Jamal dan teman2nya beristirahat dan berkumpul. Sekaligus kami juga
menyewa 2 buah life jacket untuk berjaga2 karena kami belum mahir berenang dan snorkling-an.
Kamipun segera berjalan meniti jembatan kayu yang menghubungkan
daratan dan darmaga. Rupanya saat itu rombongan Ringgo sedang bersiap
untuk keberangkatan menyelam yang kedua. Memang Ringgo itu artis yang
kocak..cak…cak… :p
Setelah perahu yang membawa Ringgo dkk menjauh, kamipun segera melepas dan memakai dresscode
yang di perlukan untuk kegiatan kami. Tentunya, tujuan utama Salmul
adalah untuk berfoto ria. Jauh2 datang dari Bogor, menghabiskan beberapa
lembar rupiah, melewati waktu di pulau dengan sangat sebentar,
hanyalah untuk mendapatkan beberapa jepret foto dengan phose snorkling. hahahhaa…. Biar semakin eksis ceunah… :p
Setelah semua kostum selesai di pasang, kamipun segera menceburkan diri
di seputar darmaga kecil itu. Tempat yang dangkal dan sering di
gunakan pengunjung untuk meng-kamuflasekan diri saat pipis. hahahhaa….
Tidak heran kalau pada akhirnya wilayah itu kehilangan terumbu karang,
dan penghuninya berganti dengan bulu babi semata. hiiiiiii…… Musti
banyak2 sedia air kencing nih, siapa tahu ada yang menyentuh dan
menginjak bulu babi yang jumlahnya bejibun itu.
Kami hanya membawa 2 set alat snorkling.
Karenanya, kami menggunakannya secara bergantian. Meskipun tidak ada
terumbu karang yang indah2 di sekitar darmaga itu, kami cukup senang
berenang2, berputar2, dan berfoto2 pastinya. Sebenarnya, tidak tega juga
membiarkan Salmul kembali pulang ke darat hari itu juga. Karenanya,
Aku dan Ijah berusaha untuk membujuk dan merayu (lebih tepatnya sih
meracuni) Salmul untuk tetap tinggal di pulau bersama kami. Untuk acara
trainingnya, kami membujuk dia untuk segera mengajukan ijin karena
sakit kepada supervisornya (kebiasaan mahasiswa untuk melarikan diri).
hahhahaa…
Namun sayang, kali ini Salmul tidak tergoda ataupun tergiur dengan rayuan maut kami. Dia tetap keukeuh
dengan niatnya untuk pulang. Dia mengaku sudah cukup puas dengan waktu
yang singkat dan foto yang sedikit itu. Dia memutuskan akan tetap
pulang dengan kapal yang datang siang itu juga. Hiks…hiks…. Salmul…. We will miss you honey… ihikihikihik :p
Sekitar
jam 1 siang, kapal yang akan membawa para penumpang dari Pulau Pramuka
menuju Muara Angke tiba di pelabuhan Pulau Pramuka. Kamipun bergegas
menuju pelabuhan untuk mengantarkan Salmul. Salmul yang masih
menggunakan kostum snorkling, lengkap dengan google dan snorkle di
kepalanya, melenggang kangkung mencari kamar mandi untuk berganti
kostum. Aku, Ijah, dan Pet yang merasa lapar, menunggu Salmul sambil
makan bakso di dekat pelabuhan. Di situ kami sempat bertemu dan ngobrol
sebentar dengan Pak Jamal (again).
“Does she will go to Bogor with that clothes?” tanya Pet
“Hahahha…. I dunno… maybe..” kataku sambil tertawa melihat Salmul yang kesana kemari mencari toilet.
“Hahahha…. I dunno… maybe..” kataku sambil tertawa melihat Salmul yang kesana kemari mencari toilet.
Salmul kurang beruntung dan tidak menemukan kamar mandi untuk berganti
baju. Akhirnya benar sudah tebakan Pet, bahwa Salmul akan pulang ke
darat dengan kostum snorkling-an itu. Meskipun dikurangi google dan snorkle dari kepalanya, namun tetap saja kombinasi antara celana legging
dan kaus hitam di tambah celana pendek bunga2 dan kerudung itu akan
menjadi kostum yang sangat2 istimewa. Si Ratu Pede pun beraksi. hahahaha
:p
Setelah Salmul berangkat dengan kapalnya, kamipun melanjutkan
perjalanan mengelilingi Pulau Pramuka itu. Menurut kabar dari orang, di
pulau ini kan ada tempat penangkaran mangrove dan penangkaran penyu, jadi kami akan membuktikan kebenaran kabar itu.
Dalam
perjalanan, kami menemukan sebuah rumah kecil di pinggir jalan yang
cukup menarik perhatian. Di bagian depannya, ada tulisan “Rumah Daur
Ulang”. Sepertinya ini adalah rumah yang di buat oleh kelompok
masyarakat sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat pesisir di pulau ini.
Setelah mengamati tulisan dan bangunan itu beberapa saat, kami baru
menyadari bahwa ada seseorang yang kami kenali di dalam rumah itu.
Orang itu memanggil2 kami untuk mendekat. Rupanya tak lain dan tak
bukan beliau adalah Pak Jamal. hahahha…. Dimana2 sepertinya kami akan
tetap dan terus bertemu dengan Pak Jamal. Betapa sempitnya Pulau
Pramuka ini, meskipun hanya sekedar untuk bersembunyi dari Bapak Jamal.
:p
Kamipun tertawa dan bergabung dengan Pak Jamal yang sudah duduk manis
di salah satu kursi di dalam rumah itu. Selain Pak Jamal, aku melihat
di dalam rumah itu ada 2 orang ibu2 yang sedang sibuk bekerja. Ibu yang
satu sedang sibuk di sudut merapikan dan memotong2 plastik, Sedangkan
si ibu yang satunya sedang sibuk menjahit dan menyatukan plastik2 itu
menjadi tas.
Rupanya, rumah daur ulang itu adalah rumah yang di gunakan untuk
mendaur ulang sampah plastik dari limbah rumah tangga, menjadi barang2
yang bisa di pakai kembali seperti tas, dompet, tempat hp, dll. Aku
melihat banyak sekali barang2 yang di tampilkan di sana. Di gantung
rapi dengan banyak sekali model. Bahan2nyapun beraneka ragam, mulai dari
bungkus kopi, bungkus detergen, bungkus pewangi pakaian, bungkus
panganan kecil, dll. Harganya juga tidak terlalu mahal, mulai dari Rp.
20.000-an. Woowww…
Berdasarkan keterangan si ibu yang menjahit, bahan
dasar yang digunakan untuk daur ulang awalnya berasal dari Jakarta.
Namun belakangan ini, bahan2 itu sudah bisa di peroleh dari Pulau
Pramuka sendiri. Setiap Hari Minggu, anak2 SD di pulau itu juga
melakukan kerja bakti di sepanjang pantai dan mengumpulkan sampah2
plastik untuk kemudian di berikan pada kelompok daur ulang ini.
Selain itu, ibu2 rumah tangga di Pulau Pramuka juga sudah mau
memisahkan sampah2 rumah tangga mereka, sehingga lebih mudah lagi
mendapatkan plastik bahan daur ulang.
Setelah dari tempat daur ulang sampah plastik, kamipun bergerak menuju
ujung lain dari pulau itu. Ternyata, Pulau Pramuka memang tidak terlalu
luas yaaa…. Baru sebentar berjalan, kami sudah sampai di pinggir
pantai lagi. hahaha… Jadi pengen muterin pantainya. Oh iya, menurut si
ibu yang menjahit di tempat daur ulang tadi, katanya akan segera di
bangun jalan lingkar luar di sepanjang pantai Pulau Pramuka itu.
Waduh…. alamat pantainya bakalan banyak berubah donk. Selalu saja ada
konsekuensi yang harus di terima untuk membuat sebuah kemajuan…
ck..ck..ck…
Beberapa waktu kemudian, kami melihat ada Kapal yang sudah lapuk dan
dimakan makhluk2 kecil2. Aku menunggu Ijah dan Pet yang pergi ke Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu untuk menyelesaikan beberapa urusan.
Aku menikmati pemandangan pantai yang banyak di tanami mangrove. Di
depanku, sepertinya merupakan lahan penanaman mangrove untuk mencegah
abrasi pantai. Ya, Kepulauan Seribu memang banyak mendapat ancaman dari
abrasi pantai.
Disamping karena permukaan tanahnya semakin menurun, permukaan laut
juga semakin lama semakin naik. Keberadaan mangrove di sepanjang pantai
sangat di perlukan untuk menahan gerusan ombak. Meskipun itu artinya
kita harus merelakan pantai yang bisa kita gunakan untuk bermain ombak,
berubah menjadi tanaman mangrove. :)
Puas
melihat2 kondisi pantai dengan mangrovenya, kamipun berjalan menuju
menara yang ada di pantai itu. Menara yang terbuat dari semen itu,
digunakan wisatawan untuk menikmati pemandangan laut hingga sejauh mata
memandang. Lumayan juga. Kami sempat berfikir untuk mendirikan tenda di
atas menara itu saja malam harinya. Sepertinya akan lebih nyaman
daripada di pantai yang banyak nyamuknya. :p
Aku segera turun dan menyusuri jalanan kembali. Dari keterangan seorang
bapak yang sedang mendorong gerobak yang berisi tanaman mangrove,
beberapa meter kedepan adalah tempat penangkaran penyu. Akupun berjalan
menuju kesana. Namun sayang sekali, penjaga yang membawa kunci untuk
memasuki ruangan penangkaran sedang tidak ada. Karenanya, kami hanya
bisa melihat dari luar ruangan. Di dalam ruangan itu, banyak sekali
bak2 yang berisi penyu sisik dengan berbagai ukuran. Ada yang masih
berupa tukik, hingga yang sudah berukuran besar.
Di
bagian depan, terdapat meja yang memuat botol dan tabung2 berisi
alkohol. Rupanya itu adalah media yang digunakan untuk mengawetkan tukik
dan telur yang gagal menetas. Hiks…. baunya lumayan mengena, tapi
lebih kena perasaan kasihannya. :p
Di sekeliling tempat penangkaran penyu itu, ada bedeng2 yang digunakan
untuk persemaian mangrove. Mulai dari Mangrove yang baru saja di stek,
hingga mangrove yang sudah tumbuh subur. Mungkin setelah cukup umur
dari lokasi persemaian itu, baru kemudian mangrove2 tersebut di tanam
di pantai. Masih menurut keterangan si ibu penjahit, katanya
penangkaran mangrove di Pulau Pramuka ini adalah termasuk salah satu
penangkaran yang paling besar.
Selain persemaian yang ada di areal penangkaran penyu, rupanya masih
ada lagi satu bedeng persemaian mangrove yang terletak di seberang
jalan. Di sana tertera keterangan yang menyebutkan bahwa persemaian itu
dilakukan oleh sekelompok pengunjung yang sedang mengadakan aksi
peduli lingkungan.
Karena aku sudah cukup puas melihat2 penangkaran penyu sedangkan Ijah
dan Pet belum, maka akupun berdiri di pinggir jalan, melihat kesibukan
masyarakat Pulau Pramuka di sepanjang jalan itu. Tiba2 ada bapak2 yang
sedang bersepeda, yang jika di tilik dari raut mukanya adalah orang
yang ramah dan mudah di ajak bicara. Prosedur standarpun di lancarkan.
Senyum, sedikit menyapa, dan kemudian beliau berhenti. Obrolanpun di
mulai.
Pak Zakariya alias Pak Zak. Itulah nama beliau. Bukan kepala balai,
namun merupakan salah satu orang yang berpengaruh di Balai Taman
Nasional Pulau Seribu (begitu menurutnya). Kami berempat ngobrol sambil
berdiri, masih di depan penangkaran penyu. Banyak hal yang di
bicarakan, namun bagian yang terpenting dari obrolan panjang itu adalah
bahwa si Pak Zak menawarkan kepada kami untuk snorkling bersamanya. Terlihat sekali bahwa beliau senang mengobrol dan berbagi ilmu, terlebih lagi dengan Pet. Ow..ow…
“Memang kalian beneran mau snorkling?”
“Mau donk pak…”
“Kalau begitu, saya bisa mengantarkan kalian snorkling dengan kapal balai”
“Eh, serius pak? gratis nih?”
“Iya, gratis…..”
“Asyiiikk…. mau donk pak… terima kasih ya pak…”
“Kalau gitu nanti kalo sudah siap, telpon saya saja”
“Siap pak… kita mau makan dulu sebentar”
“Mau donk pak…”
“Kalau begitu, saya bisa mengantarkan kalian snorkling dengan kapal balai”
“Eh, serius pak? gratis nih?”
“Iya, gratis…..”
“Asyiiikk…. mau donk pak… terima kasih ya pak…”
“Kalau gitu nanti kalo sudah siap, telpon saya saja”
“Siap pak… kita mau makan dulu sebentar”
Transaksi selesai dengan hasil memuaskan. Kamipun makan siang dengan tenang dan gembira. Bayangan untuk bisa snorkling-an
di tempat yang benar2 layak untuk snorkling sudah membayang di pelupuk
mata. Yang lebih menyenangkan lagi adalah aroma gratis yang sudah
sedemikian kuatnya melekat di otak. Dewi fortuna sudah rela loncat dari
puri kahyangan untuk membantu kami yang lemah ini. hahahaha
Selesai makan, kamipun menghubungi Pak Zak untuk memastikan waktu dan
tempat bertemu. Kami akan bertemu di dermaga kecil tempat kami berenang
siang harinya. Tak lupa, terlebih dahulu kami menitipan barang2 kepada
Pak Rahmat di villa tempat mereka beristirahat. Beliau sempat heran
dan bertanya2 ketika kami mengatakan bahwa kami akan di ajak ber-snorkling ria dengan Pak Zak. Mungkin dalam hatinya beliau bertanya2, ini anak2 muda nemplak-nemplok sama orang2 seenaknya sendiri…. hehehehhe
Tak berapa lama kemudian, Pak Zak sudah datang dengan perahunya yang lucu. Perahu balai taman nasional yang mungil. Di bagian pinggirnya terdapat tulisan “Acropora echinata“. Acropora echinata
adalah nama ilmiah dari salah satu coral yang ada di Kepulauan Seribu.
Kamipun dengan bersemangat 45 menaiki kapal tersebut. Pak Zak
mengendarai kapal tersebut dengan lihai.
Dalam perjalanan menuju tempat snorkling, kami melewati sebuah kolam
renang. Kolam renang lengkap dengan anjungan untuk lompat indah.
Setelah kolam renang, kami melewati sebuah penangkaran ikan. Aku lupa
tepatnya ikan apa, kalau tidak salah itu adakah penangkara ikan
bandeng. Entahlah… ingatanku mulai memburuk lagi. Di tempat penangkaran
ikan itu, banyak sekali bertengger burung2 laut. Diantaranya burung
Pecuk. Tentu saja mereka betah berada di situ, karena persediaan
makanan untuk mereka pasti lebih sustainable. :p
Selain penangkaran ikan, ada juga pabrik pengalengan di tengah laut.
Wow… pasti ikan2 yang di kalengkan disana sangatlah segar. Lokasinya
saja langsung di tengah lautan. Kemudian kami melihat ada beberapa
perahu mewah beserta dengan beberapa orang yang (nampaknya) merupakan
orang2 Cina/Jepang. Menurut keterangan Pak Zak, kapal2 yang mewah itu
adalah kepunyaan mereka sendiri, yang diberangkatkan dari Pelabuhan
Marina. ooohh…. orang2 kaya… Kata kami (dengan sedikit nyinyir) hahaha…
Beberapa
saat kemudian, kami melihat sebuah bangunan(masih di tengah laut) yang
nampaknya adalah restoran. Hmmm…. restoran di atas laut rupanya.
(Masih menurut Pak Zak), restoran itu merupakan tempat makan yang banyak
di kunjungi oleh wisatawan2 berduit. Intinya, harganya jauh lebih
mahal daripada makanan di darat lah yaw….
Setelah restoran, kami juga melihat sebuah bangunan mungil yang
terpisah dari restoran tadi. Nampaknya itu adalah sebuah villa mungil.
Waaahhh…. Keren ya villa di atas laut itu. Romantis sekali kalau bulan
madu di tempat itu. :p
Kami sempat melihat satu ekor penyu sisik yang sedang berenang di
lautan. Pet berniat untuk mengabadikannya melalui kameranya, namun
tidak terburu waktu. Penyu itu segera kabur dan tidak menampakkan diri
lagi. Kami berharap semoga nantinya kami masih bisa melihat penyu2 yang
lainnya. :)
Tak lama kemudian, kami sampai di tempat yang kami tuju sebagai lahan snorkling-an.
Perahupun di tambatkan. Tak jauh dari kami, ada satu gubuk apung yang
memang terapung2. Rupanya itu adalah gubuk untuk para penggemar fishing
atau memancing. Suatu saat aku pengen juga merasakan memancing sambil
di goyang2 ombak begitu. Kalaupun tidak memancing, mungkin bisa juga
membaca buku di tempat itu. Pasti waktu akan berlalu dengan cepatnya. :p
Kamipun bersiap2 untuk turun ke air dan menikmati keindahan bawah laut
kepulauan ini. Pet sudah dengan lihainya berenang kesana-kesini. Pak
Zak sudah menyiapkan satu buah lifevest untuk antisipasi bagi kami yang kurang bisa beranang ini. Aku dan Ijah mencoba alat snorkling
yang kami bawa. Aku segera turun dan melihat bahwa di bawah sana
pemandangan sangat indah. Banyak terumbu karang warna-warni yang masih
tampak baru, hasil transplantasi.
Percobaan snorkling pertama
menjadi sesuatu yang lucu karena aku dan Ijah sama2 belum menyadari
bahwa kami dengan mudahnya terbawa arus. Akupun berpegangan pada lifevest
yang telah di pegang Ijah terlebih dahulu. Karena perbedaan berat
badan dan juga posisi, kami menjadi bergulat bersama naik turun
bergantian. Aku tertawa terbahak2, masih dengan peralatan snorkling di mulutku.
Aku meminta Ijah untuk mengantarkanku kembali ke kapal untuk sekedar membenahi posisi alat snorkle-ku.
Ijah dengan sekuat tenaga mendorong lifevest itu menuju kapal. Namun
lama sekali rasanya, kami tidak bertambah maju. Rupanya, arus melawan
usaha kami lebih kuat. hahahhaa….. Aku dan Ijah pun bergelut bersama
sambil terus tertawa mentertawakan diri kami sendiri. Pada akhirnya,
setelah sekian lama berusaha, akupun bisa di selamatkan ke kapal.
Wuidih…. Banyak energi terkuras untuk “me-rescue” perjalananku yang pertama. hahahahha
Pak Zak menunjukkan bahwa tidak jauh dari kami, ada sebuah coral masif
yang sangat besar dan bisa kami gunakan untuk berdiri. Ijah dan Pet
terlebih dulu sampai di coral itu, baru kemudian aku menyusul. Aku
sudah bisa snorkling-an sendiri tanpa bantuan lifevest pada akhirnya. Menyenangkan sekali. Thanks for the opportunity ya Pak Zak…. ^_^
Aku
melihat di bawah sana banyak sekali terumbu karang hasil transplantasi
yang sedang tumbuh. Hal itu dapat dilihat dari batu2 yang berasal dari
semen, yang di gunakan sebagai media tumbuhnya. Pak Zak menceritakan
bahwa coral2 itu usianya sekitar 2 tahun-an. Beliau juga menceritakan
banyak hal mengenai pulau2 di Kepulauan Seribu beserta dengan potensi2
yang di miliki. Ini baru merupakan salah satu dari sekian banyaknya
kekayaan Bangsa Indonesia. ^_^
Pak Zak sempat bercerita mengenai privatisasi pulau yang di lakukan
oleh beberapa orang kaya dari dalam dan luar negri Indonesia. Selain
itu, pak Zak juga menceritakan mengenai suka duka bekerja di pulau
seperti itu. Tak terasa, haripun beranjak malam. Gelap datang dengan
cepat, dan kami di anjurkan untuk segera naik ke kapal untuk kembali ke
Darmaga. Permintaan Pet untuk berenang menyusul kapal di tolak oleh
Pak Zak. “Sudah malam” katanya. Sekali lagi, terima kasih banyak Pak
Zak…
Kamipun di turunkan di darmaga tempat kami naik sebelumnya. Pak Zak
langsung pulang, Pet dan Ijah melanjutkan berenang, dan aku memilih
pergi ke warung untuk membeli air minum dan sedikit makanan. Logistik
kami rupanya teramat sangat kurang, di ikuti dengan semakin
berkurangnya persediaan uang cash kami. Pelajaran untuk yang akan
berwisata ke pulau, untuk membawa uang cash sebanyak2nya. :p
Akupun berjalan menyusuri darmaga sambil menikmati angin pantai yang
lembab. Aku sempat berhenti sebentar dan mengamati aktivitas beberapa
orang yang sedang sibuk mengangkut tanaman mangrove. Sepertinya mereka
akan membawa bibit2 mangrove itu ke pulau lain. Aku lupa menanyakan
pulau mana yang akan di tuju kapal itu.
Akhirnya aku menemukan warung kecil yang menjual beberapa kebutuhan
pokok rumah tangga. Bahan2 utama yang aku butuhkan sudah kudapatkan,
lalu aku memilih beberapa snack untuk cemilah di darmaga. Sayang
sekali, persediaan snack di warung itu sangat minim sekali. Selain
jumlah pilihannya sedikit sekali, snack yang adapun sepertinya sudah
hampir kadaluarsa. Pelajaran lagi untukk yang akan berwisata ke pulau
adalah membawa sebanyak2nya snack atau penganan dari darat agar tidak
kelaparan.
Bekal untuk melewatkan malam yang teramat sangat minimalis, sudah di
pelukan. Akupun kembali menyusuri gelapnya pantai yang benar2 sepi.
Mengingatkanku pada pengalaman ketika aku berjalan di pulau Karimun
Jawa untuk tujuan yang sama. Hanya saja Karimun Jawa memiliki lebih
banyak pilihan cemilan di bandingkan di pulau ini.
Sesampainya di darmaga, aktivitas berenang sudah selesai. Kamipun
mendirikan tenda yang akan kami gunakan untuk bermalam. Entah kenapa
dalam perjalanan ini aku merasa sangat bodoh dan kurang persiapan
sekali. Banyak hal2 yang aku lupakan dan tidak aku bawa sehingga
menjadi masalah kemudian. Contohnya, pisau multiguna C*****n ku. Sangat
sulit mengatasi keteledoran ini. :p
Malam itu langit terang bersama bintang2 nya, meskipun nampaknya bulan
sedang absen. Jutaan bintang bersinar terang di atas sana, menemani
kami yang bergelimpangan di dermaga. Kami bercerita ngalor-ngidul
mengenai banyak hal. Tidak perduli apakah materi yang kami bicarakan
saling bisa dipahami atau tidak. Scara pembicaraan 3 bahasa gitu lho.
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, plus Bahasa Tubuh. hahahahhaa…..
Isi pembicaraanpun beraneka ragam. Mulai dari bintang, pekerjaan, hingga masalah cinta. Prikitiew…. prikitiew….
Sayangnya, pesona bintang yang cukup melenakan itu tidak bertahan lama.
Bersamaan dengan malam yang semakin kelam, mendungpun datang tanpa
perlu di undang. Perlahan namun pasti langitpun menggelap. Dan tak
berapa lama kemudian, mulai turun rintik hujan yang semakin menderas.
Kamipun bergegas memasuki tenda, dan bersiap tidur.
Sepertinya aku sudah terlelap ketika sayup2 kudengar Ijah atau Pet berkata,
“Someones coming”
“Wah…. so scary….”
“Someones coming”
“Wah…. so scary….”
Mau tidak mau, kesadarankupun menjadi terpanggil dan aku mulai
terbangun. Akupun ikut melongokkan kepalaku ke luar tenda. Rupanya ada
seorang bapak2 tua yang memakai sarung dan baju koko, berdiri di ujung
dermaga. Dia berdiri dengan tenang sambil menghadap ke laut,
membelakangi kami. Sekilas, aku melihatnya menggerak2an tangannya yang
memegang benda seperti bakul kecil. Benda itu dia putar2kan secara
perlahan dan kontinyu.
“What is he doing?”
“I don’t know… Maybe he just make some ceremony or ritual”
“What kind of ceremony?”
“I dunno….”
“What is he doing?”
“I don’t know… Maybe he just make some ceremony or ritual”
“What kind of ceremony?”
“I dunno….”
Dan akupun kembali menempati tempat tidurku dengan perasaan sedikit
was-was. Khawatir juga kalau misalkan ternyata si bapak itu memang
sedang ritual. Jangan2 nanti dia kesurupan terus membabi buta ke tenda
kami, atau mungkin saja dia adalah orang jahat. Hhiiiiyyyy….. Parno….
Lama kelamaan, aku mendengar suara dari luar tenda. Nampaknya dari
tempat si bapak itu berdiri. “Seerrrrr….. seerrrr….. ” Pikiranku
langsung berkelana dengan liarnya. Aku pikir si bapak itu pasti sedang
melakukan ritual mengumpulkan tenaga atau energi dari laut. Itulah
mengapa dia menggerakkan tangannya secara memutar seperti tadi. Pasti
suara itu adalah suara energi yang datang dari laut dan mulai terkumpul
sedikit demi sedikit di tangannya. Waduh, kalau energinya semakin
besar, bagaimana nasib kami? tanyaku dalam hati.
Lamunan liarku berhenti mendadak ketika si Pet tiba2 bilang,
“I know what he did….. He just fishing….” Katanya
“What… ?” tanyaku langsung duduk lagi
“Ya…. he just fishing. And the voices come from his equipment.”
“I know what he did….. He just fishing….” Katanya
“What… ?” tanyaku langsung duduk lagi
“Ya…. he just fishing. And the voices come from his equipment.”
Dan kamipun mengamati si bapak. Setelah beberapa saat, si bapak tampak
melempar tali ke tengah laut, dan kemudian muncul kembali bunyi2an itu.
Maka yakinlah aku kalau si bapak hanya sedang memancing. hahahahhaa…..
Maklum, otak sudah terlanjur berkhayal. :p
“Pak, sedang mancing apa pak?” tanyaku, dan si bapak tidak mendengarnya.
“Maaf pak, bapak sedang mancing apa ya?” tanyaku sedikit lebih keras.
“Oh, saya sedang mencari cumi. maaf kalau mengganggu ya” kata si bapak sambil menengok ke arah kami.
“Pak, sedang mancing apa pak?” tanyaku, dan si bapak tidak mendengarnya.
“Maaf pak, bapak sedang mancing apa ya?” tanyaku sedikit lebih keras.
“Oh, saya sedang mencari cumi. maaf kalau mengganggu ya” kata si bapak sambil menengok ke arah kami.
Akhirnya aku dan Pet tertarik untuk mendekati, melihat dan menemani si
bapak memancing cumi. Nama beliau adalah Pak Umar. Beliau tinggal di
Pulau Pramuka, dekat dengan tower (nggak tau tower mana). Beliau memang
sering memancing cumi di darmaga ini. Menurut beliau, setelah hari
hujan, ketika bintang mulai bermunculan, maka cumi2 akan datang ke
darmaga ini karena tertarik dengan cahaya lampunya.
Pak Umar yang bekerja di perhotelan sewaktu masih muda, bisa berbicara
bahasa inggris dengan cukup baik. Beliau senang sekali bisa bertukar
cerita dengan Pet tentang cumi (sepia), alat pancing cumi, laut,
perikanan, pemerintah, dan lain sebagainya. Beberapa percobaan yang di
lakukan Pak Umar gagal dan tidak membuahkan cumi. Salah satu lemparan
kail Pak Umar sempat nyangkut di dekapan cumi, namun terlepas kembali
ketika di tarik. Pak Umarpun menyerah dan tidak ingin melanjutkan lagi.
Si Pet akhirnya tertarik untuk mencoba memancing
cumi. Dan rupanya, rejeki Pak Umar ada di tangan Pet malam itu.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Pet berhasil menangkap 1 cumi.
Dengan sangat bernafsu dia segera mengeluarkan kamera dan
menjeprat-jepret sana-sini. Dia terlihat terlalu antusias untuk ukuran
bule bertemu dengan cumi. Akhirnya diapun berphoto bertiga dengan
sahabat barunya, Pak Umar dan si cumi. Sayangnya si cumi yang rentan
terhadap kekeringan itu cepat sekali meninggal dunia. Usaha Pet
menyelamatkan dengan cara memberikan air laut pada plastiknya gagal.
Karenanya, cumi itu langsung di berikan saja pada Pak Umar untuk di
bawa pulang. Pak Umarpun pulang, kami berpisah dengan Pak Umar, dan
kami kembali tidur, menyusul Ijah yang sudah bablas sampai papua. :p
Paginya, kami bangun cukup siang. Aku terbangun karena aku merasa
lapar. Beruntung masih ada indomie yang bisa aku masak dan aku makan
meskipun tanpa sendok. Pak Zak sempat mendatangi kami, namun karena
baru aku seorang yang bangun dan tidak tau mau ngobrol apa, akhirnya
beliau pergi lagi. So sorry pak… nyawa saya belum ngumpul benar.
hehehehhe
Mendekati waktu kapal datang, barulah kami semua benar2 bangun. Dengan
segera kami membenahi tenda dan semua peralatan agar bisa mengejar
kapal. Si Pet sempat berkata, kenapa kita tidak menunggu kapal yang
siang hari saja sehingga kita tidak perlu stress dengan persiapan yang
mendadak ketika nyawa belum sepenuhnya terkumpul? Namun akhirnya dia
menyerah juga, karena menghadapi kenyataan bahwa kami sudah hampir
kehabisan uang cash. Semakin lama kami tinggal di pulau, maka keuangan
kami yang telah di landa krisis moneter itu akan semakin parah. Dan
kamipun pulang bersama dengan penumpang kapal pagi yang lainnya.
Selamat tinggal Pulau Pramuka, sampai bertemu lagi secepatnya…. :)
Sumber : kompasiana.com