Semenjak
saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Pulau Damar, masih
tersimpan satu pertanyaan, siapa yang dimakamkan di pulau ini? Saat
kunjungan kedua kalinya, saya sempat melihat dari dekat kuburan
satu-satunya di pulau ini. Kuburannya berada di tengah-tengah pulau
dengan kondisi terawat dan sekelilingnya dihampari keramik layaknya
tempat untuk berziarah, bersih dan terawat memang.
Informasi
yang saya dapatkan dari petugas mercusuar, makam ini sering dikunjungi
orang pada hari-hari tertentu. Alasannya bermacam-macam. Ada yang
sekedar ziarah, ada juga yang meminta sesuatu. Nah, ini yang paling
tidak saya sukai. Namun, siapa dan mengapa ada makam ini ada di Pulau
Damar dan mengapa dikeramatkan oleh sebagian orang. Ini menjadi tanda
Tanya besar buat saya.
“ Ini makam orang Banten ?”
Hanya
itu keterangan yang saya dapatkan dari penjaga mercusuar. Selebihnya
rasanya mereka tidak tahu. Beruntung ketika saya berkunjung ke museum
prasasti yang ada di Kober-Tanah Abang, saya mendapatkan sedikit
informasi bahwa yang dikubur di Pulau Damar adalah ratu dari kerajaan
Banten. Nah, misteri mulai terungkap.
Dalam
buku “ Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, Pramoedya Ananta Toer sedikit
menyinggung makam yang ada di Pulau Damar. Menurutnya, makam ini adalah
makam Fatimah. Seorang gadis keturunan Arab yang dijadikan mata-mata
Belanda di kerajaan Banten abad 17-an.
Dikisahkan
kerajaan Banten adalah kerajaan yang sedang memperluas pengaruh
kekuasaannya hingga ke seluruh Jawa Barat. Khawatir kerajaan Banten
bekerja sama dengan kerajaan Mataram, Belanda melakukan usaha untuk
menghancurkan kerajaan Banten. Untuk memuluskan misinya, Belanda
mengirim gadis berdarah Arab bernama Fatimah untuk untuk dipersunting
Sultan Arifin.
Misi
untuk menghancurkan kerajaan Banten dimulai dengan memfitnah putra
mahkota Banten. Fatimah menuduh, putra mahkota ingin mengkudeta dan
mengangkat dirinya sebagai sultan. Sultan Arifin marah dan menangkap
anaknya sendiri serta menyerahkannya pada Belanda untuk diasingkan ke
Ambon.
Sultan
Arifin menyadari fitnahan Fatimah ketika keponakan Fatimah diangkat
menjadi putra mahkota. Sayangnya kesadaran ini terlambat. Fatimah malah
merebut kekuasaan sultan dan mengangkat keponakannya sebagai sultan
yang baru. Sultan Arifin diserahkan ke pihak Belanda dan diasingkan ke
Ambon.
Sayangnya
usaha Fatimah tidaklah berjalan mulus. Rakyat Banten yang mengetahui
sultannya telah diganti menjadi marah dan balik menyerang Fatimah dan
keponakannya. Perangpun meletus dan pihak Fatimah menjadi pihak yang
dikalahkan. Peristiwa ini terjadi pada bulan Oktober 1750. Tidak saja
kekuasaan Fatimah digulingkan tetapi pihak Belandapun harus menanggung
akibatnya. Pasukan yang didatangkan dari Bataviapun dihancurkan oleh
rakyat Banten.
Fatimah
dan keponakannya diungsikan diam-diam ke Pulau Edam atau Pulau Damar
Besar. Mengapa Pulau Damar menjadi pilihannya. Dalam buku “ Jakarta
Batavia” yang dieditori oleh Kees Grijns, Ada beberapa pulau yang
dimanfaatan Belanda di teluk Jakarta. Pulau yang terkenal adalah Onrust
dan Edam. Pulau Onrust digunakan oleh Belanda sebagai pusat perbaikan
armada kapalnya sementara Edam digunakan sebagai pulau peristirahatan.
Sayangnya setelah tahun 1735, Pulau Edam tidak lagi digunakan sebagai
pulau peristirahatan karena tidak sehat dan berkembangnya wabah malaria.
Pulau yang merana ini kemudian untuk membuang Fatimah hingga akhir
hayatnya.
Keterangan
demi keterangan yang saya kumpulkan ternyata saling menguatkan bahwa
makam yang berada di Pulau Damar sesungguhnya adalah makam orang Banten
yang tidak lain adalah Fatimah yang bekerja sebagai antek-antek
Belanda.
Lalu
yang harus dipertanyakan adalah layakkah kita menganggap keramat makam
ini dan menziarahinya jika sipemilik jasad adalah orang yang
menyebabkan kehancuran kerajaan Banten di masa silam? Apalagi bekerja
sebagai antek-antek Belanda. Namun lepas dari semua kontroversial
tersebut, selayaknya kita menjadikan makam ini sebagai bagian dari
peninggalan sejarah bangsa ini. Agar kita dapat belajar dari masa silam
dan bukan menjadikannya sebagai sarana untuk membangkitkan tahayul,
kurafat serta kemusyikan.
Oleh : Munadi R Kardian
FOTO - FOTO PULAU DAMAR