Penyu sisik (Eretmochelys imbricate)
adalah jenis penyu yang memiliki karapas yang indah. Karapas penyu
bernilai tinggi karena menjadi bahan dasar pembuatan perhiasan atau
aksesoris. Oleh karena itulah, penyu ini banyak diburu. Tak mengherankan
apabila Penyu Sisik terdaftar di IUCN Redlist sebagai hewan yang
terancam punah.
Menyadari kondisi tersebut, di Pulau Pramuka, terdapat sebuah penangkaran penyu sisik yang berperan penting dalam menjaga populasi hewan yang satu ini. Pulau Pramuka yang terletak di utara Kota Jakarta adalah satu dari sekian banyak pulau di Kepulauan Seribu, tepatnya berada di kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai penangkaran di Pulau Pramuka yang telah dimulai sejak 30 tahun yang lalu, baiknya lebih dulu kita mengenal penyu sisik.
Penyu sisik juga dikenal dengan nama hawksbill turtle. Hal ini dikarenakan kemiripan paruhnya dengan paruh burung elang yang tajam dan meruncing namun dengan bentuk rahang yang agak besar. Warna karapas penyu sisik yang bervariasi dan cantik menjadi salah satu alasan utama perburuan penyu sisik. Karapas biasanya berwarna kuning, hitam atau coklat.
Penyu sisik dapat mencapai berat tubuh sekira 80 kg dan panjang hingga mencapai 100 cm. Warna dan bentuk cangkang dari penyu yang satu ini cukup unik, yaitu berbentuk seperti sisik yang tersusun secara teratur. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, karapas penyu bernilai tinggi karena menjadi bahan dasar pembuatan perhiasan atau aksesoris.
Penyu sisik juga berperan penting dalam ekositem laut. Diperkirakan penyu sisik mengkonsumsi sponge hingga 1000 pon atau sekira 450 kg per tahun. Dengan jumlah ini tentu peran penyu sisik cukup signifikan dalam mengendalikan laju pertumbuhan bunga karang yang dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang. Karena konsumsi utama penyu ini bunga karang, daging penyu sisik bersifat beracun dan dapat membahayakan bagi manusia. Selain bunga karang, penyu sisik juga mengkonsumsi alga, hewan-hewan kecil seperti udang, moluska, cumi-cumi dan lainnya.
Habitat penyu sisik adalah di perairan yang dingin. Mereka mampu menjelajahi samudera hingga bermil jauhnya. Tempat bertelur penyu ini biasanya ditemukan di Benua Hindia (misal di Seychelles, Oman), Karibia (misal di Kuba, Mexico), Australia, dan juga Indonesia.
Saat ini, keberadaan penyu sisik terancam punah. Penyebabnya adalah karena perburuan liar akan telur, karapas yang bernilai jual tinggi, dan bahkan daging. Selain itu, ancaman lain datang dari pengrusakan habitat, polusi laut, dan terperangkap oleh alat penangkap ikan.
Penangkaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka
Menyadari kondisi tersebut, di Pulau Pramuka, terdapat sebuah penangkaran penyu sisik yang berperan penting dalam menjaga populasi hewan yang satu ini. Pulau Pramuka yang terletak di utara Kota Jakarta adalah satu dari sekian banyak pulau di Kepulauan Seribu, tepatnya berada di kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai penangkaran di Pulau Pramuka yang telah dimulai sejak 30 tahun yang lalu, baiknya lebih dulu kita mengenal penyu sisik.
Penyu sisik juga dikenal dengan nama hawksbill turtle. Hal ini dikarenakan kemiripan paruhnya dengan paruh burung elang yang tajam dan meruncing namun dengan bentuk rahang yang agak besar. Warna karapas penyu sisik yang bervariasi dan cantik menjadi salah satu alasan utama perburuan penyu sisik. Karapas biasanya berwarna kuning, hitam atau coklat.
Penyu sisik dapat mencapai berat tubuh sekira 80 kg dan panjang hingga mencapai 100 cm. Warna dan bentuk cangkang dari penyu yang satu ini cukup unik, yaitu berbentuk seperti sisik yang tersusun secara teratur. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, karapas penyu bernilai tinggi karena menjadi bahan dasar pembuatan perhiasan atau aksesoris.
Penyu sisik juga berperan penting dalam ekositem laut. Diperkirakan penyu sisik mengkonsumsi sponge hingga 1000 pon atau sekira 450 kg per tahun. Dengan jumlah ini tentu peran penyu sisik cukup signifikan dalam mengendalikan laju pertumbuhan bunga karang yang dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang. Karena konsumsi utama penyu ini bunga karang, daging penyu sisik bersifat beracun dan dapat membahayakan bagi manusia. Selain bunga karang, penyu sisik juga mengkonsumsi alga, hewan-hewan kecil seperti udang, moluska, cumi-cumi dan lainnya.
Habitat penyu sisik adalah di perairan yang dingin. Mereka mampu menjelajahi samudera hingga bermil jauhnya. Tempat bertelur penyu ini biasanya ditemukan di Benua Hindia (misal di Seychelles, Oman), Karibia (misal di Kuba, Mexico), Australia, dan juga Indonesia.
Saat ini, keberadaan penyu sisik terancam punah. Penyebabnya adalah karena perburuan liar akan telur, karapas yang bernilai jual tinggi, dan bahkan daging. Selain itu, ancaman lain datang dari pengrusakan habitat, polusi laut, dan terperangkap oleh alat penangkap ikan.
Penangkaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka
Untuk mengantisipasi penyebab dan
pendorong kepunahan penyu sisik, salah satu cara yang efektif adalah
dengan melakukan proses penangkaran penyu. Salah satu penangkaran penyu
sisik yang cukup dikenal di Indonesia adalah di Pulau Pramuka.
Di pusat penangkaran yang digerakkan oleh Pak Salim selama lebih dari
30 tahun ini, penyu-penyu sisik disimpan di bak-bak penangkaran hingga
siap dilepaskan ke laut.
Upaya penangkaran ini dimulai sejak tahun 1984. Kegiatan yang dilakukan pada pelestarian penyu sisik ini meliputi berbagai langkah penyelamatan, yaitu meliputi upaya pembinaan habitat pulau tempat penyu bertelur, menunggui penyu bertelur dan kemudian menyelamatkan telur penyu dari hama dan predator, penetasan telur semi alamiah, perawatan anak penyu (tukik) untuk pelepasan di habitat asli, dan pembinaan masyarakat dalam upaya konservasi penyu sebagai satwa langka.
Harapan dari upaya-upaya tersebut tentu saja agar habitat tempat penyu bertelur tetap lestari dan terjaga sehingga penyu dapat kembali untuk bertelur. Selain itu, telur penyu terselamatkan dari perburuan para predator dan manusia sehingga dapat ditetaskan dan dibesarkan sampai tiba waktunya pelepasan ke habitat aslinya. Hal ini akan menjaga bahkan mendorong meningkatnya populasi penyu sisik yang terancam punah ini.
Predator utama telur penyu dan tukik adalah manusia. Telur penyu memang banyak diburu untuk dijual dan dikonsumsi. Pak Salim sendiri selaku tokoh penangkaran penyu sisik saat ini mengaku bahwa dahulu ia pun memburu telur-telur penyu untuk dijual dan ditukar dengan beras. Akan tetapi, pada tahun 1980-an, Pak Salim bertemu seorang yang tengah melakukan survey di kawasan tersebut, tepatnya di Pulau Penjaliran, yang menghimbau agar penyu-penyu tersebut dibiarkan atau dibantu untuk terus berkembangbiak.
Kemudian pada tahun 1984, seiring berjalannya proyek penetapan kawasan tersebut sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, keberadaan penyu sisik dan hutan mangrove pun dilindungi. Sejak saat itulah, Pak Salim yang kemudian diperkerjakan di Taman Laut Kepulauan Seribu berhenti memburu telur penyu untuk dijual dan bahkan mulai melakukan upaya penangkaran penyu.
Pada awalnya upaya penangkaran penyu sisik dilakukan di Pulau Semak Daun, tapi kemudian dipindahkan di Pulau Pramuka. Telur-telur penyu yang berhasil diselamatkan dan ditemukan di sekitar wilayah pantai Pulau Pramuka dipindahkan ke lokasi penangkaran. Di tempat tersebut, telur dikubur di media pasir yang dibuat semirip mungkin dengan habitat aslinya. Lokasi penetasan ini dipagari sehingga terhindar dari predator dan perburuan telur oleh manusia.
Telur-telur yang menetas (dibutuhkan waktu sekira 55 hari) selanjutnya dibesarkan dalam bak-bak penangkaran. Tukik-tukik tersebut dikelompokkan sesuai umur tukik dan ditaruh di bak biru berukuran sekitar 2×1 meter. Terdapat sekira 12 bak penangkaran yang diletakkan di sebuah bangunan kayu berjendela kawat. Daging dan ikan ekor kuning adalah 2 jenis pakan yang diberikan kepada tukik dan penyu sisik di penangkaran tersebut. Saat tukik telah dianggap cukup mampu menghindar dari predator, saat itulah tukik dilepaskan kembali ke laut.
Di tempat penangkaran yang sederhana dan tidak terlalu luas ini, ribuan telur penyu berhasil diselamatkan hingga menetas menjadi tukik yang kemudian siap dilepas ke laut. Tercatat pada tahun 1995—dengan bantuan sebuah lembaga Jepang—terdapat sekira 10 ribu ekor penyu yang berhasil dilepasliarkan ke laut. Hingga kini, rata-rata per tahunnya (sedikitnya) 3500 tukik berhasil dihantar ke laut sebagai habitat aslinya.
Pak Salim selaku penggerak utama pusat penangkaran penyu sisik di Pulau Pramuka ini pernah dianugerahi penghargaan lingkungan hidup dari Presiden RI hingga tiga kali atas jasa-jasanya dalam menyelamatkan dan melestarikan hewan langka, penyu sisik. Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan adalah salah satu upaya kecil yang dapat kita lakukan dan sumbangkan dalam rangka pelestarian lingkungan hidup (pada umumnya) dan laut (khususnya) sebagai habitat alami penyu dan sebagai salah satu ekosistem penting bagi seluruh makhluk hidup.
Upaya penangkaran ini dimulai sejak tahun 1984. Kegiatan yang dilakukan pada pelestarian penyu sisik ini meliputi berbagai langkah penyelamatan, yaitu meliputi upaya pembinaan habitat pulau tempat penyu bertelur, menunggui penyu bertelur dan kemudian menyelamatkan telur penyu dari hama dan predator, penetasan telur semi alamiah, perawatan anak penyu (tukik) untuk pelepasan di habitat asli, dan pembinaan masyarakat dalam upaya konservasi penyu sebagai satwa langka.
Harapan dari upaya-upaya tersebut tentu saja agar habitat tempat penyu bertelur tetap lestari dan terjaga sehingga penyu dapat kembali untuk bertelur. Selain itu, telur penyu terselamatkan dari perburuan para predator dan manusia sehingga dapat ditetaskan dan dibesarkan sampai tiba waktunya pelepasan ke habitat aslinya. Hal ini akan menjaga bahkan mendorong meningkatnya populasi penyu sisik yang terancam punah ini.
Predator utama telur penyu dan tukik adalah manusia. Telur penyu memang banyak diburu untuk dijual dan dikonsumsi. Pak Salim sendiri selaku tokoh penangkaran penyu sisik saat ini mengaku bahwa dahulu ia pun memburu telur-telur penyu untuk dijual dan ditukar dengan beras. Akan tetapi, pada tahun 1980-an, Pak Salim bertemu seorang yang tengah melakukan survey di kawasan tersebut, tepatnya di Pulau Penjaliran, yang menghimbau agar penyu-penyu tersebut dibiarkan atau dibantu untuk terus berkembangbiak.
Kemudian pada tahun 1984, seiring berjalannya proyek penetapan kawasan tersebut sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, keberadaan penyu sisik dan hutan mangrove pun dilindungi. Sejak saat itulah, Pak Salim yang kemudian diperkerjakan di Taman Laut Kepulauan Seribu berhenti memburu telur penyu untuk dijual dan bahkan mulai melakukan upaya penangkaran penyu.
Pada awalnya upaya penangkaran penyu sisik dilakukan di Pulau Semak Daun, tapi kemudian dipindahkan di Pulau Pramuka. Telur-telur penyu yang berhasil diselamatkan dan ditemukan di sekitar wilayah pantai Pulau Pramuka dipindahkan ke lokasi penangkaran. Di tempat tersebut, telur dikubur di media pasir yang dibuat semirip mungkin dengan habitat aslinya. Lokasi penetasan ini dipagari sehingga terhindar dari predator dan perburuan telur oleh manusia.
Telur-telur yang menetas (dibutuhkan waktu sekira 55 hari) selanjutnya dibesarkan dalam bak-bak penangkaran. Tukik-tukik tersebut dikelompokkan sesuai umur tukik dan ditaruh di bak biru berukuran sekitar 2×1 meter. Terdapat sekira 12 bak penangkaran yang diletakkan di sebuah bangunan kayu berjendela kawat. Daging dan ikan ekor kuning adalah 2 jenis pakan yang diberikan kepada tukik dan penyu sisik di penangkaran tersebut. Saat tukik telah dianggap cukup mampu menghindar dari predator, saat itulah tukik dilepaskan kembali ke laut.
Di tempat penangkaran yang sederhana dan tidak terlalu luas ini, ribuan telur penyu berhasil diselamatkan hingga menetas menjadi tukik yang kemudian siap dilepas ke laut. Tercatat pada tahun 1995—dengan bantuan sebuah lembaga Jepang—terdapat sekira 10 ribu ekor penyu yang berhasil dilepasliarkan ke laut. Hingga kini, rata-rata per tahunnya (sedikitnya) 3500 tukik berhasil dihantar ke laut sebagai habitat aslinya.
Pak Salim selaku penggerak utama pusat penangkaran penyu sisik di Pulau Pramuka ini pernah dianugerahi penghargaan lingkungan hidup dari Presiden RI hingga tiga kali atas jasa-jasanya dalam menyelamatkan dan melestarikan hewan langka, penyu sisik. Menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan adalah salah satu upaya kecil yang dapat kita lakukan dan sumbangkan dalam rangka pelestarian lingkungan hidup (pada umumnya) dan laut (khususnya) sebagai habitat alami penyu dan sebagai salah satu ekosistem penting bagi seluruh makhluk hidup.
Sumber : indonesia.travel