Program pelestarian Penyu Sisik mulai dirintis sejak tahun 1984 s.d tahun 1990 di Pulau Semak Daun yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (Ditjen PHPA) yang didanai oleh APBN melalui Proyek Penangkaran Penyu. Pada tahun 1995, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jepang berminat untuk melakukan kerjasama pelestarian Penyu Sisik di Indonesia. Sehingga Pada tanggal 29 Juni 1995, ditandatanganilah kerjasama kemitraan antara Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) dengan Japan Bekko Assosiation (JBA) yang diberi nama Program Pelestarian Penyu Sisik (Hatching, Rearing, Releasing and Tagging Programme of Hawksbill Turtle in Indonesia). Kerjasama ini berlangsung selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 1 Juli 1995 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 1998.
Melihat keberhasilan dalam program tersebut, kerjasama antara JBA dengan PHPA dilanjutkan kembali sampai dengan bulan Oktober tahun 2000. Perpanjangan kerjasama ini ditandai dengan adanya perjanjian pada tanggal 1 Juli 1998 sampai dengan 30 Juni 2000.
Setelah kerjasama dengan JBA berakhir, Pada tanggal 1 Nopember 2000 Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan kemitraan dengan PT. Pembangunan Jaya Ancol. Kerjasama ini berakhir sampai dengan tanggal 12 April 2001. Untuk kelanjutan operasionalnya, kegiatan pelestarian Penyu Sisik di Pulau Pramuka didanai oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Habitat dan Penyebaran
Penyu Sisik bersifat soliter dan karnivor serta hidup menyebar di daerah karang tropis (tropical coral reef), namun populasi Penyu Sisik sesuai dengan tempat yang lebih cocok dan spesifik. Kecenderungan Penyu Sisik sangat menyukai tempat berkoral karena ekosistem koral memiliki kekayaan jenis- jenis hewan yang bisa dijadikan sebagai makanan. Selain itu, daerah koral dijadikan pula sebagai tempat berlindung dari pemangsa/predator.
Menurut Salim dan M. Halim ( 1984 ) dalam BTNKpS (1996), di Indonesia terdapat 138 daerah peneluran penyu dan 85 diantaranya adalah pantai peneluran Penyu Sisik. Daerah peneluran Penyu sisik di Kepulauan Seribu terdapat di Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur, Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, Gosong Rengat, Pulau Jagung, Pulau Dua, Pulau Panjang, Pulau Semut Kecil, Pulau Sepa Kecil, Pulau Belanda dan Gosong Sepa ( Nuitja dan Akhmad, 1982 ). Sampai saat ini pantai peneluran penyu sisik yang sangat potensial hanya di Pulau Peteloran Timur. Makanan Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Semua hewan memerlukan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dalam makanannya. Sedangkan gizi utama dalam makanan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Penyu Sisik bersifat omnivora, disamping memakan alga laut (sea weed) seperti Cymodaceae sp. dan Posidonia sp. juga binatang- binatang kecil yang hidup di terumbu karang seperti jenis moluska dan udang di perairan dangkal. Jarak dari tempat kawin ke tempat mencari makan, daya jelajah penyu sisik bisa mencapai 3000 km. Salah satu jenis pakan yang diberikan di tempat pelestarian Penyu Sisik adalah ikan ekor kuning. Pertumbuhan Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan berat badan dan ukuran tubuh suatu organisme yang diukur pada satuan waktu tertentu. Untuk mengetahui pertumbuhan penyu, pengamatan yang dilakukan umumnya berdasarkan pertumbuhan berat badan dan kerapasnya dalam satuan waktu tertentu.
Melihat keberhasilan dalam program tersebut, kerjasama antara JBA dengan PHPA dilanjutkan kembali sampai dengan bulan Oktober tahun 2000. Perpanjangan kerjasama ini ditandai dengan adanya perjanjian pada tanggal 1 Juli 1998 sampai dengan 30 Juni 2000.
Setelah kerjasama dengan JBA berakhir, Pada tanggal 1 Nopember 2000 Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melakukan kemitraan dengan PT. Pembangunan Jaya Ancol. Kerjasama ini berakhir sampai dengan tanggal 12 April 2001. Untuk kelanjutan operasionalnya, kegiatan pelestarian Penyu Sisik di Pulau Pramuka didanai oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Habitat dan Penyebaran
Penyu Sisik bersifat soliter dan karnivor serta hidup menyebar di daerah karang tropis (tropical coral reef), namun populasi Penyu Sisik sesuai dengan tempat yang lebih cocok dan spesifik. Kecenderungan Penyu Sisik sangat menyukai tempat berkoral karena ekosistem koral memiliki kekayaan jenis- jenis hewan yang bisa dijadikan sebagai makanan. Selain itu, daerah koral dijadikan pula sebagai tempat berlindung dari pemangsa/predator.
Menurut Salim dan M. Halim ( 1984 ) dalam BTNKpS (1996), di Indonesia terdapat 138 daerah peneluran penyu dan 85 diantaranya adalah pantai peneluran Penyu Sisik. Daerah peneluran Penyu sisik di Kepulauan Seribu terdapat di Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur, Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, Gosong Rengat, Pulau Jagung, Pulau Dua, Pulau Panjang, Pulau Semut Kecil, Pulau Sepa Kecil, Pulau Belanda dan Gosong Sepa ( Nuitja dan Akhmad, 1982 ). Sampai saat ini pantai peneluran penyu sisik yang sangat potensial hanya di Pulau Peteloran Timur. Makanan Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Semua hewan memerlukan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dalam makanannya. Sedangkan gizi utama dalam makanan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Penyu Sisik bersifat omnivora, disamping memakan alga laut (sea weed) seperti Cymodaceae sp. dan Posidonia sp. juga binatang- binatang kecil yang hidup di terumbu karang seperti jenis moluska dan udang di perairan dangkal. Jarak dari tempat kawin ke tempat mencari makan, daya jelajah penyu sisik bisa mencapai 3000 km. Salah satu jenis pakan yang diberikan di tempat pelestarian Penyu Sisik adalah ikan ekor kuning. Pertumbuhan Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan berat badan dan ukuran tubuh suatu organisme yang diukur pada satuan waktu tertentu. Untuk mengetahui pertumbuhan penyu, pengamatan yang dilakukan umumnya berdasarkan pertumbuhan berat badan dan kerapasnya dalam satuan waktu tertentu.