Setahun
yang silam, saat saya menaiki tangga menara pengawas burung di Pulau
Rambut, ada kengerian tersendiri. Pertama, tangganya dibuat tegak lurus
(vertikal) walau dengan pelindung besi yang melingkari tangga, tetap
saja tidak ada tempat berpijak jika lelah atau ingin berhenti sejenak.
Kedua, menaranya nampak sudah berumur sehingga terlihat karat
disana-sini. Ditambah lagi, papannya yang rapuh seperti ingin
menghempaskan siapapun yang bertengger di menara ini.
Keterbatasan menara dan kondisinya yang tidak memungkinkan, mengharuskan para pengunjung yang ingin menaiki menara harus bergilir satu demi satu. Artinya, untuk menikmati pemandangan dari atas banyak waktu terbuang.Bayangkan saja, orang yang lebih dahulu naik, harus lebih dahulu turun untuk digantikan dengan peserta lainnya. Sehingga untuk sebuah kelompok sebanyak dua puluh orang, terasa lama menunggu giliran.
Keterbatasan menara dan kondisinya yang tidak memungkinkan, mengharuskan para pengunjung yang ingin menaiki menara harus bergilir satu demi satu. Artinya, untuk menikmati pemandangan dari atas banyak waktu terbuang.Bayangkan saja, orang yang lebih dahulu naik, harus lebih dahulu turun untuk digantikan dengan peserta lainnya. Sehingga untuk sebuah kelompok sebanyak dua puluh orang, terasa lama menunggu giliran.
Namun
kegaduhan menaiki menara pengawas burung seperti tahun lalu tidak lagi
terjadi sekarang. Saat bertemu dengan Edy Sutrisno (Jakarta
Greenmonsters) di Muara Angke, saya sempat menanyakan, “Apa yang baru
di Pulau rambut ?” Ia menjawab dengan antusias, “ Menaranya udah
bagus.” Terbayang dalam benak saya, bagaimana rasanya menikmati
keindahan Pulau Rambut dengan aneka burung-burung airnya. Ini pastil
akan menjadi pengalaman yang menyenangkan.
Saat
mendarat di Pulau Rambut, saya menanyakan perihal menara baru pada
petugas jagawana dan mereka bilang kalau lokasi menara masih ditempat
yang lama. Benar saja, menara lama memang sudah tidak ada, yang tersisa
hanya jejak-jejak berupa bekas pondasi. Disampingnya, kini berdiri
kokoh menara baru dengan disain yang nyaman untuk dinaiki.
Menara yang saya perkiraan berketinggian dua puluh meteran ini berdiri megah. Tangganya tidak lagi berdiri atau vertical melainkan zig zag. Tangga jenis ini memungkinkan orang yang kelelahan menaiki tangga berhenti dahulu untuk menahan nafas sambil melihat keliling pulau dari berbagai ketinggian. Berbeda dengan tangga vertical dimana pengunjung yang kelelahan hanya berhenti di tengah-tengah tangga dengan bercampur rasa takut diketinggian.
Sayangnya, pada ujung tangga tertinggi, dimana terdapat lubang untuk memasuki lantai teratas menara, besarnya tidak proposional dengan orang yang berdiri di tangga. Sehingga kalau tidak hati-hati, kemungkinan kepala bisa terantuk lantai menara. Beberapa orang sering mengalaminya, termasuk saya.
Terantuknya kepala masih bisa diobati dengan pemandangan indah Pulau Rambut dari ketinggian. Ratusan burung air bertengger dengan angkuhnya di dahan-dahan pepohonan. Beberapa diantaranya terbang di angkasa dengan gagahnya. Bahkan beberapa burung sedang menunggui sarangnya dan terkadang meninggalkan telurnya begitu saja di ketinggian.
Menara baru yang dibangun oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan dari anggaran tahun 2006-2007, memberi keriangan sendiri pada para pengunjung Pulau Rambut. Bangunan kokoh yang mampu menampung setidaknya dua puluh orang sehingga rasa kebersamaan bisa saat menikmati dan mengamati burung-burung terus terbina. Hal ini juga menjadi arena edukasi yang efektif bagi para pengunjung untuk saling bertukar pendapat.
Tinggal apakah petugas jagawananya dapat bercerita banyak hal tentang pulau yang dilindungi ini sehingga pengunjung akan lebih paham, mengenai gunanya menjaga lingkungan hidup bagi kelestarian ribuan burung yang menggantungkan hidup di Pulau Rambut ini.
Menara yang saya perkiraan berketinggian dua puluh meteran ini berdiri megah. Tangganya tidak lagi berdiri atau vertical melainkan zig zag. Tangga jenis ini memungkinkan orang yang kelelahan menaiki tangga berhenti dahulu untuk menahan nafas sambil melihat keliling pulau dari berbagai ketinggian. Berbeda dengan tangga vertical dimana pengunjung yang kelelahan hanya berhenti di tengah-tengah tangga dengan bercampur rasa takut diketinggian.
Sayangnya, pada ujung tangga tertinggi, dimana terdapat lubang untuk memasuki lantai teratas menara, besarnya tidak proposional dengan orang yang berdiri di tangga. Sehingga kalau tidak hati-hati, kemungkinan kepala bisa terantuk lantai menara. Beberapa orang sering mengalaminya, termasuk saya.
Terantuknya kepala masih bisa diobati dengan pemandangan indah Pulau Rambut dari ketinggian. Ratusan burung air bertengger dengan angkuhnya di dahan-dahan pepohonan. Beberapa diantaranya terbang di angkasa dengan gagahnya. Bahkan beberapa burung sedang menunggui sarangnya dan terkadang meninggalkan telurnya begitu saja di ketinggian.
Menara baru yang dibangun oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan dari anggaran tahun 2006-2007, memberi keriangan sendiri pada para pengunjung Pulau Rambut. Bangunan kokoh yang mampu menampung setidaknya dua puluh orang sehingga rasa kebersamaan bisa saat menikmati dan mengamati burung-burung terus terbina. Hal ini juga menjadi arena edukasi yang efektif bagi para pengunjung untuk saling bertukar pendapat.
Tinggal apakah petugas jagawananya dapat bercerita banyak hal tentang pulau yang dilindungi ini sehingga pengunjung akan lebih paham, mengenai gunanya menjaga lingkungan hidup bagi kelestarian ribuan burung yang menggantungkan hidup di Pulau Rambut ini.
FOTO - FOTO PULAU RAMBUT