Pulau Harapan |
Langit Kepulauan Seribu tak begitu bersahabat di akhir pekan ini. Hampir seluruhnya berwarna putih keabu-abuan yang mungkin saja mengecewakan para pelancong yang memiliki hobi memotret. Sementara gelombang di lautan cukup bersahabat, menandakan sudah bergantinya musim angin barat yang puncaknya di bulan januari dan Februari. Di tepian dermaga, berdiri sebuah gerbang warna hijau dengan tulisan "Pulau Harapan" yang catnya sudah mengelupas. Sementara di sisi-sisi lain dari pulau ini terparkir perahu-perahu kotok, perahu motor kecil yang biasa digunakan untuk transportasi antar pulau di Kepulauan Seribu.
Pulau Harapan yang luasnya kurang lebih enam hektar adalah salah satu pulau berpenduduk yang beberapa tahun terakhir ini dijadikan sebagai tempat singgah para pelancong di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, DKI Jakarta. Sebagai tempat singgah, pulau ini memang tak banyak memiliki daya tarik seperti jembatan cinta di Pulau Tidung atau tempat penyelamatan penyu maupun dive center di Pulau Pramuka. Pulau Harapan ini juga merupakan satu gugus karang dengan Pulau Kelapa yang ada di sebelah baratnya, tumpukan karang yang disusun sedemikian rupa menjadi jembatan penghubung kedua pulau ini.
Memang, mungkin saya kelelahan karena tidur larut malam sebelumnya. Suara Arlin -kordinator rombongan saya- bergema di ujung sana mengingatkan untuk menjemput dua orang rekan dan meminta segera menuju Pelabuhan Muara Angke.
Saya yang kaget karena kesiangan pun buru-buru untuk segera berangkat. Dua orang rekan yang sekiranya berangkat bersama saya, saya minta untuk segera berangkat saja tanpa menunggu saya lagi. Kapal yang menuju Pulau Harapan hanya ada satu di pagi hari, yaitu pukul tujuh. Tanpa mandi, mata masih sepet, dan suasana masih terasa kaget, saya pun meluncur menuju Muara Angke diantar oleh sebuah taksi ibu kota. Macet yang cukup panjang di Senayan dan pasar ikan sempat mengkhawatirkan saya akan tertinggal oleh kapal, walaupun akhirnya sampai juga di Pertamina Pasar Ikan Muara Angke, tempat meeting point yang biasa digunakan oleh para pelancong yang akan menuju pulau-pulau di Kepulauan Seribu dari pelabuhan ini.
Merapat ke dermaga Pulau harapan |
Pulau Harapan sebagai pulau berpenduduk dan tidak terlalu luas memiliki
peraturan khusus yang membatasi jumlah pelancong yang datang. Safrudin
atau yang biasa dipanggil Rambo, lelaki paruh baya yang menjadi
satu-satunya pengusaha pengelola pariwisata di pulau ini mengatakan
bahwa hanya dua ratus orang pelancong yang diperbolehkan berkunjung
dalam waktu yang bersamaan. Dan saya pikir, hal ini cukup baik karena
telah mempertimbangan daya tampung pulau serta penginapan yang ada.
Menyusuri jalanan di Pulau Harapan rasanya tak jauh berbeda dengan pulau-pulau berpenduduk lain di Kepulauan Seribu. Jalannya kecil berupa susunan paving blok. Dari dermaga menuju perkampungan, akan terlihat Masjid Pulau Harapan dengan atapnya yang tinggi menjulang. Masjid inilah yang nantinya bisa digunakan sebagai penanda ketika kita berada di tengah laut di antara pulau-pulau tetangga. Kantor Kecamatan kepulauan Seribu Utara berada di pulau ini, terlihat ketika kita akan memasuki perkampungan. Sementara lebih ke dalam, berdiri SD Negeri 1 Pagi Pulau Harapan dan SMP Negeri 260 Jakarta.
Penginapan yang saya tempati berada di sisi selatan pulau, tepat di tepi pantai dangkal yang warnanya membiru. Kurang lebih satu kilometer di seberang lautan, terdapat Pulau Opak Besar yang merupakan pulau pribadi milik Jhony Wijaya, seorang pengusaha keturunan Cina. Menurut Rambo, ia dan beberapa warga Pulau Harapan pernah mengajukan permohonan supaya Pulau Opak Besar tersebut bisa digunakan sebagai tempat bermukim warga karena penduduk Pulau Kelapa yang sudah mulai padat. Tapi permohonan tersebut tidak diluluskan. Bagi saya, kepemilikan pulau pribadi memang memiliki dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi pulau tersebut akan terjaga kelestariannya karena pepohonan dan burung-burung laut akan selalu mendapatkan tempat. Sementara di sisi lain kebutuhan warga lokal akan tempat baru meningkat serta cenderung menimbulkan kecemburuan-kecemburuan sosial.
Menyusuri jalanan di Pulau Harapan rasanya tak jauh berbeda dengan pulau-pulau berpenduduk lain di Kepulauan Seribu. Jalannya kecil berupa susunan paving blok. Dari dermaga menuju perkampungan, akan terlihat Masjid Pulau Harapan dengan atapnya yang tinggi menjulang. Masjid inilah yang nantinya bisa digunakan sebagai penanda ketika kita berada di tengah laut di antara pulau-pulau tetangga. Kantor Kecamatan kepulauan Seribu Utara berada di pulau ini, terlihat ketika kita akan memasuki perkampungan. Sementara lebih ke dalam, berdiri SD Negeri 1 Pagi Pulau Harapan dan SMP Negeri 260 Jakarta.
Penginapan yang saya tempati berada di sisi selatan pulau, tepat di tepi pantai dangkal yang warnanya membiru. Kurang lebih satu kilometer di seberang lautan, terdapat Pulau Opak Besar yang merupakan pulau pribadi milik Jhony Wijaya, seorang pengusaha keturunan Cina. Menurut Rambo, ia dan beberapa warga Pulau Harapan pernah mengajukan permohonan supaya Pulau Opak Besar tersebut bisa digunakan sebagai tempat bermukim warga karena penduduk Pulau Kelapa yang sudah mulai padat. Tapi permohonan tersebut tidak diluluskan. Bagi saya, kepemilikan pulau pribadi memang memiliki dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi pulau tersebut akan terjaga kelestariannya karena pepohonan dan burung-burung laut akan selalu mendapatkan tempat. Sementara di sisi lain kebutuhan warga lokal akan tempat baru meningkat serta cenderung menimbulkan kecemburuan-kecemburuan sosial.
Pulau Harapan, tampak masjid Pulau Harapan dari dermaga |
Usai makan siang, saya bersama rombongan mulai beranjak meninggalkan
Pulau Harapan. Dengan sebuah perahu kotok, kami mulai menyusuri
perairan. Ada banyak pulau di perairan Kepulauan Seribu Utara ini yang
membuat saya tak tahu arah ketika sudah berada di tengah laut. Hanya
keterangan dari Sukron -tukang perahu- yang memberikan sedikit gambaran
posisi pada saya. Di sebuah titik di dekat Pulau Macan, kami berhenti
untuk snorkling. Kondisi laut cukup jernih dengan ikan-ikan penghuni
laut yang banyak. Lumayan, walaupun hanya dilihat dari permukaan.
Sementara di titik snorkling berikutnya di dekat Pulau Bintang, perairan
sedikit lebih keruh.
Pantai Pulau Tongkeng |
Istirahat kami lakukan di Pulau Tongkeng, pulau pribadi milik Setiawan
Djodi, pengusaha sekaligus seorang musisi di negeri ini. Pulau seluas
tiga hektar lebih ini hanya dihuni oleh beberapa orang penjaga pulau.
Beberapa bangunan penginapan berdiri, terlihat seperti sudah lama tak
pernah ditinggali. Di dekat dermaga Pulau Tongkeng ini, tepian pantai
diperhalus sedemikian rupa sehingga terlihat seperti kolam renang. Lebih
jauh ke dalam, sebuah tower telekomunikasi berdiri di tengah rimbunnya
pepohonan. Penjaga pulau memanfaatkan pohon kelapa yang banyak tumbuh di
pulau ini untuk dijual buahnya kepada pelancong yang datang untuk
berisitirahat. Sepertinya cukup menambah pendapatan mereka setiap
minggu.
Kurang lebih satu jam beristirahat di Pulau Tongkeng, kami snorkling lagi. Kali ini berlokasi di dekat Pulau Putri, sebuah pulau resort berbintang. Tampak dari perahu saya, wisatawan dan pegawai resort hilir mudik di depan-depan bangunan yang berdiri di tepi pantai. Beberapa ada yang berjemur dan bercengkerama di anjungan pulau. Begitu juga kapal-kapal yang terparkir di dermaganya, tak satu pun terlihat ada perahu kotok, semuanya adalah perahu kelas ekonomi atas yang datang dari Marina Ancol.
Kurang lebih satu jam beristirahat di Pulau Tongkeng, kami snorkling lagi. Kali ini berlokasi di dekat Pulau Putri, sebuah pulau resort berbintang. Tampak dari perahu saya, wisatawan dan pegawai resort hilir mudik di depan-depan bangunan yang berdiri di tepi pantai. Beberapa ada yang berjemur dan bercengkerama di anjungan pulau. Begitu juga kapal-kapal yang terparkir di dermaganya, tak satu pun terlihat ada perahu kotok, semuanya adalah perahu kelas ekonomi atas yang datang dari Marina Ancol.
Pulau Bulat |
Menjelang senja, kami beranjak lagi ke arah selatan, kembali ke arah
Pulau Harapan. Tetapi sebelumnya, kami sempatkan singgah di Pulau Bulat.
Pulau Bulat adalah juga pulau pribadi, milik Indra Rukmana, salah
seorang keluarga cendana. Perairan di depan pulau ini dipagari oleh
batuan yang disusun memanjang sehingga membentuk teluk berupa kolam yang
luas. Untuk memasukinya dari arah laut, ada pintu masuk berupa tugu
yang berdiri tegak di sisi kanan dan kirinya. Terasa cukup mistis,
menjelang senja dengan tugu tegak dan kaku di pulau yang sepi dengan
bangunan tua besar tak berpenghuni, hanya ada seorang bapak tua penjaga
di halaman belakangnya. Tetapi, pantai Pulau Bulat ini menjadi tempat
yang menarik untuk menikmati pemandangan matahari terbenam di cakrawala.
* * *
Kembali ke Pulau Harapan. Malam hari di pulau ini tak begitu ramai. Tak begitu banyak ada warung atau hiruk pikuk penghuninya. Begitu juga di jalan-jalannya, tak banyak yang lalu lalang. Tetapi yang sangat mencolok adalah adanya banyak kucing di mana-mana. Entah itu di dalam dermaga, di rumah-rumah warga, atau yang berkeliaran di jalan. Dari beberapa sumber, jumlah kucing di pulau-pulau berpenduduk di Kepulauan Seribu memang mengkhawatirkan -dalam artian jumlahnya berlebih-. Sumber makanannya yang melimpah serta tingkat reproduksinya yang tinggi di area pulau yang tak luas menjadi penyebabnya. Malah di tahun 2010 pernah dilakukan sterilisasi kucing oleh Dinas Perikanan dan Pertanian setempat, seperti program KB pada manusia.l
* * *
Kembali ke Pulau Harapan. Malam hari di pulau ini tak begitu ramai. Tak begitu banyak ada warung atau hiruk pikuk penghuninya. Begitu juga di jalan-jalannya, tak banyak yang lalu lalang. Tetapi yang sangat mencolok adalah adanya banyak kucing di mana-mana. Entah itu di dalam dermaga, di rumah-rumah warga, atau yang berkeliaran di jalan. Dari beberapa sumber, jumlah kucing di pulau-pulau berpenduduk di Kepulauan Seribu memang mengkhawatirkan -dalam artian jumlahnya berlebih-. Sumber makanannya yang melimpah serta tingkat reproduksinya yang tinggi di area pulau yang tak luas menjadi penyebabnya. Malah di tahun 2010 pernah dilakukan sterilisasi kucing oleh Dinas Perikanan dan Pertanian setempat, seperti program KB pada manusia.l
Menyiram bibit bakau |
Ada beberapa warga di Pulau Harapan ini yang melakukan pembibitan
mangrove, termasuk salah satunya adalah Rambo. Tingkat pemahaman warga
yang baik akan kelestarian lingkungan membuat saya cukup antusias
mendengarkan mereka bercerita. Toh walaupun ujung-ujung utamanya adalah
bermotif ekonomi, seperti meningkatkan kunjungan wisatawan dan
terjaganya pulau dari abrasi, tetap saja itu adalah hal yang positif.
Esok harinya, saya dijanjikan untuk menanam bakau dan mengunjungi Pulau
Kotok, pulau tempat penyelamatan elang bondol.
* * *
Pagi hari ini saya kembali menyusuri lautan. Kalau kemarin menyusuri lautan ke arah utara, kali ini menyusurinya ke arah barat daya. Menuju Pulau Kotok, juga sebuah pulau pribadi milik Kiki Adjie yang memperuntukkan pulaunya tersebut untuk tempat penyelamatan elang bondol. Di DKI Jakarta, hanya di Kepulauan Seribu lah satu-satunya tempat yang masih memungkinkan sebagai tempat yang masih bisa dihuni oleh elang-elang tersebut, elang yang menjadi salah satu maskot Jakarta. Dan salah satu pulau tersebut adalah Pulau Kotok.
* * *
Pagi hari ini saya kembali menyusuri lautan. Kalau kemarin menyusuri lautan ke arah utara, kali ini menyusurinya ke arah barat daya. Menuju Pulau Kotok, juga sebuah pulau pribadi milik Kiki Adjie yang memperuntukkan pulaunya tersebut untuk tempat penyelamatan elang bondol. Di DKI Jakarta, hanya di Kepulauan Seribu lah satu-satunya tempat yang masih memungkinkan sebagai tempat yang masih bisa dihuni oleh elang-elang tersebut, elang yang menjadi salah satu maskot Jakarta. Dan salah satu pulau tersebut adalah Pulau Kotok.
Pulau Kotok, tempat penyelamatan elang bondol |
Elang bondol |
Selain elang bondol, di pulau ini juga dilakukan penyelamatan terhadap
elang laut. Elang-elang tersebut didapatkan dari penyitaan atau yang
diserahkan secara suka rela oleh pemiliknya. Butuh proses yang lama bagi
elang-elang tersebut sebelum benar-benar dilepasliarkan. Dari sekian
banyak elang sitaan yang telah masuk ke Pulau Kotok, beberapa di
antaranya hanya menjadi elang yang "menikmati hari tua", sebuah istilah
yang diberikan oleh Darno yang sedang bertugas di pulau ini. Elang yang
menikmati hari tua tersebut adalah elang-elang yang secara fisik sudah
tidak bisa dilepasliarkan lagi seperti sayap-sayapnya yang sengaja
dipatahkan oleh pemiliknya.
Sebelum meninggalkan Pulau Kotok, kami sempatkan pula menanam beberapa bibit bakau di pantai. Tak banyak memang yang kami tanam dibandingkan bakau-bakau muda yang sudah tertanam sebelumnya. Mungkin ini juga sebagai salah satu bagian dari kegiatan wisata. Tetapi lebih baik dari pada tidak sama sekali.
* * *
Dari Pulau Kotok, kami kembali ke arah timur laut menuju ke Pulau Kelapa Kecil atau yang lebih lazim disebut Pulau Kelapa Dua. Pulau Kelapa Dua ini merupakan pulau berpenduduk yang menjadi tetangga dari Pulau Harapan. Dibandingkan dengan Pulau Kelapa Besar dan Pulau Harapan yang penduduknya adalah warga campuran, penduduk di Pulau Kelapa Dua ini adalah seluruhnya warga suku Bugis. Bangunan-bangunan rumahnya hampir seluruhnya adalah rumah panggung yang menjadi ciri Suku Bugis. Begitu pula adat istiadatnya yang dilakukan sehari-hari.
Sebelum meninggalkan Pulau Kotok, kami sempatkan pula menanam beberapa bibit bakau di pantai. Tak banyak memang yang kami tanam dibandingkan bakau-bakau muda yang sudah tertanam sebelumnya. Mungkin ini juga sebagai salah satu bagian dari kegiatan wisata. Tetapi lebih baik dari pada tidak sama sekali.
* * *
Dari Pulau Kotok, kami kembali ke arah timur laut menuju ke Pulau Kelapa Kecil atau yang lebih lazim disebut Pulau Kelapa Dua. Pulau Kelapa Dua ini merupakan pulau berpenduduk yang menjadi tetangga dari Pulau Harapan. Dibandingkan dengan Pulau Kelapa Besar dan Pulau Harapan yang penduduknya adalah warga campuran, penduduk di Pulau Kelapa Dua ini adalah seluruhnya warga suku Bugis. Bangunan-bangunan rumahnya hampir seluruhnya adalah rumah panggung yang menjadi ciri Suku Bugis. Begitu pula adat istiadatnya yang dilakukan sehari-hari.
Rumah-rumah panggung di Pulau Kelapa Dua |
Tukik atau anak penyu yang berjenis penyu belimbing di Pulau Kelapa Dua |
Pohon bakau di tepi pantai utara Pulau Kelapa Dua, tampak di seberang adalah Pulau Panjang, pulau yang memiliki bandar udara |
Sementara, di sebelah utara dari Pulau Kelapa Dua ini terlihat Pulau
Panjang, satu-satunya pulau di Kepulauan Seribu yang memiliki bandar
udara. Berdasarkan keterangan Rambo dan beberapa warga yang saya temui,
bandar udara tersebut sangat jarang digunakan. Para penggunanya adalah
pesawat-pesawat pribadi ukuran kecil. Baru beberapa tahun terakhir ini
dilakukan pengembangan oleh pemerintah setempat, tetapi sepertinya belum
ada perkembangan pasti.
* * *
Selepas tengah hari di Pulau Harapan, kami mulai berkemas-kemas. Jadwal
keberangkatan kapal penumpang dari dan ke pulau-pulau di Kepulauan
Seribu memang di pagi dan siang hari. Saya pun menyusuri lagi jalanan
kecil menuju dermaga, menaiki dek, dan mencari posisi yang nyaman untuk
bisa berbaring selama tiga jam ke depan menuju Jakarta. Setelah beberapa
menit menunggu, kapal pun berangkat meninggalkan Pulau Harapan.
Sumber : airmengalirsampaijauh