Perjalanan ke Pulau Harapan,
pulau yang hanya dipisahkan oleh semacam jembatan yang dibuat secara
permanen dengan cara menguruk jarak antar pulau dengan Pulau Kelapa
terletak di bagian utara gugusan Kepulauan Seribu saya lakukan satu
minggu setelah libur lebaran berakhir. Saya bergabung dengan satu
kelompok luar biasa penggemar alam Indonesia.
Untuk bisa sampai kesana, kami
menggunakan perahu yang biasa melayani rute Muara Angke - Pulau Kelapa.
Kapal yang masih tergolong tradisional ini melayani rute tersebut setiap
hari dengan keberangkatan dari Muara Angke pada pagi hari jam 7 pagi,
dan sampai di dermaga Pulau Kelapa antara jam 10.30 - 11 tengah hari
bergantung pada cuaca dan gelombang laut.
Perjalanan menuju Pulau Harapan
dilakukan dengan berjalan kaki, sebagian rombongan lain menggunakan jasa
becak, angkutan lokal yang menjadi andalan disana. Perjalanan memakan
waktu kurang lebih sepuluh menit. Pulau Kelapa dan Pulau Harapan
dipisahkan oleh laut dangkal dengan lebar tidak lebih dari seratus
meter. Hal ini yang kemudian membuat pemerintah setempat berinisiatif
menguruk jarak tersebut dengan membentuk jalan untuk memudahkan
akomodasi dan meningkatkan lalu lintas ekonomi antar ke dua pulau.
Rumah-rumah penduduk tergolong
sangat rapat namun rapi dan teratur dengan jalanan dari paving dan
hampir setiap rumah memiliki pagar. Hal lain yang cukup menarik disini
adalah kebersihan lingkungan rumah yang cukup terjaga. Yang masih
menjadi pertanyaan adalah, bagaimana mereka membuang sampah?
Secara geografis, Pulau Kelapa
dan Pulau Harapan terletak di bagian utara Kepulauan Seribu dimana kedua
pulau tersebut di kelilingi oleh hampir tiga puluh pulau sebagai
benteng atas cuaca ekstrem yang kerap terjadi. Selama saya disana, cuaca
sangat tidak bisa di prediksi, dalam lima menit tiba-tiba cuaca mendung
gelap dan hujan, hal tersebut kemudian berubah cerah hanya dalam tempo
singkat.
Bagi
yang hobi berolahraga air, terutama snorkeling, tempat ini sangat
cocok, hanya dengan menyewa perahu dari nelayan lokal dan berbekal
panduan dari nelayan tersebut, kita bisa diantar berkeliling pulau-pulau
di sekitar yang jumlahnya puluhan untuk mencari tempat menjelajah dan
mencari pemandangan dasar laut dangkal yang bagus.
Hal lain yang menarik adalah
gradasi warna air yang sungguh elok. Warna hijau toska dengan biru laut
sungguh menawan berpadu dengan pasir putih dan semak belukar pepohonan
di pantai. Bisa dilihat pada gambar pertama diatas, bagaimana gradasi
warna tersebut sungguh nyata. Elok.
Selain melakukan snorkeling, hal
lain yang bisa dilakukan adalah dengan mendatangi pulau-pulau tak
berpenghuni yang sungguh menarik. Selain gradasi warna tersebut, tentu
saja keelokan pulau yang luasnya saja tidak seberapa itu. Di beberapa
pulau terdapat semacam laguna berair jernih warna hijau dimana pada saat
surut air tersebut bisa digunakan untuk berenang. Bagi yang hobi
fotografi, lansekap yang disajikan juga sungguh menawan.
Bagi saya sendiri, hal yang paling menarik adalah saat naik kapal perjalanan datang dan kembali ke Muara Angke. Riuh para pelancong saling bergurau sangat kontras dengan para penduduk lokal yang begitu sampai di kapal akan mencari posisi terbaik untuk bersandar dan tertidur. Dentuman kerasnya ombak bisa saja membuat kita pusing, apalagi saat musim angin. Sama seperti saat saya kemarin, kapal terombang-ambing membuat pusing dan yang pasti jantung berdetak lebih kencang dari biasa.
Sumber : jokosan