1352640683588766255
Menyambut pagi di Bukit Matahari (dok. Adelina)
Pagi itu kami terbangun dan masih merasakan sensasi petualangan di Pulau Pari. Sedari Subuh, aku sudah bersiap untuk menyambut matahari terbit di Bukit Matahari. Konon disebut Bukit Matahari karena dari lokasi tersebut kita bisa melihat dengan jelas fajar menyingsing dari balik perairan. Yang tadinya aku pikir akan menemui bukit yang menanjak, ternyata aku salah. Bukit Matahari memang memiliki permukaan yang lebih tinggi namun tidak menyerupai bukit. Kami berjalan menyusuri tanah berbatu untuk bisa tiba di ujung. Sayangnya pagi itu kami kurang beruntung. Matahari yang seharusnya terlihat jelas, malah sedikit tertutup awan. Sambil menyambut pagi, kami pun ternyata bisa menceburkan diri ke pinggir laut dan berpijak di bebatuan. Tinggi air hanya semata kaki. Sedikit lagi aku berjalan, maka aku akan benar-benar berada di tengah laut.

Saat langit mulai terang, kami kembali ke rumah dan bersiap-siap untuk pulang siang nanti. Tapi ternyata petualangan belum berakhir! Kami diajak ke sisi lain Pulau Pari, Pantai Pasir Perawan. Untuk menuju kesana kami harus menggunakan sepeda. Yah, aku kembali dibonceng temanku. Di tengah perjalanan kami sempat berhenti sejenak, dan ternyata masing-masing dari kami diberikan satu pot tunas bakau oleh sang pemandu. Wah! Sepertinya akan ada acara bertanam nih! Aku menjadi tidak sabar. Kami pun segera menyimpan bakau di keranjang sepeda dan melanjutkan perjalanan.

Rute sepeda yang berat dan berbatu membuat kami sangat lelah. Tapi kelelahan itu terbayar dengan pemandangan yang kami dapat sesampainya kami di Pantai Pasir Perawan. Luas dan bersih! Baik air maupun pasir pantainya terlihat sangat terjaga dan seperti belum pernah terjamah tangan-tangan manusia.
Sejenak kami lupa dengan bakau yang kami bawa. Ah! Ternyata bakau kami nyaris hancur karena pasir di dalam pot sudah tumpah saat perjalanan. Kami pun segera memperbaiki tunas bakau kami dengan menambahkan beberapa genggam pasir. Sebelum ditanam ternyata bakau tersebut harus diberi nama si penanam dengan cara mengikatkan plastik yang sudah dimasukkan kertas bertuliskan nama orang yang menanam. Wah, mungkin agar suatu saat nanti saat aku kembali ke sana, aku bisa menemukan bakau dewasa milikku.

1352640783134278193
Tunas bakau yang siap ditanam (dok. Adelina)
Kami diajak berjalan menjauhi pantai, sekitar 1 meter dari bibir pantai dimana kedalaman air setengah betis orang dewasa. Disanalah kami beramai-ramai menanam tunas bakau. Menggali pasir di dasar laut menggunakan tangan, meletakkan tunas bakau di dalam lubang galian, dan menutupnya kembali dengan pasir. Butuh waktu agak lama untuk menanam satu bakan saja, karena menggali pasir adalah bagian yang tersulit menurutku. Tapi setelah itu kami puas dengan hasilnya. Aku berdoa semoga bakau-ku bisa tumbuh dan tidak malah hanyut terbawa ombak.

13526410541093772657
Menanam bakau di Pantai Pasir Perawan (dok. Diajeng)
Menghabiskan waktu menjelang siang di Pantai Pasir Perawan adalah hal yang tepat. Bersantai, berfoto, sambil menikmati es kelapa, menjadi penutup yang manis liburan singkat kami di Pulau Pari. Kami sangat menikmati detik-detik yang tersisa. Dari perjalanan ini aku menyadari, bahwa dibalik pulau kecil yang sederhana, ada banyak keindahan yang tersimpan rapi yang wajib untuk dijaga agar bisa terus kita nikmati.

Sumber : kompasiana.com

Text Widget

Popular Posts

Recent Posts

Sample Text

Unordered List

Pulau Seribu