Jika anda berharap melihat persawahan dengan pari (Padi) yang menguning di Pulau Pari, anda pasti kecewa! Karena Pulau Pari bukanlah areal persawahan atau anda berharap bertemu dengan ikan pari di pulau Pari, anda pasti juga akan gigit jari karena tak ada ikan pari di pulau pari. Pulau Pari hanyalah sebuah nama pulau di kepulauan seribu yang mendadak terkenal menjadi tempat wisata bahari karena memiliki pantai yang indah dan dikelilingi hijau tosca perairannya.
Pulau Pari, kecil nan eksotis
Pulau Pari terletak di Kepulauan Seribu, tak jauh dari Jakarta. Konon dulunya memang banyak ikan pari yang bisa dijumpai di perairan sekitar pulau tersebut. Itulah asal mula kenapa diberi nama Pulau Pari. Dibutuhkan waktu 1,5 hingga 2 jam perjalanan memakai kapal dari dermaga Muara Angke. Lebih dekat jika dibandingkan perjalanan ke Pulau Tidung.
Pulau Pari dulunya pulau yang tertutup untuk wisatawan karena menjadi pusat penelitian biota laut oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan sebagai tempat penyemaian pohon mangrove. Kini Pulau Pari tergoda membuka diri, bersolek menarik wisatawan yang wara-wiri ke pulau Tidung, pulau Pramuka dan pulau-pulau lain yang menjadi tetangganya di kepulaun seribu.
Usaha tersebut nampaknya menemui hasil, banyak orang yang mulai bertanya-tanya dan mulai browsing mencari lokasi Pulau Pari. Setelah mencari lalu mulai tertarik untuk mendatanginya.
Saya dan rekan-rekan trip, merancang dan mengagendakan untuk pergi ke Pulau Pari pada hari raya Nyepi tanggal 23-24 Maret 2012. Hanya dengan biaya Rp. 325,000.- per orang, sangat murah untuk membeli keceriaan dan sukacita di pulau nan menyenangkan di hari Nyepi.
Menjelang hari keberangkatan, ada saja kendala yang dialami rekan-rekan trip. Yang sakit gigilah,  yang lagi dapetlah dan yang lebih menakutkan lagi mendengar berita, angin badai yang mengusik laut di beberapa perairan di Indonesia. Nyali beberapa rekan kami sempat menjadi ciut, tapi tetap berangkat dengan satu keyakinan badai pasti kan berlalu.
Pagi-pagi jam 5.30, taksi yang saya tumpangi membelah lalulintas Jakarta. Jalanan masih sepi. Saya harus menjemput Myra di tempat kosnya di Palmerah. Myra pun sudah siap, taksi meluncur menuju ke Tanjung Duren menjemput Ci Pris, bertiga kami meluncur menuju meeting point Dermaga Muara Angke. Sesampai di Dermaga kami menemui Event Trip yang memfasilitasi perjalanan ke Pulau Pari. Di dekat pom bensin Muara Angke kami berkumpul.
Wisatawan yang akan berlibur ke kepulauan seribu, berjubel
Satu per satu peserta berdatangan. Busyet! Dermaga Muara Angke dipenuhi wisatawan yang hendak berlibur ke Pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Hari libur Nyepi dimanfaatkan betul oleh penduduk Jakarta untuk berlibur, liburan murah meriah dengan air laut yang masih relatif jernih ya ke Kepulauan Seribu.

Untuk mencapai ke lokasi  kapal yang bersandar di dermaga, dibutuhkan perjuangan karena berjubel dan berdesakan manusia dengan kondisi jalan yang relatif kecil. Dinas Pariwisata Jakarta, apa kerjanya ya?! potensi wisata yang berlimpah tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana yang nyaman dan memadai untuk para wisatawan.
Suasana di dalam kapal
Untung kami disewakan kapal sendiri oleh travel agent, jadi tidak harus berdesakan seperti kapal-kapal lain. Jam 07.30 kapal diberangkatkan. Alumni Derawan yang ikut trip ini: Saya, Ci Pris, Myra, Elok, Tante Ester yang membawa serta suami dan anaknya. Banyak orang Delima yang ikut trip ini. Ada juga rombongan lain yang tidak kami kenal. Kurang lebih yang ikut jumlahnya 35 an orang.
Mejeng dulu sesampai di Pulau Pari
Kapal melewati beberapa pulau, satu setengah jam kemudian kapal memasuki perairan Pulau Pari. Dermaga Pulau Pari menyapa dengan ramah kedatangan kami. Perairannya jernih berwarna hijau tosca. Banyak kapal yang sudah bersandar di Dermaga. Setelah bersandar kami turun dan mengikuti petunjuk dari travel agent. Ah... ternyata pulau Pari indah juga, lebih indah daripada pulau Tidung. Kami berjalan melalui jalan yang terbuat dari cornblock, di kiri kanan jalan yang kami lalui banyak bibit-bibit mangrove.
Di kasur inilah tempat tidurku
Rombongan dibagi kedalam 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 10 s/d 12 orang untuk menempati 3 Homestay milik penduduk setempat. Di masing masing homestay, ada tiga kamar yang bisa ditempati oleh tiga atau dua orang dan 2 kasur di luar kamar. Saya memilih yang di luar kamar. Di lantai lebih adem lebih luas dan lega. Sambil menunggu makan siang, kami saling berkenalan.
Pemilik Homestay yang kami tinggalin, memiliki warung yang menjual makanan dan minuman ringan berbagai merk. Jadi tak usah khawatir jika haus atau lapar tinggal pesan saja yang panas atau dingin, tak berapa lama pesanan akan segera diantar.
Homestay yang ditempati peserta cewek
Pulau Pari adalah salah satu kelurahan di Kepulauan Seribu Selatan, memiliki luas 94 ha. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta tahun 2010 penduduk pulau pari sebanyak 2458 orang yang umumnya bekerja sebagai nelayan dan budidaya rumput laut. Seiring berkembangnya wisata di Pulau Pari, Karang Tarunanya pun kini terlibat dalam pengelolaan wisata pulau pari. Baik sebagai guide, penyedia peralatan snorkeling dan perahu motor yang mengantar wisatawan.
Ada Superman  yang ikut snorkeling juga loh!
Setelah makan siang, kami dibagikan peralatan snorkeling yang masih baru, masih bersih; terdiri dari fin, masker dan snorkel serta pelampung. Siang hari yang terik itu kami menuju dermaga. Kami tertawa tergelak ketika melihat  salah satu rombongan kami memakai pakaian ala Superman. Pak Simbarsono suami tante Ester memakai pakaian renang hitam lengkap tetapi masih memakai celana kolor merah di luar. Tinggal ditambah sayap merah di belakang, maka pak Simbar bisa langsung terbang. Hahaha... Superman kok main snorkeling.
Tempat Snorkeling yang pertama adalah Karang Kapal,  perairannya hijau tosca membuat semangat untuk segera menyeburkan diri ke laut. Peralatan Snorkeling sudah siap dipakai. Satu per satu, menceburkan diri ke laut. Harapan yang begitu besar untuk segera melihat terumbu karang dan ikan-ikan yang warna-warni, musnah begitu membenamkan kepala ke dalam air laut. Mana terumbu karangnya? Mana ikannya? Bahkan pulau Karang Beras di Tidung masih lebih banyak ikannya daripada di Karang Kapal. Apalagi dibandingkan dengan Karimunjawa atau Derawan yang begitu menyelam langsung bisa melihat ikan dan terumbu karang.
Perairan tempat snorkeling, bagus! cuma tidak ada ikannya
Daripada kecewa, lebih baik naik ke kapal. Spot berikutnya di Area Perlindungan Laut (APL). Patah arang dengan spot pertama, saya tidak terjun di APL. Menunggu teman-teman memberi kode jempol, baru saya akan ikut menyeburkan diri. Ditunggu-tunggu ternyata tidak ada yang memberi kode, ya sudah saya memotret aktivitas mereka saja dari atas kapal. Kondisinya agak lumayan daripada spot pertama.
Bergaya di pulau pribadi
Seharusnya ada spot ke pulau Tikus, tapi entah kenapa tidak kesana sesuai dengan jadwal yang sudah kami terima sebelumnya. Kami tidak protes, karena kami dibawa ke pulau milik pribadi yang kondisinya asri dan tertata rapi, asyik buat sesi foto foto. Bahkan ada rumah yang bernuansa Bali dengan patung patung erotiknya. Asyiiikkk... jepret-jepret dan bergaya sesuka hati, serasa pulau milik sendiri. Tak terasa sudah menjelang sore. Jika tidak segera pulang ke homestay, tidak akan mendapatkan Sunset.
Salah satu foto hasil berburu sunset
Begitu sampai di Homestay, langsung mengambil sepeda yang sudah di parkir di depan rumah. Sepeda langsung digowes menuju arah barat pulau Pari. Asyik   juga sudah lama tidak naik sepeda, bisa menikmati kembali kayuhan kaki di pedal sepeda untuk berburu matahari terbenam. ‘Bak wartawan yang tidak ingin ketinggalan momen-momen penting, saya menggowes sepeda dengan cepat. Sampai di ujung barat pulau pari kami menemukan kompleks perumahan milik LIPI, tidak jauh dari bibir pantai. Di pinggir pantai, sengaja dibuatkan tempat-tempat yang asyik untuk pengambilan foto-foto sunset. Beruntung Matahari begitu ceria menyapa kami, seolah mengejek dan menantang saya untuk membuat foto-foto terbaik dan terindah. Oke... Matahari aku terima tantanganmu, aku akan membuat foto-foto terindah asal engkau juga memberikan panorama alam yang menakjubkan di barat sana. Matahari mengedipkan matanya pertanda setuju. Ah... andaikan kameranya sudah DSLR? Hush... foto bagus ga perlu kamera bagus, kamera bagus belum tentu foto bagus, jadi kuncinya tidak di peralatan melainkan di fotografernya sendiri. Ok... hayo jepretkan dan mainkan kameramu.
Melihat sunset dari balik sepedaku
Ternyata ada banyak orang yang sedang bergaya di spot dekat LIPI, daripada menunggu dan ketinggalan momen-momen penting saya meninggalkan spot di LIPI dan mengayuh sepeda ke pematang jalan yang menjorok ke laut. Dari situlah kami menikmati momen-momen matahari terbenam. Myra dan Elok menyusul di belakang. Di sepenggal jalan yang menjorok kelaut itulah kami mengabadikan dengan obyek foreground sepeda onthel dan background matahari terbenam. Obyek yang di foto dengan background matahari terbenam akan membentuk siluet yang indah di kamera. Puas rasanya melihat hasil foto-foto di spot LIPI. Kami mengayuh sepeda kembali ke basecamp.
Sesampai homestay kami mengantri mandi, dilanjutkan makan malam. Jam sembilan malam menuju tepi pantai di dekat dermaga untuk acara barbeque. Hmm... segarnya udara malam, ditemani debur ombak, semilir angin, ramainya orang berkumpul di tepi pantai, membuat hati tenang dan dunia terasa damai. Bau harum ikan segar dan cumi dari perapian yang sedang dibakar menambah hasrat untuk segera menyantapnya. Air kelapa muda menjadi teman pembuka, sambil menunggu ikan selesai dibakar. Kami saling bercerita dan saling memperlihatkan hasil-hasil jepretan selama berburu sunset. Akhirnya hidangan ikan bakar dan cumi siap disantap bersama dengan sambel kecap... hmm.. mak nyus rasanya.
Malam semakin larut, angin laut pun semakin membuat dingin badan dengan berat hati kami harus meninggalkan pantai untuk tidur, karena esok harus berburu matahari terbit (Sunrise).
Jalan kecil menuju Pantai Pasir Perawan
Setelah azan subuh berkumandang kami kembali mengayuh sepeda, kali ini menuju ke ujung timur pulau Pari. Jalanan masih gelap, apalagi jalan setapak yang menuju pantai. Pantai itu bernama “Pasir Perawan” entah bagaimana bisa bernama pasir perawan, mungkin karena pasir/pantainya jarang dijamah manusia dan airnya yang jernih, maka dianalogikan sebagai perawan. Tapi jangan berharap ada pantai “Pasir Perjaka” ya ga seru! he...
Salah satu  foto hasil berburu Sunrise
Kami harus bersyukur kepada Tuhan, karena kali ini pun kami mendapatkan cuaca yang cerah tanpa penghalang awan. Jadi kami bisa memuaskan diri menyapa dan menjepret mentari pagi dengan hasil tak kalah indah dengan foto-foto sunset. Puas rasanya melihat hasil-hasil fotonya. Kami kembali mengayuh sepeda pulang ke basecamp untuk mandi dan sarapan, karena kami sudah bersepakat dengan Myra, Elok dan Ci Pris untuk menyambangi Pantai Pasir Perawan lagi untuk sesi foto-foto narsis.
Pemandangan eksotis Pantai Pasir Perawan
Pantai Pasir Perawan, memiliki pasir putih. Ada banyak pohon magrove di tanam di tepian pantai, alamnya asri dengan hijau  pepohonan tertata rapi. Air yang bening berwarna hijau kebiru-biruan menambah segar mata yang memandangnya. Tidak jauh dari pantai ada pulau kecil yang bisa diseberangi dengan berjalan kaki, karena airnya cetek. Kami menyewa perahu sampan kecil untuk berfoto-foto sekaligus berkeliling di perairan dekat pulau kecil itu. Jika ingin bersantai ada hammock (ayunan tali untuk tidur), ada kursi-kursi di tepi pantai untuk mojok berduaan. Ingin mencari keringat ada lapangan volley pantai. Ingin minum-minum yang segar-segar ada penjual es kelapa muda, ingin yang hangat-hangat ada tahu, tempe goreng dan indomie yang di jual di tepi pantai. Penduduknya pun ramah-ramah.
Rumah penduduk di pulau pari lebih bagus dan tertata rapi dibandingkan dengan yang di Pulau Tidung. Pulau Pari sangat nyaman untuk sekedar membuang kepenatan Jakarta. Suasananya tenang dan aman. Kalau ke Pulau Pari nikmatilah suasana pantainya jangan berharap bisa menikmati snorkeling yang memuaskan dengan pemandangan bawah laut yang menakjubkan, karena anda pasti akan kecewa. Kalau mau menikmati pemandangan pantai dan bawah laut yang menakjubkan pergilah ke Karimunjawa atau ke Derawan.
Sebagian Peserta Tour mejeng bersama sebelum pulang
Tidak terasa kami harus segera meninggalkan Pulau Pari, sehabis makan siang kami mengepak barang-barang kami dan siap kembali ke dermaga dimana kapal sudah menunggu untuk membawa kembali ke kesibukan kota Jakarta. Tak lupa berfoto bersama dengan teman-teman trip. Karena waktu yang cuma sehari sangat kurang untuk membuat kami akrab satu sama lain. Bahkan teman-teman seperjalanan sudah lupa siapa namanya dan lupa meminta nomer telepon atau sekedar bertukar alamat facebook atau twitter. Ya sudahlah, mudah-mudahan lain kali bisa lebih membuka diri dan mengakrabkan lagi jika ada trip lagi. Salam! (J)

Sumber : catatansimiko 

Text Widget

Popular Posts

Recent Posts

Sample Text

Unordered List

Pulau Seribu