Inilah orang pulau yang mendiami Kepulauan Seribu. Sisi lain dari kehidupan metropolis Jakarta
MEREKA menyebut diri sebagai orang pulau. Suatu frase yang mungkin janggal untuk penduduk Jakarta, yang kondang berpredikat metropolis. Dialek mereka pun berbeda. Mereka berkata, “Cepak” untuk cepat. Ya, mereka kadang tak fasih melafalkan ‘t’ di ujung lidah.
Asal muasal orang pulau di Kepulauan Seribu, kawasan yang mempunyai 110 pulau, mempunyai sumbangan besar pada sajian ikan yang kita makan di meja keluarga dan menu restotan sea-food. Selain itu, dalam perkembangannya, banyak juga investor yang membuka usaha pariwisata di Kepuluan Seribu. Bahkan, ada pengusaha membuat pulau buatan, seperti Pulau Air, yang merupakan hasil reklamasi.
Pusat pemerintahan admistrasi Kepulauan Seribu berada di Pulau Pramuka, yang dulu disebut sebagai Pulau Elang (Lang), mempunyai lingkungan yang menarik untuk pariwisata. Pulau ini telah menjadi tempat laboratorium alam, tempat mempelajari ilmu tentang kelautan, ekosistem dan lingkungan hidup. Di kalangan peneliti dan akademisi, kawasan ini sudah menjadi pusat pendidikan lingkungan laut, untuk mempelajari ekosistem laut, seperti terumbu karang, mangrove dan penyu laut.
Di Pulau Pramuka juga terdapat kegiatan pembibitan mangrove (bakau) di sepanjang pantai dan di darat. Hutan mangrove ini tumbuh di bagian pantai dan muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air. Hutan mangrove banyak manfaatnya seperti habitat yang ideal bagi beberapa biota laut, tempat memijah udang, dan sebagai pelindung pantai. Perusakan hutan bakau yang tidak terkendali akan membawa dampak buruk terhadap lingkungan, bentuk pantai dan biota laut.
Di lingkungan bawah laut, terdapat keragaman spesies yang tinggi terutama jenis koral. Kenis koral yang sering kali ditemukan di daerah ini adalah porites lobata (karang daging) yang kebanyakan berwarna ungu, cokelat dan kekuningan. Selain itu, terdapat juga berbagai spesies koral dari genus acropora yang berbentuk seperti tanduk rusa, kipas atau semak. Jenis koral ini juga dibudidayakan dalam skala yang relatif besar untuk konservasi dan perdagangan.
Pulau Pramuka terdapat Pusat Informasi Taman Nasional Laut (PITNL). Di tempat ini tersimpan berbagai koleksi hewan laut yang sudah diawetkan berikut foto-fotonya. Selain itu, di pusat informasi terdapat area penangkaran penyu laut, khususnya penyu sisik yang hampir punah. Salim, ahli penyu otodidak, sekaligus petugas perlindungan hutan dan pelestarian alam turun langsung menyelamatkan telur-telur penyu di pantai di beberapa pulau seperti pulau Peteloran, pulau Penjaliran, pulau Semak Daun, pulau Belanda dan pulau Pramuka. Cara mengambil telur penyu adalah dengan memakai ember yang diisi pasir lalu telur tersebut diletakkan dan disusun seperti di habitatnya semula. Setelah itu, dibawa ke lokasi PINTL dengan cara ditutup agar tidak terkena air laut. Telur penyu tersebut akan menetas mulai dari 55-60 hari. Tukik (sebutan untuk bayi penyu) kemudian dirawat hingga 6 bulan, di dalam bak yang besar, dikelompokan menurut usianya, dan secara teratur diberi makanan ikan yang sudah dicincang. “Jika di laut penyu-penyu tersebut bisa mencari makan sendiri tetapi untuk penyu yang dipelihara kita harus rajin merawatnya termasuk memberi makannya. Setelah besar penyu-penyu tersebut dilepaskan ke laut,” ujar Salim, yang mengeluarkan biaya perawatan penyu dari koceknya sendiri.
Sumber : journalbali.com