Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta akan memberlakukan kenaikan tarif
penyeberangan kapal dari Muara Angke ke Pulau Seribu terhitung 1
November mendatang. Kenaikan tarif kapal ini berlaku untuk kapal yang beroperasi di zona 1 dan 2. Pada zona 1, tarif awalnya hanya Rp 25 ribu kini naik menjadi Rp 40 ribu per penumpang. Zona 2 naik dari Rp 30 ribu menjadi Rp 50 ribu per penumpang. Tarif tersebut harus ditambah dengan Rp 2.000 untuk Jasa Raharja. Sehingga totalnya untuk zona 1 sebesar Rp 42 ribu dan zona 2 Rp 52 ribu.
Kapal di Zona 1 rutenya meliputi Muara Angke - Pulau Untung Jawa, Muara Angke - Pulau Lancang, Muara Angke - Pulau Pari dan antar pulau di dalam Kepulauan Seribu. Sedangkan Zona 2 meliputi, Muara Angke - Pulau Pramuka, Muara Angke - Pulau Kelapa, Muara Angke - Pulau Tidung dan Muara Angke - Pulau Payung. Kenaikan tarif mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi.
"Kenaikan tarif ini untuk menampung aspirasi pemilik kapal ojek atau tradisional yang menginginkan perbedaan tarif dengan kapal milik Pemprov DKI. Saat ini, tarif kapal ojek sama dengan tarif kapal milik Pemprov DKI yang lama sebesar Rp 30 ribu," ujar Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Senin (29/10).
Selain itu, kata Pristono, kenaikan tarif ini juga mengacu pada daya beli atau kemampuan masyarakat Kepulauan Seribu yang semakin meningkat. Apalagi, lanjut Pristono, selama enam bulan terakhir, tarif penyeberangan ke Pulau Seribu tidak pernah naik. "Tentunya, kenaikan tarif ini dibarengi dengan peningkatan pelayanan," kata Pristono.
Untuk menunjang peningkatan kualitas pelayanan, rencananya pada Desember mendatang Dishub DKI akan mengoperasikan kapal baru. Kapal berkapasitas 200 penumpang ini akan tetap bisa beroperasi meski ada gelombang setinggi dua meter. Bahkan tahun 2013, akan dioperasikan dua kapal lagi. Kesemua kapal tersebut melayani rute Muara Angke-Kepulauan Seribu.
"Kapal-kapal baru ini akan beroperasi dan tidak bergantung pada cuaca. Karena kapalnya besar dan mampu menghadapi gelombang maksimal setinggi dua meter," ungkap Pristono.
Ketua Pengelola Wisata Pemukiman Kepulauan Seribu, Amsir Hasbi, meminta kenaikan tarif ini harus diimbangi dengan perbaikan pelayanan. Sebab, kata Amsir, selama ini kapal-kapal milik Dishub kerap mengalami kerusakan dan tidak sesuai jadwal. Padahal, banyak warga memilih pulang dari pulau menuju ke Dermaga Kali Adem Muaraangke, karena ada jadwal kapal yang datang pada pukul 14.00. Namun, ketika belasan bahkan puluhan pengunjung menunggu, kapal tersebut tidak kunjung datang.
"Pengunjung sering kecewa karena kapal yang ditunggu sesuai jadwal ternyata tidak datang. Para pengunjung yang telah menunggu pada siang hari itu harus menunggu kapal pada esok pagi, sehingga waktu mereka terbuang," tutur Amsir.
Pihak Dishub beralasan tidak datangnya kapal tersebut dikarenakan ombak yang tinggi dan kapal yang rusak. Namun, dia sering melihat situasi ombak masih bisa dilalui karena masih banyak kapal-lapal berbahan fiber seperti kapal-kapal penyeberangan Dishub tersebut yang datang pada waktu yang sama. "Untuk itu, saya harap Dishub bisa mengimbangi kenaikan harga dengan perbaikan fasilitas maupun jadwal keberangkatan," harapnya.
Sementara itu, Sukma (34) warga Tanjungpriok mengaku belum mengetahui adanya kenaikan tarif kapal tersebut. Sebab, tidak ada sosialisasi sebelumnya dari petugas. "Agak berat juga adanya kenaikan tarif itu, karena dalam seminggu dua kali saya selalu mengunjungi saudara di Pulau Pramuka," tandasnya.
Sumber : beritajakarta











.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)






.jpg)
Usai
santap siang dan berganti pakaian kami siap untuk snorkeling. Perahu
kayu milik nelayan sudah kami sewa untuk mengantarkan kami snorkeling ke
beberapa spot terumbu karang dan ke beberapa pulau tak berpenghuni.
Kami memang berencana check in penginapan di Bira pada sore hari.
Lanjut
ke spot kedua, kami snorkeling di Pulau Macan. Terumbu karang di pulau
ini juga tak kalah cantiknya. Pulau Macan sebenarnya juga disewakan dan
kita bisa menginap disana, namun karena ini Pulau pribadi, harga sewanya
menjadi sangat tinggi dan tidak sesuai dengan kantong kami yang
‘backpacker-an’.
Hari
kedua, pukul 05.00 pagi kami serentak bangun untuk hunting sunrise dan
berkeliling Pulau Bira. Pulau yang mempunyai luas 14 ha ini dahulu
adalah sebuah resort yang mempunyai lapangan golf 9 holes. Kini lapangan
golf tersebut telah tertutup ilalang dan tidak terlihat lagi, begitu
pula dengan kolam renangnya, terlihat sama sekali tidak terawat.
Saya rasakan, dunia mancing negeri ini semakin semarak saja. Penyebabnya
bukan karena komunitas mancing yang terus bertambah banyak di berbagai
daerah, bukan pula karena semakin banyaknya member klub-klub mancing
yang jumlahnya saya rasakan semakin banyak saja (bagaimana tidak pesat
pertumbuhan klub-klub ini, kini satu kantor pun sudah membuat klub
mancing sendiri), bukan pula karena begitu banyaknya turnamen mancing
yang akhir-akhir ini digelar di berbagai daerah di Indonesia. Hal-hal
barusan memang jelas pasti akan membuat dunia mancing di negeri ini
semarak, tetapi ada hal yang lebih membuat semarak. Yakni kehadiran
pemancing-pemancing baru dari kalangan perempuan! Jadi siapapun yang
mengira bahwa urusan memegang joran (baca: mancing) hanyalah urusan kaum
pria saja, kini harus merevisi pendapatnya tersebut karena nyatanya
para cewek kini pun tak segan turun ke laut dan rela terpanggang
‘nakal’nya sinar matahari demi mendapatkan sambaran ikan. Mereka juag
beranggapan bahwa memancing adalah olahraga yang cool seperti aktivitas
bahari lainnya semisal snorkling dan ataupun diving. Bukankah ini
perkembangan yang sangat menarik?!
Saat mengadakan trip
mancing dasar ke Kepulauan Seribu di kawasan Teluk Jakarta bersama
kawan-kawan pemancing para alumni AMI Jakarta, di antara mereka ternyata
adalah para pemancing perempuan. Tak tanggung-tanggung ada tiga
pemancing perempuan sekaligus meski satu di antara mereka kurang tahan
laut alias mabuk terus selama trip yang berlangsung dua hari tersebut.
Saya tak menyangka dua di antara tiga perempuan itu ternyata sangat
tahan gempuran ombak laut, padahal kemarin itu di Kepulauan Seribu
sedang ganas-ganasnya angin Barat. Ombak besar sekali. Tetapi meski
selama dua hari digempur ombak terus, dua perempuan tersebut (yang kalau
tidak salah bernama Icha dan Reny – perempuan ketiga saya lupa namanya)
malah sangat menikmati suasana yang ada. Memang mereka bukanlah
pemancing serius, dalam artian sepanjang waktu terus memancing dan atau
membahas ikan-ikan. Mereka adalah tipikal pemancing pemula yang
memancing seperlunya saja. Tidak harus menguasai A-Z tentang mancing.
Dan tidak harus terus-terusan memancing. Saat ke laut pun tidak harus
selama 24 jam terus memancing, mereka lebih suka membagi waktu yang ada
antara memancing dan melakukan aktivitas lain untuk menikmati keindahan
laut.
Semakin
banyaknya perempuan yang tertarik dengan olahraga memancing, harus
dilihat sebagai peluang yang menarik. Bukan untuk melakukan hal yang
aneh, melainkan untuk menularkan hobi yang mengasyikan ini ke kalangan
lain agar mancing ini tidak jadi dianggap olahraga kalangan tertentu.
Sebab jika mancing selalu dianggap sebagai olahraga kalangan tertentu
(pria saja dan itupun yang kaya-kaya saja), saya yakin akan ada titik
dimana olahraga mancing ini meredup dan ‘tidak laku’ lagi. Menularkan
olahraga mancing ke perempuan dan termasuk ke anak-anak adalah cara jitu
untuk membuat olahraga ini menjadi bagian wajar kehidupan keluarga.
Jadi laut, danau, dan sungai di masa mendatang tidak hanya riuh rendah
oleh kelakar para pria tetapi juga akan ramai oleh pekik riang para
perempuan pemancing saat menaikkan ikan. Jadi, mari kita sebarkan
olahraga mancing ini ke kawan-kawan perempuan kita baik itu saudara
ataupun sahabat, agar laut tidak melulu hanya biru tetapi juga pink.
Maksud saya, karena saya yakin setomboi apapun perempuan itu, meski
sedikit apapun itu setidaknya dia akan berdandan sebelum berangkat
mancing. Memoles bibir dengan lipstik tipis ataupun bedak halus. Ini
akan menjadi pelajaran bagus bagi para pemancing pria yang berangkat
mancing hanya dengan celana pendek dan kaos oblong sekedarnya plus tidak
mandi pula! Hahahaha!

